JAKARTA, Berita HUKUM – Dalam pemikiran Soekarno, Islam itu berakar pada pola pemikiran yang dinamis, kreatif dan inovatif sehingga sangat responsive dalam memahami kolonialisme di tanah air. Potensi itu pada dasarnya terletak pada prinsip akidah yang tidak mengenal kompromi terhadap paham politesitik.
Kekuatan prinsip tersebut kemudian dipadukan dengan karakter ajaran Islam yang bukan hanya setuju dengan ide pembaruan, akan tetapi menjadi pelopor dan penggerak terjadinya pembaruan baik sifatnya pemikiran maupun aksi.
Akan tetapi dalam kenyataannya, bangsa Indonesia yang mayoritas menganut Islam tidak cukup kuat melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Oleh karena itu, menurut Soekarno perlu dilakukan pemeriksaan alasan yang menyebabkan terjadinya kemunduran Islam padahal selama lebih kurang 6 abad Silam telah melahirkan peradaban yang belum ada taranya sampai sekarang ini.
Demikian inti sari dari, bedah buku Soekarno dan Modernisasi Islam, terbitan Komunitas Bambu yang ditulis oleh Prof. Dr. H.M. Ridwan Lubis. Acara bedah buku Pemikiran Soekarno Tentang Islam, yang berjudul Soekarno dan Modernisasi Islam digelar Kamis (01/11) di Hotel Millenium,Jakarta.
Acara yang diprakarsasi oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, dihadiri oleh berbagai tokoh. Acara di buka oleh Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Prof. Dr. Phil. H. M. Nur Kholis Setiawan. Sementara selain penulis salah satu penanggap dalam diskusi dan bedah buku tersebut pengamat sejarah dari UI JJ Risal.
Dalam pandangan Prof.Dr.HM Ridwan Lubis, sosok soekarno memiliki jalan pikiran yang dapat dikatakan sebagai muara dari berbagai aliran pemikiran yang berkembang waktu itu, yaitu fisafat barat yang rasional, filsafat Islam yang menegaskan konsep ketuhanan yang tertinggi, filsafat timur yang didasarkan kepada humanitas dan filsafat Indonesia yang didasarkan kepada pengaruh dari diskriminasi dan ekspolitasi kaum penjajah yang melahirkan perasaan senasib dan sepenanggungan.
Lebih lanjut Prof. Ridwan Lubis juga menegaskan bahwa Soekarno berpandangan bahwa Islam memiliki tiga karakter yang tidak jelas keberadaanya dalam agama-agama lainnya. Pertama, tidak ada agama selain Islam yang sangat menekankan persamaan derajat. Kedua, ajaran Islam itu rasional dan simplicity. Ketiga, Islam adalah kemajuan, dalam pemahaman Soekarno,jelas Ridwan Lubis, semua ajaran Islam mendorong semua umatnya untuk memiliki wawasan yang optimis kedepan sekalipun di sana sini terdapat berbagai hambatan.
Umat Islam pada era kejayaan Islam telah menghasilkan berbagai prestasi baik dalam ilmu pengetahuan maupun kebudayaan yang melahirkan tamadun Islam.
Latar belakang Soekarno sendiri sangat menarik untuk digali lebih dalam terkait pemikirannya tentang Islam. Ayah Soekarno adalah penganut theosofi, ibunya beragama Hindu, namun Soekarno muda dibesarkan dalam Lingkungan pemimpin Sarekat Islam HOS Tjokroaminoto.
Soekarno sendiri pernah menjadi guru Muhammadiyah saat dibuang ke Bengkulu dan akhirnya menjadi menantu pengurus Muhammadiyah (ayah Fatmawati). Hal yang selalu menggelitik, bagaimana latar belakang yang beragam tersebut mampu membentuk pandangan Soekarno tentang Islam.
Pada tahun 1940, Seokarno dengan berani menulis artikel Islam Sontoloyo yang mengkritik fiqh dengan tajam, mengingat latar belakang Soekarno yang tidak pernah mengecap pendidikan agama tentu hal ini menarik..
Kritik Soekarno dalam Islam Sontoloyo dalam beberapa hal masih relevan guna melihat kehidupan berbangsa saat ini, mengingat adanya indikasi oknum-oknum muslim menggunakan agama sebagai tameng bagi tindakan mereka untuk menyakiti sesama manusia, tindakan mana yang jauh sekali dari esensi ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin. (bhc/rat)
|