JAKARTA, Berita HUKUM - Sebanyak 148 warga negara asing (WNA) yang terlibat kejahatan siber internasional akan segera dideportasi ke negara asalnya, China dan Taiwan. Mereka akan diproses berdasarkan hukum setempat.
Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya, AKBP Hendy F Kurniawan menyampaikan, ratusan tersangka itu akan diserahkan ke kepolisian Cina dan Taiwan yang menunggu di terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten.
"Tapi, kan nanti di sana diproses hukumnya. Makanya kita serahkan biar di sana yang menyelidiki," ucap Hendy di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (3/8/2017)
Diketahui, peran para tersangka dalam kejahatan siber in tersebut beragam. Ada ada yang berperan sebagai supir, pemasang jaringan internet, hingga penerjemah. Mereka ditangkap secara serentak di tiga kota, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Bali.
Sebanyak 29 warga negara Cina diciduk di Jalan Sekolah Duta Pondok Indah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Sabtu 29 Juli 2017 kemarin. Polisi gabungan juga menggerebek rumah sindikat kejahatan siber itu di Perumahan Puri Bendesa, Benoa Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
Sementara penggerebekan di Bali, polisi menangkap 32 orang terdiri dari 17 warga Cina dan 10 warga Taiwan dan 5 WNI. WNA yang ditangkap tersebut terdiri atas sembilan wanita dan 18 pria.
Sedangkan di Surabaya sebanyak 92 yang meliputi tiga lokasi yakni Jalan Mutiara Graha Family Blok N-1 Bukit Darmo Golf Surabaya, Jalan Graha Family Timur 1 Blok E-68 Bukit Darmo Golf dan Jalan Graha Family Timur 1 Blok E-58 Bukit Darmo Golf. Jumlah total keseluruhan yang diamankan polisi sebanyak 153 orang yakni 148 warga asing dan 5 WNI.
Sementara, Polri masih mengejar pihak yang diduga memegang paspor milik seratusan warga negara China dan Taiwan yang terlibat dalam kasus kejahatan siber.
"Banyak yang tidak punya identitas karena (paspor) dipegang oleh seseorang. Hanya 20 persen saja yang punya paspor. Kami masih dalami kasus ini. Mudah-mudahan sponsornya itu bisa kami tangkap," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Rikwanto, di Mabes Polri, Jakarta, Senin ( 31/7) lalu.
Para pelaku yang memiliki paspor, kata dia, masuk ke Indonesia dengan menggunakan visa turis ataupun visa kerja.
"Ada yang izinnya turis, kerja atau mengunjungi keluarga," katanya.
Rikwanto mengatakan, para pelaku yang berasal dari China dan Taiwan ini sengaja datang ke Indonesia dan menyewa sejumlah tempat di berbagai kota untuk melakukan penipuan siber.
Polisi pun masih menyelidiki proses mereka masuk ke Indonesia untuk memastikan mereka masuk melalui jalur resmi atau ilegal.
Sementara para korban sindikat ini adalah para warga negara China yang berada di China.
"Korbannya orang-orang yang bermasalah dengan hukum. Kemudian pelaku menghubungi korban via telepon dan mengaku sebagai polisi atau jaksa dan mencoba mencarikan solusi, tentunya dengan imbalan," katanya.
Sedangkan hingga saat ini polisi tidak menemukan adanya korban warga negara Indonesia.
"Tidak ada korban WNI," katanya.
Polisi menduga jumlah kerugian yang diderita para korban akibat aksi penipuan dan pemerasan yang dilakukan sindikat kejahatan siber yang mulai beroperasi sejak akhir tahun 2016 ini mencapai Rp6 triliun.
Kasus ini terungkap setelah sejumlah korban melapor ke Kepolisian China. Polisi China kemudian menelusuri pelaku yang ternyata berada di Indonesia dan meminta bantuan kepada Polri untuk mencari pelaku.(erh/okezone/Antara/bh/sya)
|