JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, juga turut ambil bagian dalam May Day kali ini. Mereka menyampaikan aspirasinya. Dengan membawa ogoh-ogoh gurita setinggi 3 meter dan membagikan pin bertuliskan "Jurnalis Berserikat Sekarang" kepada wartawan yang sedang meliput aksi ini.
Menurut Ketua AJI Jakarta, Umar Idris, sangat wajar bila jurnalis turut memperingati hari buruh. Layaknya buruh, kesejahteraan jurnalis juga masih ada yang memprihatinkan. "Hasil survey upah jurnalis menunjukkan masih banyak jurnalis di Jakarta yang memiliki penghasilan yang tidak layak, apabila diukur dari standar upah layak AJI yang sebesar Rp5.2 juta perbulan," tegasnya saat berorasi di Bundara HI, Jakarta, Selasa (1/4).
Lalu konglomerasi media yang menggurita, dimana menjelang pemilu 2014, AJI melihat semakin maraknya pemusatan kepemilikan media, terutama media televisi, sehingga akan mengancam independensi ruang redaksi.
Selain masalah kesejahteraan dan kebebasan pers yang menjadi tuntutan, AJI Jakarta juga menuntut adanya keadilan bagi sejumlah jurnalis yang diwarnai oleh pemberangusan serikat pekerja di perusahaan media.
Pada kesempatran yang terpisah, AJI Bandung menyatakan hal senada. Pasalnya, masih banyak permasalahan dihadapi oleh para wartawan yaitu upah ideal bagi para pemburu berita (wartawan).
"Kita juga mengikuti angka KHL (kebutuhan hidup layak), memang ada beberapa tambahan seperti biaya akses internet, pulsa, untuk kerja seorang jurnalis. Sehingga pengeluarannya itu pasti lebih besar. Versi AJI itu terakhir upah ideal seorang jurnalis ialah Rp4,1 juta per bulan," kata Ketua AJI Bandung Zaky Yamani disela-sela aksi unjuk rasa "May Day" di depan Gedung Sate Bandung.
Zaky mengatakan, jika membicarakan soal upah ideal seorang jurnalis maka harus diberikan pemahaman terlebih dahulu mengapa upah untuk seorang buruh berita tersebut lebih tinggi/besar jika dibandingkan dengan buruh atau pekerja kantoran lainnya.
"Kalau kita menerapkan upah ideal jurnalis, maka kita harus memberikan pemahaman kenapa sih upah jurnalis harus besar, karena dalam bekerja mencari berita seorang jurnalis harus membutuhkan biaya yang lebih besar," ujar dia.
"Sementara pekerja di sektor lainnya, seperti pekerja kantoran kan tidak seperti jurnalis. Kalau pekerja kantoran mereka masuk kerja tidak ke mana-mana. Itu sebabnya upah jurnalis harus lebih besar," imbuhnya.
Selain itu, industri media berbeda dengan industry lainya. Dimana tuntutan hanya sebatas kesejahteraan dan upah. Tapi di industri pers, semuanya harus lengkap. “ upahnya harus dipenuhi secara layak dan perlindungan dari kantor juga harus dipenuhi secara layak dari kantor," tegas Zaky.
Oleh karena itu, AJI Bandung, mengimbau publik dan pihak-pihak terkait agar tidak ada kasus kekerasan terhadap wartawan/jurnalis. Tetapi semua permasalahan terhadap wartawan tidak akan diselesaikan secara menyeluruh jika tidak ada kerjasama diantara organisasi wartawan dan si wartawannya itu sendiri. (dbs/bie/spr)
|