JAKARTA, Berita HUKUM - Pada hari Rabu (4/11) lalu telah diadakan acara audiensi dihadiri oleh Lembaga Aidenvironment, ICW dan KPK dengan bertemakan, “Indikasi Korupsi dalam Perambahan dan Pembakaran Hutan di Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Barat (Kalbar)" di ruang C-19 Pengadilan Tipikor, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Dalam acara tersebut dihadiri beberapa perwakilan lembaga yakni, baik dari pihak peneliti Indonesian Coruption Watch (ICW) yakni Aktivis Tama S. Langkun sebagai Peneliti ICW dan Mouna Wasef, Ivan Valentina Ageung dari Aidenvironment, Timer Manurung dan juga dihadiri oleh Dian Patria sebagai Plt. Direktur Litbang KPK serta, Eva Kartika dari Direktorat Litbang KPK.
Ivan Valentina Ageung selaku perwakilan dari Aidenvironment menyampaikan bahwa, sejauh ini telah mempunyai data mengenai daftar perusahaan yang melanggar peraturan terkait tata ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan peraturan tentang kawasan hutan.
Data yang dihasilkan dari analisa implementasi PP60 tahun 2012., menurutnya terdapat banyak perusahaan perkebunan yang tidak layak mengikuti skema PP 60/2012, dari data tersebut juga melahirkan potensi kerugian negara yang diakibatkan dari penyalahgunaan lahan di Kalimantan Tengah dan Barat, yang digunakan untuk kebun sawit.
"Kami telah menyiapkan data untuk dibuka jika belum ada tindakan lebih lanjut dari aparat penegak hukum untuk menangani hal ini," ungkapnya, sehubungan dengan daftar perusahaan, lengkap sampai luas lahan yang disalahgunakan dengan peta terbaru tahun 2014.
Menurut risetnya untuk daerah di Kalimantan Tengah dan Barat, terdeteksi tidak hanya hot spot, tetapi juga ada fire spot yang diakibatkan oleh perusahaan-perusahaan pelanggar tata ruang (RTRWP) dan PP No.60 Tahun 2012, " urai Ivan.
"Perlu dilakukan peninjauan/ review terhadap ijin perusahaan, terutama yang berada di kawasan lindung dan konservasi," sarannya, dari pihak Aidenvironment.
Sementara, Mouna Wasef selaku peneliti ICW menyampaikan bahwa, sejauh ini ada 194 perusahaan yang dinyatakan tidak lolos dari tata ruang (RTRWP) dan PP No.60 Tahun 2012 di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Menurut peneliti ICW ini, ia mengungkapkan juga kalau dari 194 perusahaan, selama setahun saja ( sekitar tahun 2012), bisa dikalkulasikan potensi kerugian negara yang diakibatkan sekitar sebesar 21,59 triliun dari dua provinsi ini (Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat).
“Kalimantan Tengah yang berjumlah 105 perusahaan, potensi kerugian negara sebesar 16 triliun, sedangkan Kalimantan Barat yang berjumlah 89 perusahaan, potensi kerugian negara sebesar 5,59 triliun," ungkapnya lagi.
"Perlu diinvestigasi lebih lanjut apakah terdapat indikasi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan kepala daerah, sehingga menerbitkan ijin yang tidak sesuai dengan tata ruang dan kawasan hutan," saran Mouna Wasef.
Kemudian, selanjutnya Eva Kartika selaku dari Direktorat Litbang KPK menjelaskan bahwa, “data beserta lampiran daftar 194 perusahaan ini diterima dan akan ditindaklanjuti,” ujarnya.
"Setelah ini meminta dibuat dalam bentuk matrix, pelanggaran-pelanggaran apa saja yang dilanggar perusahaan ini, misal RTRWP, PP 60/2012, UU No.41 Tahun 1999, dan lain-lain," jelasnya lagi.
Sebenarnya sejauh ini pihak Litbang KPK sudah berencana membentuk supervisi khusus sawit, selain ada tambang, hutan tanaman industri (HTI, dan migas).
"Litbang KPK dan kelompok masyarakat sipil bisa bekerjasama secara periodik untuk memecahkan masalah hutan ini," harap Eva Kartika.(bh/mnd)
|