JAKARTA, Berita HUKUM - Susanti Agustina, SH MH atau yang biasa disapa Susan ini adalah salah satu advokat atau lawyer terbaik di Indonesia. Ibu beranak satu ini bisa eksis dan sukses di dunia pengacara, tak lepas daripada besutan pengacara kondang yang juga mantan suaminya, Almarhum Indra Sahnun Lubis, SH yang meninggal pada Jumat, 10 November 2017 lalu.
Ia memiliki kelebihan yang sempurna dari sisi wanita dapat dikatagorikan komplit. Karena selain cantik dan enerjik, Ia memiliki fisik dan mental yang kuat dalam menghadapi setiap rintangan agar bisa mendapatkan solusinya.
Walaupun sudah tiga tahun ditinggal sang pengacara kondang tersebut, dan sangat berat ungkap susan, namun Ia dapat melewati masa pelik tersebut. Bahkan Ia berhasil dan sukses melanjutkan aktivitas sang suami, sebagai Pengacara dan konsultan hukum saat ini.
Misalnya, salah satu perkara yang sedang ditangani Susan saat ini, sebagai kuasa hukum salah satu ahli waris korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 jenis Boeing 737 Max 8 di perairan Karawang, Jawa Barat pada 29 Oktober 2018 rute Jakarta Pangkal Pinang, 15 menit setelah lepas landas pesawat tersebut Jatuh. Sebanyak 189 orang korban yang terdiri dari 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot dan kru dinyatakan meninggal dunia.
"Nah, karena pak Indra sudah meninggal dunia, saya sebagai istrinya yang juga pengacara dan konsultan hukum ini, meneruskan dan melanjutkan menangani perkara-perkara klien kami tersebut. Pada saat ini saya masih menangani salah satu keluarga ahli waris dari korban pesawat Lion Air yang jatuh di Karawang pada 29 Oktober 2018 lalu. Dia adalah Almarhum Permadi Anggri Mulja, selaku Kepala Cabang Jasa Raharja di Bangka Belitung," ujarnya kepada wartawan di kantornya, di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan pada Jumat (15/1).
Lebih lanjut Susan berkisah seraya mengenang masa lalunya. Menurutnya mengenai pesawat jatuh tersebut, dirinya bersama Almarhum Indra Sahnun sudah makan asam garam dalam hal menangani kasus jatuhnya pesawat tersebut. Adapun kasus jatuhnya pesawat yang ditanganinya itu bermula pada saat pesawat Garuda Airbus A 300-B4 yang jatuh di buah nabar kecamatan Sibolangit, Sumatera Utara pada 26 september 1997. Yang menewaskan seluruh penumpang sejumlah 234 orang.
Demikian juga dengan pesawat lainnya, hingga kini masih ada yang berproses mediasi di Amerika Serikat, karena Susan bersama rekannya menggugat Perusahaan Boeing di Chicago Amerika Serikat. Agar perusahaan Being itu mengganti rugi kepada para ahli waris, selaku korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 di Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober 2018 lalu.
"Semenjak 1997, saya bersama Almarhum suami, Indra Sahnun Lubis sudah menangani permasalahan pesawat jatuh. Awalnya itu, pesawat Garuda dari Jakarta ke Medan, yang jatuh di Sibolangit pada 1997. Waktu itu ada beberapa keluarga korban yang memakai jasa hukum kantor Law Office Indra Sahnun Lubis, SH & Associates. Selain itu pesawat Mandala Airlines RI 091 Pesawat Boeing 737-200 jatuh di kawasan Padang Bulan Medan pada 5 September 2005 kecelakaan tersebut sedang lepas landas dari Bandara Polonia. Salah satu korban kecelakaan pesawat mandala 091 adalah Gubernur Sumatera Utara Alm Bapak Tengku Rizal Nurdin, serta mantan Gubernur Sumut Raja Inal Siregar yang saat itu menjabat anggota DPRD Sumut dan rekannya Abdul Halim Harahap," jelasnya.
"Selain itu, ada juga jatuhnya pesawat Air Asia QZ-8501 Airbus A320 rute Surabaya-Singapura pada 28 Desember 2014, yang jatuh di sekitar Laut Jawa, ada 162 orang di dalam pesawat ini, dinyatakan tewas. Hal tersebut dikarenakan kerusakan ekor belakang (Rudder) yang di perburuk dengan kesalahan Pilot (Pilot eror) dalam mengikuti prosedur ECAM," imbuhnya mengenang masa lalu.
Walaupun hanya seorang wanita, namun gaya Susan tak jauh berbeda dengan Almarhum Indra Sahnun Lubis mantan suaminya. Lugas, tegas dan ramah. Saat ini Susan juga masih menangani salah satu dari keluarga korban Jatuhnya Pesawat Lion Air dengan Nomor Penerbangan JT-610, tujuan Jakarta Pangkalpinang pada 29 Oktober 2018 lalu, di perairan Teluk Karawang, Provinsi Jawa Barat. Perkara masih berjalan di United States District Court Northern District of Illinois Chicago Amerika Serikat.
"Perkara berjalan hampir 2 tahun, hal ini karenakan, pertama, korban yang tewas terlibat klaim yang diwakili oleh lebih dari satu firma hukum. Tetapi menurut Boeing, company telah menyelesaikan 90% klaim kematian pada kecelakaan pesawat JT-610 kepada ahli waris korban pesawat jatuh tersebut," ungkapnya.
Walaupun telah banyak menimba ilmu dari Almarhum Indra Sahnun, namun menurut Susan tak semudah membalikan relapse tangan, agar bisa tetap eksis didunia pengacara saat ini. Banyak proses yang harus dilalui, dengan kerja keras, mental baja, kecerdasan dan intelektualitas bahkan naluri dan insting juga dipergunakan, agar dapat mengalahkan lawan. Tentunya, sikap mental dan sikap Susan tak lepas dari kualitas dan teknisnya dalam menangani setiap perkara pada saat membela kliennya, yang sedang menghadapi permasalahan hukum.
Sriwijaya Air
Lebih lanjut Susan mengimbau kepada para keluarga korban pesawat Sriwijaya Air SJ-182 Jenis Boeing 737-500 klasik dengan rute Jakarta - Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, pada Sabtu 9 Januari 2021 sekitar pukul 14.40 Wib lalu. Agar tidak salah langkah dalam mengklaim ganti rugi kepada Boeing Company di Chicago Amerika Serikat, Ia menyarankan agar datang dan memberikan kuasa untuk menggunakan jasa hukum pada kantornya, SA Law Firm & Partners, yang beralamat di Jalan Keuangan Raya no 48, Cilandak Barat Jakarta Selatan. Contact Person: +6281282308899 dan email: susantilawfirm@gmail.com.
"Kami siap memberikan bantuan hukum kepada keluarga korban pesawat Sriwijaya Air SJ-182 itu, agar mendapatkan penggantian dari pihak asuransi, beserta uang lainnya yang lebih banyak dari pada asuransi tersebut. Karena saya akan mengklaim ke Perusahaan Boeing di Amerika. Tetapi, sebelum klaim ke perusahaan Boeing di Amerika itu, pihak keluarga ahli waris jangan mengambil klaim terlebih dahulu, sesuai Peraturan Pemerintah dari Undang-Undang Penerbangan Nomor: 1 Tahun 2009 dan dikuatkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor: 77 Tahun 2011," imbuhnya.
Menurut Susan para ahli waris yang pasti, akan mendapat santunan sebesar Rp. 1.250.000.000,- yang dikeluarkan oleh maskapai penerbangan dalam hal ini Sriwijaya Air company. Untuk klaim BPJS sebesar Rp, 50.000.000,- dan Jasa Raharja Rp. 50.000.000,- itu bisa di klaim. Tetapi alangkah baiknya harus di dampingi oleh pengacara agar ada hal-hal yang mungkin tidak paham untuk mengklaimnya dan ada persyaratan bahwa apabila para ahli waris sudah menerima kompensasi dari Sriwijaya maka pihak ahli waris tersebut tidak bisa lagi mengklaim Boeing company yang berada di Chicago, Amerika Serikat tersebut.
"Itulah gunanya ahli waris korban pesawat yang jatuh itu, harus didampingi oleh Pengacara atau Penasehat Hukum agar lebih safety. Karena ada beberapa syarat dan aturan secara hukum yang harus kita lalui, misalnya client menyiapkan data-data dan selanjutnya dirinya selaku Lawyer akan mengajukan gugatan," jelasnya.
Terkait hal itu, Susan mempersilahkan keluarga korban atau ahli warisnya untuk menghubungi atau menyambangi kantornya tersebut. Tujuannya agar mereka mendapatkan informasi yang benar dan akurat.
"Karena sebelum kita melakukan action, harus mengetahui terlebih dahulu hasil dari pada Black Box (Kotak Hitam), yang akan diumumkan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Apa penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya tersebut, Apakah human error atau ada kesalahan dari Pesawat Boeing itu sendiri," jelasnya.
Susan mencontohkan seperti pesawat Lion Air JT-610 Max-8 yang jatuh di perairan Karawang masuk kelaut, 11 menit setelah take off dari Soekarno Hatta International Airport pada 29 Oktober 2018 pagi pukul 06.33 WIB. Menurutnya Boeing 737 Max-8 penyebab jatuhnya Lion Air JT-610 dan Athiopiam Airlines Flight 302, jatuh menghujam ke tanah hanya 6 menit setelah take off.
"Hasil Investigasi atas kecelakaan Lion Air JT-610 dan Ethiopian Airlines factor penyebab yang sama yaitu Personal pada Computer Controlled Stability System yang dikenal sebagai MCAS (Maneuvering Characteristic Augmentation System). Hasilnya menyimpulkan adanya kesalahan pada system anti-stan MCAS yang dibuat khusus untuk pesawat Boeing 737 MAX. Pembacaan yang keliru dari system pemantauan penerbangan jet dapat menyebabkan pesawat tiba-tiba menukik," ungkapnya.
Lebih lanjut Susan mencontohkan, misalnya saat pilot menerbangkan pesawat secara manual, jet Boeing seri Max akan secara otomatis berusaha menurunkan hidung pesawat, jika mendeteksi bahwa adanya aerodynamics stall yang menyebabkan mati mesin. Sedangkan untuk Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, pada Sabtu 9 Januari 2021 pukul 14,40 WIB itu, pesawatnya jenis Boeing 737-500 klasik, hilang contak setelah empat menit lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta.
Namun, Dia belum mengetahui secara pasti, apa penyebab jatuhnya pesawat tersebut. Jadi, kita tunggu dulu, apa hasil Investigasi dari KNKT setelah Kotak Hitam (Black Box) ditemukan.
"Nah, kenapa saya katakan lebih baik pakai Lawyer di Indonesia yang sudah bekerjasama dengan Lawyer di Amerika. Karena sudah berpengalaman dalam menangani korban pesawat jatuh. Hal itu lebih safety dan Lawyer di Indonesia. Sebab saat ini sudah banyak agen-agen atau istilahnya calo dari lawyers asing," katanya.
Ironisnya, kata Susan agen-agen itu tidak mengerti hukum dan pada akhirnya bisa menimbulkan permasalahan baru. Misalnya pada saat pencairan klaim dari perusahaan Boeing yang berada di Amerika tersebut. Bisa jadi akan dipersulitnya, atau uang kompensasi yang diperuntukan bagi keluarga korban yang sudah dicairkan oleh Boeing Company melalui Trust Account lawyer yang di Amerika, tetapi uang tersebut di salah gunakan. Atau Pengacara tersebut mengambil dan menikmati uangnya, tanpa memberitahukan kepada keluarga korban.
"Hal itu sudah terjadi pada salah satu ahli waris korban jatuh Pesawat Lion Air JT-610 Boeing 737-Max 8 yang sekarang sedang berperkara dalam Sidang Etik, Pengacara Distrik Amerika Serikat," tandas Susan seraya berpesan agar berhati-hatilah memilih pengacara, agar anda tidak sia-sia atau disia-siakan.(bh/ams) |