JAKARTA, Berita HUKUM - ETOS Indonesia Institute menilai, pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law sangat mencederai hati rakyat, terutama kaum buruh dan pekerja.
Pasalnya, RUU Ciptaker yang disahkan oleh DPR RI bersama Pemerintah pada tanggal 5 Oktober 2020 banyak mengundang kontroversial. Hal itu terbukti dengan adanya respon dari sejumlah elemen buruh dan pekerja di Indonesia yang mendesak agar RUU tersebut dibatalkan, karena disebut tidak memihak kepentingan kaum buruh.
"Ini sepertinya legislatif dan eksekutif sedang membuat dagelan dihadapan publik, apa latar belakangnya saya kurang paham, yang jelas ini membuat gaduh semua pihak, termasuk dari kalangan-kalangan buruh, mahasiswa, juga elemen bangsa yang lain," kata Direktur Eksekutif ETOS Indonesia Institute Iskandarsyah, di Jakarta, Rabu malam (7/10).
Omnibus Law ataupun RUU Ciptaker, menurut Iskandar, adalah salah satu produk partai politik (parpol). Sebagai wakil rakyat dari masing-masing parpol baik di legislatif maupun eksekutif seharusnya mereka bisa mewakili aspirasi masyarakat dan memberikan rasa keadilan, bukan sebaliknya.
"Saya rasa tak sulit juga pemerintah membatalkan itu semua untuk kemaslahatan rakyat banyak, toh itu bukan baku, hukum manusia bisa dirubah kok, kecuali hukum Tuhan nanti," imbuhnya.
Kata Iskandar, kalau ditelaah semua peristiwa (proses RUU Ciptaker) ini dimulai dari awal adalah usulan pemerintah lalu legislatif lah yang mengesahkan, artinya memang ini bersinergi, karena legislatif dan eksekutif adalah orang parpol dan mereka semua berkawan.
Regulasi yang mereka keluarkan bersama, sambung Iskandar, memang melalui mekanisme tetapi lebih mengutamakan kepentingan parpol ketimbang kepentingan rakyat.
“Mereka di senayan kan wakil parpol, bukan wakil rakyat," tuding Iskandar.
"Mereka (anggota DPR) duduk diatas sana (perwakilan) parpol mereka lah kendaraannya, berbeda dengan DPD RI yang terpilih karena mewakili daerahnya masing-masing," ujarnya.
Lanjut Iskandar menyarankan, agar RUU itu segera dibatalkan saja oleh pemerintah.
"Batalkan kan ngak sulit," kata Iskandar.
"Cuma ini kan dari awal memang sudah banyak kepentingan-kepentingan parpol, jadi susah, mereka lebih kepada parpol mereka ketimbang rakyatnya, maka dari itu masyarakat harus jeli, sudah saatnya kita mempertimbangkan parpol terlalu dominan disini, apalagi dalam mengambil suatu kebijakan," sambung Iskandar.
Terkait opsi tidak percaya terhadap para anggota keluarga yang dilontarkan oleh para buruh dalam aksi unjuk rasa, Iskandar mengungkapkan, hal itu lantaran rakyat kerap dirugikan oleh kepentingan parpol.
"Rakyat terus-terusan dijadikan objek penderita, lebih baik mulai sekarang disudahi gaya mereka-mereka itu," tukasnya.
Menurut Iskandar, rakyat tak pernah digubris, masih banyak persoalan sosial ditengah masyarakat yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah dan parlemen.
"Hari ini kemiskinan sudah merambah naik presentasenya, banyak rakyat yang tidak bekerja lagi, kebutuhan ekonomi mereka tak terpenuhi, kriminalitas tinggi, ekonomi kita sudah terjun bebas, apanya yang plus dari semua ini?,
Kondisi wabah yang tak tahu sampai kapan selesai, negara setengah hati menyikapi ini semua, rakyat nya pun menjadi tak tertib," beber Iskandar.
"Ditambah ulah mengesahkan Omnibus Law dan RUU Ciptaker, ini seperti memang merancang bom waktu buat diri mereka (pemerintah) sendiri. Belum lagi pelaksanaan Pilkada serentak yang hari ini pun diwarnai kekisruhan-kekisruhan," pungkasnya.
"Dari anggaran yang belum turun 100% kepada KPUD di daerah-daerah, kontestan banyak juga diisi kotak kosong, beberapa bacalon kepala daerah yang incumbent wafat karena wabah Covid-19 ini, sampai pada persoalan beberapa bacalon yang terindikasi positif covid-19," tuturnya.
Persoalan itu semua, tambah Iskandar, seharusnya menjadi warning (peringatan) bagi semua pihak, khususnya parlemen dan pemerintah.
"Memang ini harus segera disudahi, pemerintah apabila bijak segera batalkan ( Omnibus Law) ini semua, kalau tidak sangat riskan, tak terbendung lagi rasa sakit rakyat ini," ujarnya.
"Tak perlu basa-basi lagi sekarang, catatan sejarah suksesi negeri ini tak ada peran parpol, mahasiswa bersama rakyat lah yang berperan, jadi biarlah rakyat yang menentukan nasib bangsa ini ke depan, kita bangsa yang menjunjung tinggi musyawarah mufakat, bukan demokrasi liberal yang hari ini dihadirkan ke hadapan rakyat, tidak mengenal suara terbanyak, tapi musyawarah mufakat, jadi saya sangat yakin ini adalah solusi terbaiknya," tutup Iskandar.(bh/amp) |