JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua DPR RI Marzuki Alie mengungkapkan bahwa pemilihan Ketua atau Pimpinan DPR berdasarkan pemungutan suara (voting) seperti yang tercantum dalam UU MD3 yang disetujui dan disahkan DPR beberapa hari lalu sejatinya bukanlah hal baru. Hal tersebut diungkapkan Marzuki usai buka puasa bersama Presiden SBY, Wapres Boediono beserta jajaran menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, Jumat (11/7) lalu.
“Pada 2004 silam mekanisme yang dipakai juga dengan menggunakan pilihan anggota DPR. Hasilnya, meski Demokrat menjadi partai penguasa, namun Demokrat tak satupun mendapat jatah pimpinan DPR. waktu itu koalisi kebangsaan PDIP dan Golkar menguasai suara DPR. jadi saya ingat sekali sejarah 2004 dulu ketika Demokrat pertama kali di DPR sama persis dengan revisi UU MD3 saat ini,”ungkap Marzuki.
Dijelaskan Marzuki bahwa saat ini terjadi situasi dimana partai-partai (tidak termasuk Demokrat) merasa dinafikan oleh partai lain. Seolah-olah partai lain tersebut tidak memerlukan dukungan DPR agar pemeritahan dapat berjalan. Hingga akhirnya partai-partai tersebut bersatu untuk mengembalikan lagi kondisi seperti pada tahun 2004 silam.
Dilanjutkannya, tahun 2009 pengaturan mekanisme penetapan ketua DPR berubah menjadi pemilihan dengan partai suara terbanyak dalam pemilu yang berhak menduduki kursi ketua atau pimpinan DPR RI, atau dengan kata lain parpol pemenang pemilu yang berhak menduduki jabatan kursi ketua DPR. Hingga kemudian Partai Demokrat menjadi pemenang pemilu, dan secara otomatis partai ini berhak menentukan kadernya untuk menjadi Ketua DPR.
“Jika kemudian PDIP selaku partai pemenang pemilu 2014 tidak setuju jika peraturan lama tersebut dikembalikan lagi, mereka bisa menggugat ke MK, agar kita punya UU yang berlaku,”tegas Marzuki.(Ayu/dpr/bhc/sya) |