JAKARTA, Berita HUKUM - Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim, Agus Purnomo meluncurkan buku berjudul “Protecting Indonesia’s Forests: Pros-Cons Policy of Moratorium on Forests and Peatland” yang merupakan versi berbahasa Inggris dari buku “Menjaga Hutan Kita: Pro-Kontra Kebijakan Moratorium Hutan dan Gambut” yang telah diterbitkan pada September 2011.
Buku setebal 130 halaman ini merupakan catatan terhadap latar belakang dan kronologi Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 2011 (Mei, 2011) tentang moratorium terhadap pemberian izin baru untuk menebang hutan dan izin pemanfaatan hutan diatas lahan gambut, yang menimbulkan pro-kontra berbagai pihak, baik di dalam tubuh pemerintah mapun di kalangan aktivis dan organisasi lingkungan, serta pengusaha.
Buku ini juga mencatat proses negosiasi yang terjadi antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Norwegia dalam kerjasama bilateral di bidang REDD+, yang menghasilkan komitmen 1 milliar dollar untuk mendukung pelaksanaan kerjasama, termasuk proses pembuatan kebijakan dan pengelolaan perbedaan harapan terhadap kebijakan moratorium tersebut.
Berbagai LSM lingkungan telah menyuarakan tuntutan agar pemerintah melakukan moratorium pembalakan hutan sejak 20 tahun yang lalu, ketika pembalakan hutan secara besar-besaran terjadi melalui pemberian konsesi HPH (Hak Pengusahaan Hutan) kepada orang atau institusi yang berjasa kepada negara di era pemerintahan Presiden Soeharto.
Inpres Moratorium merupakan langkah awal kebijakan pemerintah untuk menjawab keinginan berbagai pihak agar pengelolaan kehutanan Indonesia dilakukan dengan efektif, transparan dan akuntabel. Presiden SBY merupakan Presiden pertama Indonesia yang mengeluarkan kebijakan menghentikan proses perizinan terhadap hutan alam primer dan lahan gambut sejak Indonesia merdeka tahun 1945.
Inpres Moratorium sendiri banyak mendapat dukungan dan optimisme, meski ada juga yang pesimis terhadap hasilnya. Bahkan munculnya harapan yang tinggi bahwa dengan satu dua peraturan Presiden, pemerintah memiliki peluru ajaib untuk menyelesaikan semua permasalahan kehutanan.
Pada masa pemerintahan Presiden SBY, dilakukan banyak perubahan kebijakan terkait Kehutanan, seperti penundaan izin pemanfaatan hutan dan lahan gambut, penegakkan hukum terhadap kasus-kasus kehutanan, penerbitan Peta Indikatif, Penundaan Izin Baru (PIPIB) sebagai hasil dari transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan sektor kehutanan, sampai dengan pengembangan perangkat hukum untuk melaksanakan REDD+.
Kebijakan moratorium hutan dan lahan gambut diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk menurunkan emisiemisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan, dengan menurunnya laju deforestasi.
“Pemerintah Indonesia telah mengambil keputusan yang berani dan berarti dengan melakukan penghentian sementara terhadap pemberian izin baru di atas hutan alam dan gambut” ujar Ushio Shigeru, dari Kedutaan Jepang, Senin (19/11).
Buku ini menurut Ushio juga dapat menceritakan dengan baik dan jelas mengenai proses negosiasi yang terjadi dibalik pengambilan keputusan tersebut.
Presiden SBY membuat komitmen untuk melakukan penurunan emisi GRK secara sukarela sebanyak 26% dari perkiraan total emisi GRK Indonesia tahun 2020, atau setara dengan 767 juta ton CO2 dari total 2.950 juta ton CO2 (Second National Communication, November 2010).
Dari angka tersebut, Kementerian Kehutanan memperkirakan penurunan laju deforestasi (dari 1,125 juta ha/tahun menjadi 0,45 juta ha/tahun) atau setara 488,7 juta ton CO2 ekuivalen. Data dari Second National Communication juga menunjukkan adanya potensi untuk menurunkan kebakaran hutan di sektor lahan gambut sebesar 172 juta ton CO2. Selain itu masih ada potensi penurunan emisi apabila gambut tidak di konversi.
Penerbitan buku dalam versi bahasa Inggris ini didukung oleh Kementerian Kehutanan. Pihak yang telah membantu proses perbaikan naskah, penerjemahan ke bahasa Inggris, dan peluncuran buku ini adalah pemerintah Jepang (JICA).
Peluncuran buku ini diselenggarakan di TB Kinokuniya Plaza Senayan, Jakarta, oleh Agus Purnomo sebagai penulis, dengan moderator Wimar Witoelar dan pembahas:
1. Ir. SarwonoKusumaatmadja, MantanMenteriLingkunganHidup
2. Dr. SurayaAfiff, Dosen Antropologi Universitas Indonesia
3. Dr. Fachruddin Mangunjaya, Penulis dan penggiat Konservasi Lingkungan Hidup.(ys/es/bhc/opn)) |