JAKARTA (BeritaHUKUM.com) Sopir Daihatsu Xenia maut, Apriyani Susanti (29) mengakui kesalahannya serta meminta maaf kepada para korban dan keluarga korban atas tindakannya itu. Dirinya pun siap menanggung segala risiko akibat insiden penabrakan yang menelan koban jiwa sembilan orang dan empat lainnya luka berat.
"Saat ini dia (Apriyani Susanti-red) sedang menenangkan diri, karena dirinya sempat syok dan terkejut atas kejadian itu. Dia mengakui semua kesalahannya dan meminta maaf kepada korban dan keluarga korban.Dia juga mengaku siap menanggung segala risikonya," kata kuasa hukum Apriyani, Efrizal yang dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (26/1).
Menurut dia, Apriyani sendiri saat ini dalam kondisi sehat setiap kali menjalani pemeriksaan. Dia sangat tabah dalam menghadapi kasusnya tersebut. Di dalam sel, kliennya juga lebih rajin beribadah dan puasa. Dia sangat tabah dan tidak benar ada isu bahwa dia ingin bunuh diri. Dia kuat dan siap menanggung risikonya, imbuh Efrizal.
Dalam sel Apriyani, lanjutnya, tidak ditemukan alat-alat yang bisa digunakan untuk bunuh diri. Kondisi kesehatannya dan kejiwaannya selalu diperiksa dokter kepolisian dengan baik. Secara garis besar, semuanya baik-baik, tidak ada gangguan berarti pada dirinya. "Dia bahkan selalu mengenakan celana pendek di tahanan. Sejauh ini kondisinya sehat dan baik," tutur Efrizal.
Fotokopi STNK
Sementara itu, tim penyidik Polda Metro jaya melakukan pengembangan pemeriksaan dengan meminta keterangan pemilik mobil Daihatsu Xenia hitam bernomor polisi B 2479 XI itu, Buniarto Kosim. Hal ini pengembangan dari pemeriksaan Deden Rohendi, pemilik Xenia yang tertera di fotokopian STNK yang ditemukan.
"Setelah di cek ke Samsat, fotokopi STNK atas nama Deden Rohendi telah dimusnahkan dan bermutasi menjadi milik Buniarto Kosim. Kami perlu memeriksa Buniarto terkait bagaimana mobil itu bisa berpindah tangan ke E yang selanjutnya sampai ke tangan Afriyani, jelas Kasubdit Penegakan Hukum (Gakkum) Polda Metro Jaya, AKBP Sudarmanto.
Diketahui, Deden bertempat tinggal di Jalan Zeni H-20 RT 04 RW 06, Cipinang Melayu, Jakarta Timur itu, menjual mobilnya kepada Buniarti Kosim. Buniarto merupakan pemilik terakhir mobil tersebut. Ia bertempat tinggal di Jalan Gading Indah Utara X Nomor 15 RT 03 RW 01, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Pemeriksaan para pemilik mobil itu, berawal di tempat kejadian akibat Apriyani tidak memiliki SIM dan STNK. Saat diperiksa di dalam dashboard mobil tersebut, polisi ditemukan fotokopi STNK atas nama Deden Rohendi. Ternyata, mobil itu sudah berpindah atangan ke Buniarto. Tapi Apriyani menggunakan mobil itu dari temannya yang berinisial E. Polisi merasa perlu memeriksa hubungan antara Buniarto dengan E.
Sebelumnya diberitakan, hasil penelusuran tim terpadu yang melakukan penyelidikan kasus sopir Daihatsu Xenia maut, diperoleh data bahwa kondisi minibus tersebut laik jalan dan rem dalam keadaan baik. Hampir dipastikan insiden ini akibat human error atau kesalahan manusia, yakni sang pengemudi Apriyani Susanti (29). Sebelumnya, pelaku mengklaim rem blong.
Namun, hal itu dibantah berdasarkan hasil investigasi tim gabungan yang terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum, DLLAJ, PT Astra Motor, PT Jasa Raharja, Tim Puslabfor Polri, Ditlantas Polda Metro Jaya, dan Koorlantas Polri. Hanya saja ban depan sebelah kiri yang bermasalah, karena tekanannya di bawah normal. Normalnya 40 psi, tetapi ban kiri tekanannya hanya 22 psi. Tapi kondisi alur kembang ban masih bagus serta usia ban pun belum terlalu tua. Rem juga tidak rusak, tidak ada yang bocor dan rem berfungsi baik.
Sopir yang mengendarai mobil maut tersebut, salah mengambil keputusan saat akan menginjak rem. Dia justru menginjak gas sehingga laju kendaraan semakin cepat. Tim terpadu sama sekali tidak menemukan adanya bekas rem di jalan. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada pengereman saat kejadian. Laju mobil diperkirakan di atas 90 km per jam.
Tim juga berkesimpulan bahwa penyebab pertama penabrakan itu, karena pelaku Apriyani Susanti (29) kelelahan akibat bergadang semalaman. Dia diduga mengantuk saat mengemudikan kendaraannya. Sedangkan penyebab kedua, dia dalam pengaruh minuman keras dan narkoba. Apriani bersama tiga temannya pada Sabtu malam hingga Minggu pagi mengonsumsi minuman keras dan ekstasi, sehingga saat mengendarai mobil yang disewanya tidak konsentrasi.
Sementara penyebab ketiga, salah mengambil keputusan. Apriyani yang panik karena mobilnya oleng, bukannya menginjak rem tetapi justru malah menginjak gas yang akhirnya kendaraan melaju lebih dari 90 km per jam. Penyebab terakhir, tekanan udara ban depan tidak sama. Ban depan bagian kanan tekanannya normal 40 psi, tetapi ban kiri tekanannya hanya 22 psi. Itulah yang menyebabkan kendaraan oleng ke kiri dan menabrak belasan pejalan kaki.(dbs/irw)
|