JAKARTA, Berita HUKUM - Pusat Hak Cipta Intelektual Dunia (Global Intellectual Property Center/GIPC) yang merupakan bagian dari Badan Perdagangan Amerika Serikat (U.S. Chamber of Commerce), hari ini mengumumkan hasil survei Indeks Hak Cipta Intelektual Internasional (International Intellectual Property Index/IP) tahun 2014. Survey ini dilakukan di 25 negara dengan berbagai latar belakang ekonomi, termasuk besarnya pasar, tingkat pembangunan, dan letak geografisnya. Untuk melakukan pengukuran berbasis empiris dan perbandingan lingkungan IP di setiap negara menggunakan metode Charting the Course.
“Sistem kekayaan intelektual yang kokoh mampu menjadi fondasi penting yang dibutuhkan oleh suatu negara untuk dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan sosial negara tersebut, serta menyediakan jaminan kepada konsumen bahwa produk yang mereka gunakan adalah produk otentik, asli dan efektif.” kata David Hirschmann, Presiden Direktur dan CEO GIPC. “Dengan fokus yang tertuju pada negara-negara yang memimpin maupun tertinggal dalam pengembangan IP framework yang kuat, GPIC Index menyediakan sebuah alat yang objektif dan jelas bagi kalangan yang menetapkan kebijakan-kebijakan untuk mendorong potensi-potensi inovatif, serta bagi kalangan bisnis untuk dapat melakukan penilaian terhadap resiko dan investasi.”
GIPC Index edisi kedua ini mengevaluasi 30 faktor indikasi lingkungan IP yang mendorong pertumbuhan dalam perlindungan dan penegakan hukum paten, merek dagang, hak cipta, rahasia dagang dan partisipasi dalam perjanjian internasional yang relevan. Meskipun tidak ada satupun negara dari 25 negara yang disurvei mendapatkan penilaian sempurna sebesar 30, Amerika Serikat berhasil mendapatkan nilai tertinggi sebesar 28.3. Nilai tersebut menempatkan Amerika Serikat sebagai negara terdepan dalam perlindungan kekayaan intelektual.
“Amerika Serikat meraih posisi terdepan dalam ranking rata-rata, namun masih tertinggal dalam upaya penegakan hukum,” kata Hirschmann. “Karena itu kami mendesak pemerintahan Obama dan Kongres untuk memperluas program-program penegakan hukum yang sudah ada dan mengalokasikan sumber daya yang didedikasikan untuk dapat secara efektif menegakkan hak-hak IP dan perlindungan konsumen di seluruh jajaran pemerintahannya.”
“Sebagai tambahan, dengan diikutsertakannya 10 dari 12 negara yang tergabung dalam Trans-Pacific Partnership (TPP) ke dalam indeks ini, penting untuk dicatat bahwa bagian kekayaan intelektual dari perjanjian ini haruslah komperhensif, memiliki makna komersial, dan mampu mendorong adanya inovasi dan penciptaan.” terang Hirschmann. Hasil laporan ini tersedia secara lengkap di www.theglobalipcenter.com. Temuan-temuan penting yang didapat melalui Charting the Course antara lain:
• Meskipun berhasil meraih nilai rata-rata tertinggi, Amerika Serikat berada di urutan ketiga dalam kategori “enforcement” atau penegakan hukum di bawah Inggris Raya dan Perancis.
• Sikap Canada atas paten-paten farmasi, hukum hak cipta dan keengganan untuk meratifikasi perjanjian kekayaan intelektual internasional menghasilkan skor yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan negara-negara berpendapatan tinggi lainnya.
• Serupa dengan hasil laporan Index GIPC edisi pertama, India meraih nilai paling rendah terutama pada kategori yang berkaitan dengan paten, hak cipta, dan perjanjian internasional.
• Meskipun Cina berhasil menunjukkan kekuatannya di bidang paten, nilai rata-rata dari lingkungan IP negara tersebut terus mengalami tantangan,terutama untuk hal-hal yang terkait dengan merek dagang dan rahasia dagang.
Global Intellectual Property Center bekerja di seluruh dunia untuk memperjuangkan hak-hak kekayaan intelektual yang bermanfaat dalam menciptakan lapangan pekerjaan, menyelamatkan nyawa, mempercepat pertumbuhan ekonomi global, dan menciptakan solusi-solusi untuk menghadapi tantangan global.
U.S. Chamber adalah federasi bisnis terbesar di dunia yang mewakili kepentingan lebih dari 3 juta bisnis dan organisasi dengan skala yang beragam dan tersebar di berbagai sektor industri dan wilayah.(rls/gipc/fpr/tika/bhc/sya)
|