JAKARTA, Berita HUKUM - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) melaporkan Kemendikbud ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (16/4). FITRA mencatat ada yang tidak wajar dalam proses tender pengadaan dan distribusi kelengkapan UN (Ujian Nasional) khususnya tahun ini.
Indikasi itu terlihat dari besaran anggaran APBN yang dipakai Kemendikbud, namun tidak sesuai fakta di lapangan. Koordinator FITRA, Uchok Sky Khadafi di gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/4) mengatakan, total anggaran yang disediakan sebesar Rp 120.457.937.603 miliar.
"Tapi dipakai Rp 94.885.352.747 miliar. Dengan begitu anggaran negara hanya menghemat sebesar Rp 25.572.584.856 miliar," katanya.
Uchok melanjutkan, negara sebenarnya bisa menghemat Rp 32.860.651.085 miliar, asal jika pada proses tendernya bisa ditekan dan tidak ada penyelewengan. Tentu hal itu atas tanggungjawab pihak Kemendikbud. "Kemendikbud telah melakukan pengaturan proses tender yang terkesan telah menentukan pemenang tender proyek tersebut, PT Ghalia Indonesia Printing, yang memenangi paket 3 dari total 6 paket," tambahnya.
Ada enam paket, katanya, PT Ghalia ikut tender empat paket dan mereka menang paket ketiga, sementara paket lain mereka kalah. Begitu juga dengan perusahaan lain. Jadi ini betul-betul arisan. Dibagi-bagi ke perusahaan-perusahaan yang sudah diatur.
Uchok mencontohkan, "PT Ghalia menangani 11 daerah dengan hitungan per daerah Rp 2 miliar dengan jumlah total kontrak Rp 22 miliar untuk distribusi kelengkapan UN. Itu sangat tidak wajar lantaran ada perusahaan lain yang sebenarnya telah melakukan penawaran lebih murah dibanding dengan PT Ghalia," terangnya.
Oleh karena itu, pihak FITRA melaporkan ke KPK untuk menelusuri proses tender UN tersebut. Menurut catatan FITRA, masih kata Uchok, tahun lalu perusahaan PT Ghalia itu belum berpengalaman mengurusi pengadaan UN. Apalagi di tahun ini jumlah daerahnya bertambah menjadi 11 daerah. "Kapasitas PT Ghalia, apakah memungkinkan ikut tender. Analisisnya Ghalia tidak punya kapasitas," pungkasnya.(bhc/din) |