JAKARTA, Berita HUKUM - Puluhan aktivis dan pemerhati Hak Asasi Manusia (HAM) melakukan aksi demonstrasi berkabung mengenakan pakaian warna serba hitam dengan membentangkan spanduk dan menebarkan poster-poster serta menyegel dengan pita kuning bertuliskan 'Kedutaan ini Disegel' saat menggelar aksi damai di depan kantor Kedutaan Besar (Kedubes) negara Arab Saudi di Jl. HR Rasuna Said, Kuningan Jakarta pada hari Jumat (2/11) karena eksekusi mati terhadap pekerja migran Indonesia bernama Tuty Tursilawati oleh pemerintah Arab Saudi tanpa notifikasi kepada pemerintah Indonesia.
Singkat cerita, di akhir bulan Oktober 2018, tepatnya pada Senin (29/10) kisaran pukul 09.00 pagi waktu Arab Saudi, dilakukan eksekusi mati terhadap Tuty Tursilawati, pekerja Migran Indonesia asal Majalengka, Jawa Barat dilaksanakan.
Almarhumah bekerja sebagai PRT semenjak tahun 2009, namun di tahun 2010 dirinya mengalami kekerasan seksual, hingga pemerkosaan oleh ayah majikan, WN Arab Saudi. Sebagai perempuan yang membela martabat dan harga diri, ia melakukan pembelaan dengan memukul hingga mengakibatkan pelaku meniggal dunia, kemudian melarikan diri (kabur) ke kota Mekkah. Naas, saat diperjalanan mengalami perkosaan oleh 9 orang pemuda Arab Saudi.
Tuti ialah korban kekerasan seksual yang malah dikriminalisasi, terlebih dikenai hukuman mati oleh pemerintah Arab Saudi, proses hukuman ia jalani selama kurang lebih 8 tahun lamanya.
Inilah yang menunjukan proses hukum tidak adil, pengabaian pada prinsip prinsip fair trial, serta pengabaian hak terdakwa yang menghadapi ancaman hukuman maksimal.
Pantuan pewarta BeritaHUKUM.com dilokasi, demonstrasn meneriakkan, "Pembunuh.., pembunuh., hentikan hukuman mati !," Pemerintah Arab Saudi eksekusi pahlawan devisa kita tanpa notifikasi," ujar demonstran berorasi, Jumat (2/11).
Aktivis penggiat HAM yang tergabung sedari Migrant Care, Jaringan Buruh Migran, Persekutuan gereja-gereja Indonesia, Human right working group, KontraS, Amnesty International Indonesia, Mahasiswa UI, Jala PRT, Koalisi Perempuan Indonesia Walhi, ICJR, Garda BMI, KSBSI, KSPSI, LBH Jakarta, Institut Perempuan Bandung Gusdurian, HWDI, LPBH FAS, mereka menyerukan dan mengecam serta mengutuk keras eksekusi mati terhadap Tuty Tursilawati, pekerja migran Indonesia korban kekerasan seksual tersebut. Soalnya tidakan tersebut adalah bentuk pelanggaran HAM paling mendasar, hak atas hidup serta merendahkan martabat perempuan.
Kemudian, menuntut pemerintah Indonesia untuk mempersona gratakan Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia serta mendesak pemerintah Indonesia mengkaji ulang pengiriman 30.000 pekerja migran Indonesia ke Arab Saudi.
Mendesak pemerintah Indonesia mengerahkan sumberdaya politik dan diplomasi, mengupayakan pembebasan ratusan buruh migran yang terancam hukuman mati di seluruh dunia dan melakukan moratorium pelakasanaan hukuman mati di Indonesia, sebagai komitmen menentang hukuman mati bagi siapapun, dan selanjutnya agar segera tuntaskan reformasi tata kelola migrasi melalui pembentukan uturan turunan UU nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia.
Perlu diketahui, menurut keterangan pihak Kemenlu RI, otoritas Kerajaan Arab Saudi tidak memberitahu secara resmi mengenai eksekusi itu (mandatory consular notification) pada perwakilan Republik Indonesia, yang merupakan tindakan tidak mematuhi tata krama diplomasi internasional.
Untuk itulah, eksekusi mati terhadap Tuty Tursilawati, yang merupakan pekerja migran Indonesia korban kekerasan seksual dianggap tindakan yang tidak menjunjung tinggi penghormatan HAM serta merendahkan martabat perempuan.(bh/mnd) |