JAKARTA, Berita HUKUM - Meskipun Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan April mengalami deflasi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada Selasa (14/5) ini memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 5,75%, karena BI tetap mewaspadai tekanan inflasi yang berasal dari kenaikan ekspektasi inflasi terkait dengan rencana kebijakan BBM yang akan ditempuh Pemerintah.
Direktur Eksekutif Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI, Budianto, dalam siaran persnya Selasa (14/5) ini menjelaskan, Bank Indonesia akan melanjutkan penguatan operasi moneter melalui penyerapan likuiditas yang lebih besar ke tenor yang lebih jangka panjang. “Penguatan operasi moneter tersebut juga dimaksudkan untuk mendukung kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan tingkat fundamentalnya,” ungkap Budianto.
Menurut Budianto, ke depan, Bank Indonesia akan mewaspadai sejumlah risiko terhadap tekanan inflasi maupun nilai tukar, dan akan menyesuaikan respon kebijakan moneter bila diperlukan. Selain itu, koordinasi bersama Pemerintah terus diperkuat dengan fokus pada upaya meminimalkan potensi tekanan inflasi dan mengelola defisit transaksi berjalan.
Pertumbuhan Melambat
RDG BI juga menyampaikan, bahwa perekonomian Indonesia pada triwulan I-2013 tumbuh 6,02%, atau melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,11%. Tingkat pertumbuhan ini lebih rendah daripada perkiraan Bank Indonesia sebesar 6,2%.
“Perlambatan Produk Domestik Bruto (PDB) bersumber dari permintaan domestik yang menurun, ditengah pemulihan ekspor yang masih terbatas,” jelas Budianto sembari menyebutkan, bahwa konsumsi rumah tangga tumbuh melambat sejalan dengan menurunnya daya beli akibat inflasi bahan makanan, dan meningkatnya ekspektasi inflasi terkait dengan ketidakpastian kebijakan subsidi BBM.
Sementara itu, konsumsi pemerintah tumbuh rendah di awal tahun karena masih terbatasnya serapan belanja, khususnya belanja barang. Di sisi lain, investasi, khususnya nonbangunan, cenderung melambat dipengaruhi oleh prospek permintaan domestik dan internasional yang terbatas. Sejalan dengan melambatnya investasi dan konsumsi itu, impor mengalami kontraksi.
Dengan perkembangan tersebut, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2013 akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, dan berada di tingkat yang tidak jauh berbeda dari tingkat pertumbuhan triwulan I-2013. “Untuk keseluruhan tahun 2013, perekonomian Indonesia diprakirakan akan mengarah ke batas bawah kisaran proyeksi 6,2%-6,6%,” kata Direktur Eksekutif Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI, Budianto.
Mengenai defisit transaksi berjalan, menurut Budianto, pada triwulan I-2013 tercatat sebesar 2,4% terhadap PDB, turun dari 3,5% terhadap PDB pada triwulan sebelumnya. Perbaikan defisit transaksi berjalan ini disebabkan oleh membaiknya kinerja neraca perdagangan yang didorong oleh penurunan impor yang cukup tajam, khususnya barang-barang konsumsi, sementara beberapa komoditas ekspor nonmigas tetap tumbuh positif.
Sementara itu, transaksi modal dan finansial (TMF) pada triwulan I-2013 mencatat defisit seiring dengan menurunnya arus modal masuk, karena memburuknya kondisi perekonomian global dan meningkatnya tekanan inflasi di dalam negeri.
“Pada awal triwulan II-2013 arus modal masuk kembali meningkat cukup tinggi, antara lain terkait dengan penerbitan global bond Pemerintah RI. Cadangan devisa pada akhir April 2013 meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya menjadi sebesar 107,3 miliar dolar AS atau setara dengan 5,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas standar kecukupan internasional,” papar Budianto.
Sedangkan mengenai nilai tukar Rupiah, BI mencatat secara point to point hanya melemah sebesar 0,05% (mtm) mencapai Rp 9.723 per dolar AS dengan volatilitas yang masih terjaga. “Permintaan valas yang mengalami peningkatan dapat diimbangi oleh meningkatnya pasokan valas nonresiden yang didukung oleh persepsi positif terhadap ekonomi Indonesia paska penerbitan global bond Pemerintah RI,” ungkap Budianto.
Terhadap perubahan outlook rating S&P dari positif ke stabil yang diperkirakan berdampak sesaat pada nilai tukar Rupiah, menurut Budianto, ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian serta melanjutkan langkah-langkah pendalaman pasar valuta asing.(hmb/es/skb/bhc/rby) |