MEDAN, Berita HUKUM - Aksi kericuhan sempat mewarnai jalanya sidang lanjutan kasus perkara perdata perobohan Masjid At - Tayyibah di Pengadilan Negeri (PN) Medan pada, Kamis (30/8). Masyarakat meneriaki dan ingin menyerang saksi ahli Drs. Ahmad Zuhri yang juga Ketua Komisi Fatwa MUI Medan usai persidangan.
Salah satu keterangan Drs. Ahmad Zuhri yang juga sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI. pada saat itu, yang membuat warga geram saat didukkan menjadi Saksi Ahli, Ia mengatakan bahwa, "Sebenarnya fatwa MUI itu tidak bisa lagi menjadi pertimbangan yang mutlak, tapi akhirnya dibuatlah menjadi putusan yang mutlak. Sebenarnya Fatwa Istiqdal MUI tersebut, boleh diikuti dan boleh juga tidak, tetapi hal itu hanyalah semacam sunah semata. Saya sebenarnya tidak mengetahui bahwa masjid itu akan dihancurkan. dan saya juga merasakan adanya beban moral sekarang", ujarnya.
Sontak ketika persidangan sedang berjalan, terdengarlah teriakan dari para masyarakat yang menghadiri sidang, "Kalau begitu kenapa tidak ada yang memberitahu kami pada saat penghancuran tentang itu, apa harus tunggu hancur dulu?", teriak dari salah seorang jema'ah masjid At - tayyibah.
Puncaknya, ketika Ketua Majelis Hakim Wahidin mengakhiri sidang tersebut dan akan dilanjutkan pada Selasa pekan depan, Para pengunjung sidang yang sebagian besar Jema'ah Masjid At - Tayyibah tersebut tiba - tiba ingin menyerang Zuhri, karena tidak merasa senang terhadap keterangan Zuhri itu. sebenarnya hal tersebut baru diketahui pada sidang kali ini, karena menilai Zuhri telah melakukan kezoliman terhadap Umat islam.
Beberapa ibu - ibu pengunjung sidang, berteriak histeris setelah mendengar keterangan Zuhri usai persidangan tersebut. Kemarahan sebenarnya sudah mulai terlihat ketika penasehat hukum dari PT. Multatuli Indah Lestari menanyakan dipersidangan tersebut bahwa, "Apakah masjid itu masih layak digunakan ?", Spontan ibu - ibu tersebut menangis tesedu - sedu mendengarkan pertanyaan seperti itu, yang langsung membuat suasana sidang menjadi haru - biru dengan isak tangisan.
Pada waktu keterangan, saksi ahli sebelumnya yaitu Drs. H. Teuku Zulkarnaen MA yang juga menjabat sebagai Sekjen MUI Pusat, sebenarnya sudah diwarnai dengan isak tangis para pengunjung sidang saat saksi mengatakan, "Masjid yang berdiri dari tahun 1956 hingga 2007 itu selama ini tidak bermasalah, maka hukumnya tersebut sebagai hukum masjid yang harus berdiri kokoh tanpa alasan", ujarnya dalam persidangan .
"Apabila sebuah tanah wakaf menjadi masjid tanpa lafadz, maka itu sah menjadi tanah wakaf. Masjid itu tidak perlu surat atau bukti perjanjian wakaf. Kalau bersurat wakaf, Masjid Nabawi itu pun bisa kita jual. Tetapi ini ada indikasi yang meminta untuk memindahkannya, demi kepentingan kepuasan golongan baru. Pembangun masjid At - tayyibah dipandang sudah memenuhi persyaratan wakaf". tambahnya.
"Sebenarnya perintah eksekusi itu ada dari pihak pengadilan. Jika tanahnya sudah pecah, atau rusak dan masjid itu sudah hancur, baru bisa kita pindahkan. Mana ada yang rusak pada waktu eksekusi 26 mei 2006 tersebut!. Saya pernah beberapa kali memberikan ceramah dimasjid ini. sebenarnya hal ini bisa dijadikan istiqdal ketika terjadi banjir, bencana alam, atau kena bom, baru bisa kita pindahkan ke kampung lain dan kemudian dipindahkan", hardiknya.
Ir. Usmarlin adalah salah satu warga Jalan Multatuli, ketika dimintai pendapatnya tentang masjid At - Tayyibah tersebut, Ia juga megatakan bahwa, "Perkara yang membuat dan memancing emosi tersebut adalah karena baru diketahui bahwa Istiqdal ini boleh dilaksanakan atau tidak. Sedangkan selama bertahun - tahun, tidak ada pemberitahuan kepada masyarakat tentang hal ini. Siapa yang tidak histeris, bahwa rumah ibadah mereka dihancurkan", ujarnya dengan nada penuh kecewa.
"Saran saya, kasus perdata ini harus diselesaikan secara musyawarah islam. Saya khawatir fatwa MUI disini itu sudah berplintir - plintir. dan didalam surat ini tidak ada masjid yang harus dihancurkan", ungkap Sekjen MUI pusat ini setelah selesai sidang.(bhc/put) |