JAKARTA, Berita HUKUM - Nafsu pemerintah membangun infrastruktur begitu tinggi, tapi tidak dibarengi dengan kesiapan anggaran yang memadai. Penyusunan APBN pun kerap dilakukan dengan improvisasi. Ini membahayakan negara.
Demikian penegasan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dalam diskusi Dialektika Demokrasi di Media Center DPR RI, Kamis (11/8/). "Presiden jangan ambisius. Pembangunan infrastruktur memang bagus, tapi jangan mengandalkan utang untuk pembiayaannya," ujar Fadli. Hadir pula sebagai pembicara Ketua DPD RI Irman Gusman dan pengamat ekonomi dari INDEF Eni Sri Hartati.
Menurut Fadli, dengan adanya perubahan kembali APBN-P, pemerintah seperti tak berkompeten menyusun APBN, karena dengan mudahnya bisa dimentahkan begitu saja oleh Menkeu yang baru Sri Mulyani. Selama ini target pertumbuhan yang dipatok 5,3 persen begitu jauh dari realisasi. Fadli mengkhwatirkan defisit bisa mencapai 3 persen dari PDB yang berarti negara "tekor" dan itu sudah melanggar UU.
"Dalam tata kelola keuangan, pemerintah terlalu banyak keinginan tapi kemampuan mengumpulkan anggaran tidak ada," ucap Fadli lagi. Ditambahkannya, kalau pun ada perubahan postur anggaran, harus berpihak pada ekonomi rakyat. Saat ini, sambung Fadli, ekonomi rakyat tidak bergerak. Kehidupan ekonomi dan bisnis di Indonesia makin berat.
Irman Gusman berpandangan berbeda. Pembiayaan pembangunan terutama infrastruktur boleh saja lewat utang, tapi harus dialokasikan untuk sektor-sektor produktif. Menurutnya, banyak sumber-sumber keuangan yang belum digali dan swasta perlu didorong untuk ikut membiayai pembangunan. "Perlu ada inovasi dan kreatifitas dalam pembangunan nasional," katanya.
Kehadiran Sri Mulyani dalam kabinet, kata Irman, merupakan koreksi sendiri bagi internal kabinet terutama dalam menyusun APBN. Dan APBN ini merupakan taruhan kredibilitas bangsa. "APBN harus merujuk pada basik kebutuhan rakyat seperti kesehatan, pendidikan, dan ekonomi kerakyatan," imbuh Irman lagi.
Selama ini, penyusunan APBN, sambung Irman, masih tradisional. Butuh strategi khusus dalam menyusun APBN. Bila perencanaan anggaran baik, otomatis meningkatkan kredibilitas APBN itu sendiri.
Sementara itu, Eni menyorot target pengampunan pajak yang sudah bergulir. Katanya, walaupun target program pengampunan pajak tercapai, target penerimaan negara tetap kekurangan. Target pengampunan pajak bisa dilihat pada tiga bulan pertama. Sejauh mana program ini bisa menarik pemasukan dari dana pengusaha Indonesia yang terparkir di luar negeri.
Mengomentari pemotongan anggaran oleh pemerintah yang mencapai Rp133 triliun, Eni berharap, pemotongan tidak menyentuh pos anggaran stimulus fiskal. Sebaliknya, pemotongan justru hanya untuk pos anggaran yang tidak mengikat nseperti belanja. "Kebijakan fiskal saat ini amburadul," tandas Eni.(mh, sc/DPR/bh/sya) |