JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Ketatnya persaingan politik mendatang, diperkirakan akan berdampak pada meningkatnya praktik korupsi pada 2012 ini. Indikasi ini dapat dilihat dari kesibukan partai politik dalam menggalang dana politik untuk persiapan pemilihan umum (pemilu) 2014 mendatang.
"Kami memperkirakan praktik korupsi ke depan, makin tinggi. Sebab, sumber dana politik partai dari pemerintah, sangat kecil. Parpol harus mencari dana tambahan untuk memenuhi target memenangkan pemilu 2014," kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko di kantor ICW, Jakarta, Minggu (29/1).
Menurut dia, parpol tidak hanya mempersiapkan calon presiden (capes), melainkan mulai tahun ini mulai sibuk menggalang dana. Hal ini harus dilakukan sejak sekarang sebagai modal untuk berkompetisi pada pemilu mendatang.
"Korupsi merupakan bencana yang tidak tampak, tapi membahayakan kelangsungan bangsa dan negara. Parpol harus mencari uang dengan mesin korupsinya yang terus berproduksi mulai 2012 ini, karena 2014 ada pemilu dan itu bukan waktu yang panjaang. Artinya, kemudian praktik korupsi akan jalan terus," jelas Danang.
Lahan yang menjadi kebun korupsi parpol, imbuh dia, tersebar di setiap instansi pemerintah pusat dan daerah. Modus lama masih dominas dilakukan dengan cara menggelapkan dana APBN dan APBD. "kemungkinan besar, modus paling banyak digunakan adalah penggelapan, perjalanan fiktif, proyek fiktif dan sebaginya. Tapi korupsi yang masih luar biasa adalah membuat perjalanan palsu," ungkap Danang.
Danang memastikan dana mobilisasis untuk kepentingan pemilu, nyaris tidak bersumber dari dana yang halal. Umumnya dana itu bersumber dari hasil korupsi dan hibah konglomerat. "Partai masih bergantung pada cukong dan orang yang sangat kaya," kata Danang, Jakarta, Minggu (29/1/2012).
Dari penelusuran ICW, diperoleh data bahwa pos-pos praktik korupsi di instansi pemerintah sebagian besar terjadi pada tiga kementerian. Instansi tersebut antara lain Kemenkop dan UKM serta Kemenakertrans. Pos korupsi terbesar lainnya terjadi juga di daerah pada alokasi dana bantuan sosial.
"Kalau mau korupsi, pastinya terkait dengan keuangan daerah dan sosial kemasyarakatan. Dana bantuan sosial juga selalu digunakan sebagai dana korupsi. Untuk itu, lembaga pemeriksaan keuangan, seperti BPK dan BPKP harus bersikap jelas dalam melakukan audit anggaran oleh instansi serta lembaga pemerintahan," tandasnya.
Pada bagian lain, ICW juga meminta Sekretariat Negara (Setneg) bersikap transparan dalam penggunaan dana pembangunan area parkir sepeda motor di lingkungannya. Pasalnya, instansi ini dalam setiap penggunaan anggaran pemeliharaan maupun pembangunan aset negara, kerap bersikap tertutup dan tidak transparan dalam melaksanakan proyeknya
"Kami minta Setneg siap untuk bersikap transparan dan akuntabel. Mereka harus membuka spek proyeknya. Biasanya, Setneg kan itu ditutupi, mulai tahap pelelangan tender pembuat bangunan hingga tahap pengerjaannya, kerap tak mendapat pengawasan publik,” ujarnya.
Seperti diketahui. Sekretariat Negara telah membangun area parkir sepeda motor di lahan seluas 3.000 meter persegi yang terletak di lingkungan Istana dan Sekretariat Negara. Pembangunan area parkir dua lantai ke bawah tanah itu menghabiskan anggaran hingga Rp 10,581 miliar.(inc/spr)
|