Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Lingkungan    
Omnibus Law
WALHI: Konyol! Pasal Penjerat Pembakar Hutan Dihapus Jokowi di Omnibus Law
2020-02-18 10:51:56
 

Ilustrasi. Jokowi saat melihat penanganan kebakaran hutan dan lahan.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Proyek omnibus law RUU Cipta Kerja terus disorot banyak kalangan. Salah satunya soal perlindungan lingkungan dalam RUU tersebut. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut banyak kekonyolan dalam RUU itu.

"Direduksinya beberapa norma pertanggungjawaban hukum korporasi dalam RUU Cipta Kerja sudah dapat diduga dengan ditunjuknya Ketua Umum Kadin sebagai ketua Satuan Tugas Bersama (Task Force) Naskah Akademik dan Draf RUU," kata Manager Kajian Kebijakan Walhi Boy Even Sembiring saat dihubungi detikcom, Jumat (14/2) lalu.

Terlebih ada bukti beberapa ketentuan yang direduksi adalah ketentuan pertanggungjawaban hukum yang pernah dicoba diuji oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada 2017. Pada pokoknya APHI dan GAPKI terkait dengan norma-norma penegakan hukum pidana, administrasi, dan perdata mengenai larangan dan pertanggungjawaban kebakaran hutan dan lahan.

APHI dan GAPKI menggugat pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang berbunyi:

Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Belakangan, gugatan itu dicabut. Namun materi perubahan Pasal 88 itu masuk dalam draf RUU Cipta Kerja, Pasal itu diubah menjadi:

Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya.

"Hal yang paling konyol lainnya, ruang partisipasi publik melalui jalur peradilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 93 UU PPLH untuk mengoreksi atau menguji izin lingkungan dan atau izin usaha melalui Peradilan Administrasi (PTUN) yang diterbitkan oleh pemerintah dihapus," cetus Boy.

Menurut Walhi, RUU ini pantas disebut sebagai RUU Cilaka. Karena pengesahannya hanya memperhatikan dan mengakomodasi kepentingan bisnis.

"Sama sekali tidak menaruh ruang perlindungan pada hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Janji Jokowi untuk berpihak pada rakyat dan lingkungan hidup hanya bualan. Karhutla dan kerusakan lingkungan hidup akan akan memperparah kondisi krisis apabila RUU ini dipaksa untuk disahkan. Dibahas saja tidak pantas," pungkas Boy.

Sebagaimana diketahui, Pasal 88 UU PPLH itu digunakan pemerintah untuk menjerat para perusak dan pembakar hutan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat ini sedikitnya mengantongi putusan dengan nilai ganti rugi hingga Rp 18 triliun dari pembakar/perusak hutan. Meski belum seluruhnya dieksekusi, putusan pengadilan ini memberikan harapan bagi penegakan hukum lingkungan.(gelora.id/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Omnibus Law
 
  Baleg Terima Audiensi Buruh Terkait UU Cipta Kerja
  Hormati Keputusan MK, Puan Maharani: DPR Segera Tindaklanjuti Revisi UU Cipta Kerja
  Pengamat dan KAMI Mendesak Pemerintah Beritikad Baik Hentikan Proses Hukum Jumhur-Anton serta Rehabilitasi Nama Baik
  MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Wakil Ketua MPR: Ini Koreksi Keras atas Pembuatan Legislasi
  DPR dan Pemerintah Segera Revisi UU Ciptaker
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2