Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    

Akademisi Hukum Ajukan Uji Material Revisi UU MK
Friday 29 Jul 2011 17:07:
 

Istimewa
 
JAKARTA-Sejumlah akademisi hukum mengajukan permohonan uji materi (judicial review) terhadap UU Nomor 8/2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Pengajuan ini dilakukan, mengingat ada beberapa ketentuan yang tercantum dalam UU hasil revisi itu berpotensi merusak MK sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang independen.

Para akademisi hukum yang mengajukan uji material tersebut, yakni Saldi Isra, Arief Hidayat, Zainal Daulay, Zaenal Arifin Mochtar, Moh Ali Syafa'at, Yuliandri dan Feri Amsari. Mereka didampingi kuasa hukumnya, Nurcholis, Febri Diansyah, Wahyudi Jafar mendaftarkan upaya hukum tersebut kepada panitera di gedung MK, Jakarta, Jumat (29/7).

Usai mendaftarkan permohonan uji material, Saldi Isra mengatakan, perubahan UU MK itu perlu digugat karena menggerogoti independensi kewenangan MK. Langkah ini merupakan bentuk protes kalangan akademisi hukum yang peduli terhadap hasil legislasi yang buruk," "Kami merasa ada beberapa substansi hasil revisi yang berpotensi merusak MK sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang independen," ujar pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Padang tersebut.

Menurut dia, beberapa pasal yang dimohon pihaknya agar majelis hakim MK mengujinya dengan UUD 1945. Pasal-pasal yang dianggap bersamalah adalah pasal 4, 15, 27, 27a, 57, dan 59 UU Perubahan UU MK tersebut. Namun, titik berat pasal yang sangat mengganggu, yakni mengenai Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang melibatkan unsur pemerintah dan DPR.

Selain itu, lanjut Saldi, masalah yang perlu dipersoalakn mengenai pergantian antarwaktu (PAW) hakim konstitusi. Justru, pola yang ada sebelumnya itu sudah benar secara konteks teori. "Kalau ada hakim yang berhenti di tengah jalan yang menggantinya adalah masa jabatnya, bukan melanjutkan sisa waktu. Kalau di partai politik itu bisa saja seperti itu," jelasnya.

Terakhir, yang dipersoalkan pihak pemohon adalah batasan MK tidak boleh melakukan ultra petita (penetapan hukum yang melebihi dari yang diminta pemohon). Batasan itu adalah kekeliruan cara pikir pembuat UU, karena ultra petita itu bagian dari proses di MK.

"Jika hakim konstitusi dilarang melakukan ultra petita, nanti hakim konstitusi akan menjadi corong pembuat UU saja. Tidak bisa mencari atau memutuskan keadilan substantif yang dimohonkan. Itulah beberapa substansi dari revisi yang berpotensi merusak MK sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang independen," tandasnya.

Sebelumnya, DPR mengesahkan perubahan UU Nomor 24/2003 tentang MK dalam sidang paripurna DPR pada Juni lalu. Sebagian kalangan akademisi hukum menduga perubahan UU MK ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Perubahan UU MK ini memasukkan politisi dan pemerintah dalam MKH. Sebelumnya, anggota MKH yang berjumlah lima orang yang terdiri hakim konstitusi (3 orang) dan unsur eksternal MK yang dianggap kompeten (2 orang). Tapi revisi UU itu menggantinya menjadi hakim konstitusi (1 orang), hakim agung (1), unsur pemerintah (1), unsur Komisi Yudisial (1) dan anggota Komisi Bidang Hukum DPR (1).

Selain itu, revisi UU tersebut juga membatasi putusan MK untuk tidak mengeluarkan putusan ultra petita, masa jabatan pimpinan MK yang dibatasi menjadi 2,5 tahun dan MK tidak lagi menangani sengketa Pemilukada.(frd)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

 

ads2

  Berita Terkini
 
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2