JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang kasus kematian nasabah Citibank, Irzen Octa dengan agenda pemeriksaan saksi. Dalam sidang ini, jaksa penutut umum menghadirkan dokter ahli forensik RSCM, Prof. Dr. Abdul Munim Idris dan penyidik dari Polres Jakarta Selatan.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Maman Ambari bersama dua hakim anggota Didik Setyo dan Subyantoro, Abdul Munim Idris mengungkapkan, adanya bukti memar pada jenazah nasabah Citibank, Irzen Octa. Meski tidak merinci apa penyebab memar tersebut, tapi menurutnya akibat benturan benda tumpul ke tubuh Irzen Octa. “Ada memar di tubuh Irzen Octa pada bagian dada dan tungkai,” ujar Munim.
Bagian memar di bagian tungkai tersebut terletak di bagian atas paha Irzen. Kuasa hukum para terdakwa Luthfie Hakim, bertanya tentang kemungkinan memar tersebut yang disebabkan saat jenazah Irzen Octa di bawa ke pemakaman. Munim membantahnya. Dia menegaskan bahwa memar tidak bisa muncul pada jenazah. Bukti memar hanya bisa muncul pada orang yang masih hidup.
Sebelumnya, menurut otopsi ulang dr Munim, kematian Irzen akibat kekerasan psikis dan fisik. Ditemukan tanda-tanda kekerasan dalam luka lecet, memar pada batang otak hingga pendarahan, dan memar pada bagian tubuh lainnya yang menunjukkan bahwa penyebab kematian Irzen ada kaitannya dengan kekerasan benda tumpul.
Munim mengaku lelah meladeni pertanyaan dari penuntut umum dan penasihat hukum di sidang tersebut. "Saya sudah jelaskan berkali-kali, saya capek," katanya. Keluhan itu langsung ditanggapi majelis hakim mencoba menenangkan dokter ahli forensik RSCM itu. Tapi Munim tetap kukuh enggan melanjutkan memberi kesaksian lagi dalam kasus ini. Tapi akhirnya dia bersedia juga melanjutkan keterangannya.
Kehadiran Munim ini di pengadilan sebagai saksi untuk perkara yang menewaskan Irzen. Otopsi ulang yang dilakukan Munim Idris berbeda dengan visum dokter Ade Firmansyah yang menyebutkan bahwa kematian Irzen Octa karena penyakit, pecahnya pembuluh darah bagian bawah batang otak yang menimbulkan pendarahan hingga terjadi mati lemas.
Dalam perkara ini, para terdakwa yang merupakan debt collector bank asing yang beroperasi di Indonesia itu, masing-masing adalah Boy Yanto Tambunan, Humisar Silalahi, Arief Lukman, Henry Waslinton dan Donald Harris Bakara. Para terdakwa disangkakan merampas kemerdekaan yang menyebabkan kematian korban Irzen Okta. Kelimanya terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Ahli forensik Munim Idris ini mengaku diminta untuk melakukan pemeriksaan ulang terhadap nasabah Citibank jenazah Irzen Octa, oleh kuasa hukum keluarga korban, yakni OC.Kaligis. Segala pembiayaan pemeriksaan ditanggung kantor pengacara OC Kaligis. Namun, dokter ahli bedah mayat ini enggan menjawab jumlah biayanya. "Tidak perlu saya sampaikan, saya profesional," selorohnya memancing senyum sejumlah pengunjung sidang.
Seperti diketahui, korban Irzen Okta merupakan nasabah kartu kredit yang diduga mengalami penganiayaan di ruang Cleo, Lantai V Menara Jamsostek pada 29 Maret 2011. Ia mendatangi kantor Citibank pada pagi hari itu untuk membicarakan penyelesaian tunggakan kartu kreditnya.
Korban diterima Arief Lukman, staf kolektor yang menjadi salah seorang terdakwa dalam kasus ini. Lalu, Arief membawa Irzen ke ruang cleo. Dalam keterangan beberapa saksi di muka persidangan, dua terdakwa lainnya, yaitu Henry Waslinton dan Donald Harris Bakkara, terlihat memasuki ruang Cleo beberapa saat kemudian.
Selanjutnya, beberapa jam kemudian, Irzen Octa terlihat terbaring di bawah meja ruang tersebut dengan mulut mengeluarkan busa. Satu jam kemudian, ia baru dibawa ke rumah sakit dan nyawanya tak tertolong. Atas perbuatannya tersebut, para etrdakwa dijerat melanggar Pasal 333 KUHP jo Pasal 55 KUHP dan Pasal 335 KUHP.
Selain ketiga nama di atas, turut dijadikan terdakwa adalah Humizar Silalahi dan Boy Yanto Tambunan. Irzen Octa (50) merupakan nasabah kartu kredit Citibank yang meninggal di kantor Citibank Menara Jamsostek, Jakarta Selatan. Jaksa menduga korban Irzen Octa meninggal dunia akibat perampasan paksa kemerdekaan dan perilaku kasar para debt collector tersebut.(dbs/bie)
|