JAKARTA, Berita HUKUM - Dua orang wartawan yang menjadi korban pemukulan oleh warga saat meliput kebakaran di Kayu Manis, Pedongkelan, Jakarta Timur, melapor ke Markas Polres Jaktim. Sementara 2 wartawan lainnya yang juga menjadi korban belum melaporkan kejadian ini.
Kedua wartawan itu ialah Angga BN, pewarta foto harian Warta Kota, dan Rio Manik, kontributor Sindo TV. Angga mengalami luka di bagian dahi, pipi, bibir, dan kaki. Sementara, Rio mengalami luka lebam di bagian pinggang belakang.
"Kami laporkan kejadian ini bukan untuk memusuhi masyarakat, tapi ingin memberitahu kalau profesi wartawan memang seperti ini. Jadi warga tidak lagi semena-mena," jelas Angga sebelum menjalani pemeriksaan, Minggu (17/3).
Sementara itu, Kapolres Jaktim, Kombes Pol Mulyadi Kaharni, mempersilahkan para wartawan yang menjadi korban untuk melapor. "Saya sedang cek lokasi. Silakan laporkan. Nanti kita lakukan pengejaran," kata Mulyadi saat dihubungi wartawan, seperti yang dikutip dari liputan6.com, pada Minggu (17/3).
Hingga kini, keduanya masih menjalani pemeriksaan di Mapolres Jaktim. Angga juga diminta untuk melakukan visum di RS St Carolus untuk melengkapi berkas pemeriksaan.
Seperti diberitakan sebelumnya, proses peliputan awalnya berjalan seperti biasa. Sampai seorang wanita tiba-tiba berteriak dan meminta wartawan untuk menghentikan kegiatan peliputan. "Udah enggak usah ngambil gambar. Nyari duit kan elu di sini," kata Rio Manik menirukan ucapan wanita itu.
Rio yang kemudian coba menenangkan wanita tersebut dan beberapa warga lainnya tak berhasil. Dia malah ditendang dan diteriaki maling oleh warga sekitar. Dia dan 3 wartawan lainnya kemudian ditendang dan dikejar-kejar warga.
Selain itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai pengeroyokan enam jurnalis saat meliput peristiwa kebakaran di Kampung Pedongkelan, RW 15, Kayuputih, Pulogadung, Jakarta Timur, Minggu (17/3), dipicu adanya pembiaran kekerasan terhadap jurnalis oleh penegak hukum selama ini.
Hal itu diungkapkan Kadiv Advokasi AJI Indonesia, Aryo Wisanggeni, saat dihubungi Wartawan, Minggu sore. Aryo menjelaskan profesi wartawan dalam melakukan peliputan dijamin oleh Undang-undang Pers. Karenanya kata Aryo, tindakan menghalang-halangi peliputan harus diproses hukum karena termasuk dalam tindak pidana.
"Dan masuknya bukan delik aduan. Jadi walaupun ada damai dikedua pihak, kasus kekerasan terhadap wartawan atau menghalangi kerja wartawan harus tetap berjalan," papar Aryo.
Menurut Aryo, kekerasan yang dilakukan oleh sedikitnya enam wartawan saat meliput kebakaran di kawasan Pedongkelan, pelakunya adalah warga. Hal itu bisa terjadi karena selama ini terjadi pembiaran kekerasan yang dialami oleh jurnalis.
"Pelaku kekerasan sebelumnya sebagian besar aparat, ada pula anggota dpr, kepala dinas. Dan kini sekarang adalah warga masyarakat," kata Aryo.
Menurut Aryo, dari awal tahun sampe sekarang sudah terjadi 10 kali tindak kekerasan pada wartawan. "Ini cukup mengkhawatirkan. Mata rantainya harus diputus, terutama yang dilakukan aparat TNI atau Polri," kata Aryo.
Aryo menjelaskan selain itu penegakan hukum atas kekerasan pada jurnalis juga harus transparan agar warga atau masyarakat melihat langsung apa akibatanya jika wartawan dihalangi tugasnya.
Kata Aryo, saat ada pihak yang menghalangi tugas wartawan, sebenarnya yang dirugikan tidak hanya si wartawan tapi juga warga. "Karena warga akan kehilangan kesempatan informasi seutuhnya," kata Aryo.
Aryo mengatakan untuk kasus ini pihaknya mendesak polisi untuk mengusut tuntas. "Jika perlu pendampingan kami siap melalui LBH Pers Aji Jakarta," kata Aryo.(dbs/bhc/opn) |