JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menyatakan politik uang (money politic) dalam aktivitas kampanye dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) terbilang tinggi. Untuk itu, harus segera dibatasi, agar praktik tersebut bisa ditekan serta dihilangkan.
“Jika biaya pemilukada besar, pasti cenderung meracuni dalam bentuk politik uang. Untuk itu, perlu langkah antisipasi sebagai upaya untuk meminimalisasi jumlah uang yang dikeluarkan, sehingga praktik politik uang bisa dikurangi dan dihilangkan,” kata Gamawan Fauzi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (20/1).
Menurut dia, salah satu cara yang dilakukan tersebut, agar pemilihan gubernur cukup dilakukan DPRD Provinsi. Dengan cara seperti ini, setiap calon hanya menjalankan proses penyampaian visi dan misi serta proses pemilihan di hari yang sama. "Sistem ini memudahkan semua lembagamemonitornya. Ruang gerak money politic juga bisa diperkecil," jelas mantan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) ini.
Pemerintah sendiri, lanjut dia, sebenarnya bisa menetapkan biaya kampanye bagi setiap calon kepala daerah. Tapi kebijakan ini bakal sulit dikontrol dan sulit diaplikasikan. Aturan ini kemungkinan tidak akan berjalan efektif. Tapi wacana ini akan dibahas lebih lanjut, agar praktik politik uang bisa dikurangi, bahkan dihilangkan.
Usulan pemilihan kepala daerah dilakukan DPR, juga melihat data lebih dari 80 persen kepala daerah dan wakil kepala daerah pecah kongsi. Mereka malah berebut pengaruh untuk bertarung dalam pemilukada. Dari 244 gelaran pemilukada sepanjang 2010, hanya 22 pasangan yang kembali berpasangan sebagai calon. Selebihnya, maju sendiri dengan memiliki pasangan lain.
“Kami mencatat bahwa disharmoni antara kepala daerah dan wakil kepala daerah sudah menjadi fenomena yang hampir terjadi di semua daerah. Ekses negatif sistem paket kepala daerah dan wakilnya dalam pemilukada langsung adalah konflik hasil pilkada,” jelas Gamawan.
Pemerintah juga akan mengawasi secara ketat terhadap banyaknya izin usaha yang dilakukan Pemda yang diduga sebagai upaya mencari dana menjelang pemilukada. Setiap izin yang dikeluarkan daerah harus ada persetujuan dari pusat. "Jika perlu dibentuk lembaga pengawas perizinan untuk menilai kelayakan penerbitan izin usaha, agar tidak ada izin dengan cara bawah meja," tandasnya.
Sumber Konflik
Sementara dari Banjarmasin, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, hampir seluruh pemilukada di Indonesia dalam kurun dua tahun terakhir berakhir dengan sengketa. Dari 440 gelaran pemilukada itu, sebanyak 392 diajukan kepada MK sebagai sengketa.
“Tapi dari 392 sengketa pemilukada itu, hanya 45 perkara atau sekitar 9 persen yang bisa diproses MK. Selebihnya bukan masuk ranah MK untuk menyidangkan perkara itu,” jelas Mahfud, seperti dikutip Antara.
Munculnya sengketa tersebut, jelas dia, sebagian besar dipicu peserta demokrasi tidak mau menerima kekalahan. “Masyarakat harus mengerti dan memahami posisi para hakim yang menangani sengketa pemilukada. Tudingan hakim yang menangani sengketa pemilukada menerima suap untuk memenangkan pihak-pihak tertentu, itu tidak benar sama sekali,” tegasnya.(dbs/wmr)
|