SURABAYA (BeritaHUKUM.com) � Wakapolda Jawa Timur Brigjen Pol. Eddy Sumantri diperintahkan untuk turun tangan ikut menyelidiki tewasnya anggota Gerakan Pemuda (GP) Ansor sekaligus pengurus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sidoarjo, Jawa Timur, Riyadhus Solihin pada Jumat (28/10) lalu. Hal ini menyusul desakan dari DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Perintah terhadap Wakapolda untuk menangani kasus tersebut, langsung disampaikan Kapolda Jatim Irjen Pol. Hadiatmoko kepada wartawan di Mapolda Jatim, Senin (31/10). Wakapolda akan memimpin langsung penyelidikan yang tengah dilakukan tim Bidpropam Polda Jatim.
"Tim ini akan mencari barang bukti yang baru dan saksi masyarakat sekitar yang mengetahui kejadian tersebut. Kami juga akan menjamin keamanan dari intimidasi bagi masyarakat yang mengetahui adanya kejadian dan melaporkannya kepada tim,� kata mantan Wakabareskrim Polri itu.
Dalam kesempatan terpisah, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang Dan Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya, Andi Irfan mengatakan, tim investigasi Kontras menemukan beberapa kejanggalan dalam peristiwa kasus penembakan terhadap korban Riyadhus oleh anggota Reskrim Polres Sidoarjo, Briptu Eko.
Hal ini terkait klaim Kapolres Sidoarjo yang menyatakan bahwa penembakan yang dilakukan anggotanya terhadap korban itu, sudah sesuai dengan prosedur. Alasannya, korban melawan petugas dengan menggunakan clurit dan sempat melukai jari kelingking tangan kanan petugas.
Penjelasan Polres, jelas dia, sangat janggal. Sebab, setelah Briptu Eko melepaskan tembakan ke arah korban, sebelumnya peluru lebih dahulu menembus kaca pintu samping. Artinya kaca tersebut dalam keadaan tertutup. Dalam kondisi kaca pintu yang tertutup, tidak memungkinkan bagi korban melawan petugas menggunakan celurit.
�Saat itu juga lengan kanan korban sudah tertembak. Mustahil bagi korban mampu mengacung-acungkan clurit, karena akibat tembakan tersebut, korban sudah tak berdaya dan meninggal beberapa saat kemudian,� jelas Andi.
Atas temuan tersebut, jelas Andi, pihaknya mengeluarkan beberapa kesimpulan yang antara lain mendesak pihak kepolisian mengakui insiden ini adalah kesalahan petugasnya dan meminta maaf kepada keluarga korban dan masyarakat. Selain itu, juga harus melakukan penyelidikan dan penyidikan atas kasus ini dengan transparan, akuntabel dan profesional.
Selanjutnya, pimpinan kepolisian juga harus melakukan evaluasi secara menyeluruh dan langkah-langkah perbaikan terhadap kinerja Polres Sidoarjo. Selain itu, segera memberhentikan secara tidak hormat kepada seluruh petugas yang terlibat dalam kejadian ini dan memproses kasusnya sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. �Aparat juga harus memenuhi hak korban dengan memberikan kompensasi dan rehabilitasi yang layak demi kemanusiaan,� tegas Andi Irfan.
Sebelumnya diberitakan, Riyadhus Sholihin, guru ngaji yang juga anggota DPC PKB Sidoarjo dan GP Ansor Sidoarjo, ditembak hingga tewas oleh oknum Reskrim Polres Sidoarjo, Briptu Eko di dekat GOR Sidoarjo, Jumat (28/10) pukul 02.30 WIB. Penembakan ini menyusul insiden senggolan sepeda motor milik korban dengan oknum polisi itu. Korban langsung melarikan diri, tapi berhasil dikejar Briptu Eko yang kemudian menembaknya.(pkc/bwl)
|