Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
APBN
Target Penerimaan Masih Diwarnai Pencitraan
2017-11-29 07:51:38
 

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya yang diterima Parlementaria, Senin (27/11).(Foto: Andri/and)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Target penerimaan pada APBN-P 2017 yang dipatok sebesar Rp 1.736 triliun terancam tidak tercapai. Penerimaan 70 persen yang bersumber dari pajak sebesar Rp 1.283,6 triliun itu, masih kerap diwarnai pencitraan daripada menghadirkan potensi penerimaan yang lebih kreatif.

Penegasan ini disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya yang diterima Parlementaria, Senin (27/11). Penerimaan pajak yang melenceng, mengakibatkan target penerimaan dalam APBN-P 2017 ikut melenceng. Sebelum dilakukan perubahan, target penerimaan pajak sebesar Rp 1.498,9 triliun. Target penerimaan pajak pasca revisi turun dibanding realisasi penerimaan pajak tahun 2016 sebesar Rp 1.284,9 triliun.

“Sebetulnya indikasi melencengnya target penerimaan pajak sudah terlihat sejak September 2017 dimana angkanya hanya berkisar Rp 770,7 triliun atau mengalami pertumbuhan yang menurun sebesar minus 2,79 persen dibanding tahun yang serupa. Dan kita sudah mengingatkan pemerintah atas potensi kesulitan yang dialami pemerintah dalam pemenuhan target penerimaan pajak sampai akhir tahun ini,” ujar politisi muda Partai Gerindra ini.

Pemerintah diimbau lebih realistis dalam menentukan target penerimaan di tengah kondisi perekenomian yang serba tidak pasti. Ke depan pemerintah menghadapi banyak tantangan perpajakan. Misalnya, realisasi pajak migas yang menurun. Tahun 2016 saja realisasinya hanya mencapai Rp 44,9 triliun atau hanya 65,3 persen dari APBN-P 2016. Sementara itu, realisasi PPh Migas cenderung sulit meningkat karena melemahnya harga komoditas di pertengahan tahun 2017 ini.

Di sisi lain, lanjut Heri, pelaksanaan reformasi perpajakan nasional belum optimal. Tax ratio Indonesia saat ini adalah yang terendah di dunia, hanya 11 persen. Ujungnya, hal tersebut pasti berimplikasi pada pembayaran beban utang yang jatuh tempo. Belum lagi, gap antara realisasi pendapatan dan belanja, di tengah-tengah realisasi pajak yang terus melenceng, belum bisa dipecahkan pemerintah.

“Akhirnya, semua hal menjadi tak wajar. Celakanya, sebelum melakukan langkah-langkah solutif atas masalah struktural perpajakan tersebut, pemerintah masih saja mematok target yang terlalu optimistis tanpa dibarengi dengan kerja-kerja dalam menghadirkan potensi penerimaan yang lebih kreatif. Sepertinya pemerintah lebih mengejar citra positif ketimbang kerja-kerja yang riil,” ungkapnya.

Jadi, masalahnya sebenarnya adalah soal perencanaan yang matang, realistis, yang dilandaskan pada perspektif yang lebih jujur. Untuk itu, pemerintah harus berani bertanggung jawab atas apa yang telah dirancangnya sendiri. Ini adalah amanat konstitusional. Lebih jauh, pemerintah mesti mengambil pelajaran bahwa betapa penting suatu perencanaan yang matang, realistis, dan jujur, tanpa embel-embel citra.

Ditegaskan Heri, DPR sendiri akan terus melakukan pengawasan atas kerja-kerja pemerintah, terutama terhadap hal mendasar, yaitu reformasi perpajakan nasional untuk meningkatkan tax ratio yang masih sangat rendah. Pada konteks ini, usaha peningkatan kepatuhan bayar pajak harus dilakukan dengan objektif dan adil. Ini untuk menghindari muncul kesan publik yang jelek atas indikasi adanya pengemplang pajak yang didukung pemerintah, sementara masyarakat menengah ke bawah dituntut harus membayar pajak.(mh/sc/DPR/sya)



 
   Berita Terkait > APBN
 
  Sri Mulyani Beberkan Alasan Prabowo Ingin Pangkas Anggaran Kementerian hingga Rp 306 Triliun
  Anis Byarwati Apresiasi Program Quick Win Prabowo: Potensi Kebocoran Anggaran Harus Diminimalisasi
  APBN Defisit Akibat Pembayaran Subsidi Energi, Sugeng Suparwoto: Konsekuensi Pemerintah
  BPK dan KPK Perlu Awasi Penyerapan Anggaran Rp1.200 Triliun Kurun Waktu Dua Bulan
  Temuan Selisih Anggaran PEN dalam APBN 2020 Sangat Memprihatinkan
 
ads1

  Berita Utama
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

 

ads2

  Berita Terkini
 
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2