JAKARTA, Berita HUKUM - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama WALHI Institute sejak Desember 2013 – Februari 2014 melakukan studi indeks terhadap Calon Legislatif DPR RI. Studi ini didasari atas situasi krisis lingkungan hidup yang semakin memprihatinkan, ditandai dengan bencana ekologis dan menurunnya daya dukung lingkungan hidup.
WALHI menilai bahwa biang kerok dari kerusakan lingkungan hidup dan menurunnya kualitas hidup rakyat adalah produk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan, termasuk salah satunya DPR RI.
Isu lingkungan hidup merupakan isu politik.
Di sisi yang lain, pesta demokrasi melalui pemilu raya asudah di depan mata, dan realitasnya publik hampir tidak mengenal calon wakilnya yang akan duduk di parlemen, apalagi yang kita harapkan menyuarakan nasib rakyat dan lingkungan hidup.
Sebagaimana siaran Pers Walhi yang diterima redaksi hari ini, Kamis (6/3), dalam kajian indeks Caleg DPR RI, WALHI menggunakan variabel penilaian meliputi kompetensi yang meliputi pengetahuan dan keahlian tiga fungsi utama DPR, yaitu menyusun UU, anggaran negara dan pengawasan eksekutif. Variabel lainnya adalah kepemimpinan, yang dilihat melalui jejaknya dalam memperjuangan isu-isu lingkungan hidup, kemanusiaan, HAM, gender, buruh, petani, nelayan, dan masyarakat adat. Studi ini juga melihat komitmen caleg terhadap perjuangan isu-isu lingkungan hidup dan kepentingan publik dan integritasnya, dengan melihat rekam jejak apakah pernah menjadi pelaku atau pendukung perusak lingkungan hidup, serta pernah atau tidaknya terlibat tindak pidana korupsi.
Temuan studi ini, calon legislatif yang punya komitmen yang kuat terhadap isu lingkungan hidup tetap marjinal dan isu lingkungan hidup tidak menjadi agenda politik utama. Dari aspek integritas, temuan studi ini mennjukkan bahwa integritas caleg dipertanyakan, terutama karena caleg incumbent yang hampir sebagian besar tidak memiliki komitmen dan integritas terhadap lingkungan hidup dan persoalan rakyat lainnya. Salah satu penilaian dilihat dari bisnis yang dimiliki atau keterkaitan caleg dengan industri ekstraktif (seperti tambang dan sawit) yang dalam Tinjauan Lingkungan Hidup WALHI 2014 merupakan predator tertinggi dari keadilan ekologis dan praktik korupsi yang saling bertali-temali satu sama lain.
Terhadap temuan dari studi ini, Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional WALHI menyatakan,”Di tengah bencana ekologis yang meningkat dan menyusutnya sumberdaya alam secara cepat, temuan studi ini menunjukkan bahwa isu lingkungan hidup masih marjinal, dan menunjukkan kuatnya kepentingan para pemodal melalui caleg. Temuan ini juga mencerminkan keprihatinan yang mendalam karena dapat mengancam kemampuan pemerintahan ke depan dalam menjawab permasalahan lingkungan hidup Indonesia, termasuk menjawab tantangan krisis lingkungan hidup global seperti perubahan iklim.”
Dewan Nasional WALHI, M. Irsyad Thamrin, menambahkan,“Dengan kualitas caleg seperti yang ada saat ini, diperlukan tekanan yang kuat dan meluas dari seluruh komponen bangsa untuk mendesakkan agenda penyelamatan bangsa agar menjadi agenda politik utama para caleg dan partai-partai politik. Warga pemilih, khususnya para pemilih muda dan pemula, juga harus memperhatikan hal ini dengan seksama dan ikut mendesakkan agenda penyelamatan bangsa dari bencana sosial dan ekologis, karena masa depan mereka lah yang akan dipertaruhkan jika tidak ada perbaikan kualitas caleg-caleg seperti yang ada saat ini.”(wlh/bhc/sya) |