JAKARTA, Berita HUKUM - Republik Indonesia yang baru saja merayakan HUT Kemerdekaan ke-70 tahun, namun kaum pekerja/buruh merasa belum memperoleh keadilan, hingga kini masih terbelenggu kemiskinan, kebodohan, dan perlakuan yang diskriminasi cukup dirasakan kaum pekerja/buruh. Maka, ribuan buruh dari berbagai organisasi buruh pada, Selasa (1/9) melakukan aksi konvoi dan unjuk rasa di depan Istana Negara di Jakarta untuk menyuarakan tuntutannya.
Sugianto selaku Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mengutarakan keprihatinannya dengan kondisi riil saat ini. "Karena pemerintah melepaskan tanggungjawab melindungi, mencerdaskan, dan mensejahterahkan rakyatnya dengan memberlakukan kebijakan upah murah, melegalkan praktek outsourching yang melanggar hukum, pelaksanaan BPJS setengah hati," jelasnya, yang menyayangkan pernyataan pemerintah yang lebih senang bicara retorika.
"Tidak ada penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kejahatan melanggar hak berserikat, menerapkan liberalisasi semua sektor kehidupan (tidak ada pengendalian harga-harga sembako) dan belum serius melakukan langkah-langkah mengatasi krisis ekonomi yang ada, hingga menimbulkan PHK massal bagi pekerja / buruh Indonesia," lontarnya lagi, saat mengungkapkan, tuntutannya di depan gedung Istana Negara di Jakarta, saat unjuk rasa, Selasa (1/9).
Pantauan pewarta BeritaHUKUM.com di lapangan, para serikat buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI); KSPSI, KSPSI, AGN, KSBI, SPN, FSPMI, SBTPI dan 40 Serikat Pekerja lainnya. Terlihat dilapangan saat aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan istana negara di Jakarta pada Selasa (1/9) diantaranya; Said Iqbal (Presiden SPSI), Andi Gani Nuna Wea (Presiden KSPSI), Widadi (Ketua Serikat Pekerja Energi Pertambangan), Didik Supriadi (Ketua PGRI), Mudofir (Presiden KSBSI), Muhammad Rusdi (Sekjen SPSI), Sugianto (Sekjen KSPSI) dan Egy Sudjana.
Ada 3 tuntutan yang diajukan oleh para buruh secara umum menjadi alasan buruh untuk bergerak melakukan aksi unjuk rasa pada 1 September 2015 ini, yakni: Pertama (1), mengenai ada kekhawatiran ancaman kisaran 100 ribu buruh akan ter- PHK (perusahaan yang benar-benar bangkrut dan mem PHK karyawan kebanyakan di industri padat karya. Diawali dengan dollar tembus diangka 14 ribu, perusahaan tidak tutup namun, mengurangi jumlah karya dan biasanya di industri padat modal, dan kategori ketiga adalah perusahaan dengan potensi akan mem PHK karyawannya, dengan cara mengurangi jam kerja dan merumahkan karyawannya.
Kedua (2), menurunnya daya beli kaum buruh dan masyarakatnya. Dimulai ketika pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM dan pemerintah tidak mampu menstabilisasi harga pokok sedangkan upah tidak naik, naik pun diimbangi dengan kenaikan harga-harga lainnya
Ketiga (3), kondisi ketiga dimana ancaman masuknya tenaga kerja asing yang dipermudah, termasuk bahasa Indonesia tidak menjadi soal, padahal peraturan itu dibuat untuk memproteksi tenaga kerja lokal. Terutama tenaga kerja dari Tiongkok yang dalam persyaratan kerjanya memperbolehkan tenaga kerja unskill boleh dibawa dari sana untuk bekerja disini
Perwakilan buruh mengajukan tuntutan, agar pemerintah menjalankan semua Undang-Undang (UU) terkait kesejahteraan tenaga kerja lokal di Indonesia. Karena kebijakan pemerintah sekarang dinilai tidak memihak pekerja lokal, namun dirasa longgar dan memihak pada tenaga kerja asing.
"Jangan hanya membuat Permen yang no.16 tadi (Permenaker no. 16 thn 2015). Harusnya gak boleh tenaga kerja yang Unskill masuk, jangan karena kita butuh Investasi, tenaga kerja unskill masuk," tegas Said Iqbal, yang merasa kecewa walau sudah mengikuti pertemuan di kantor Kemenkopolhukam siang tadi bersama para perwakilan federasi buruh.
Iqbal merasa masih sekitar 60 persen penduduk kita memiliki kemampuan dan skill untuk pekerjaan seperti itu, dan Intinya perwakilan buruh mengajukan permohonan agar pemerintah menjalankan semua Undang-Undang (UU) terkait kesejahteraan tenaga kerja lokal di Indonesia, karena kebijakan pemerintah sekarang dinilai tidak memihak pekerja lokal.
Seperti adanya Permenaker No 16 Tahun 2015, tentang tidak diwajibkan tenaga kerja asing, menggunakan bahasa Indonesia.
Said Iqbal, menerangkan sebaiknya pemerintah menjalankan UU No 13 Tahun 2003, dan mengimplestasikannya. Intinya kata Iqbal, pekerja asing harus didampingi oleh pekerja lokal. Perlu alih pengetahuan (transfer knowledge) dan job (alih kemampuan/skill) dalam jangka waktu tertentu, namun faktanya selama ini tenaga kerja masuk begitu saja.
"Bahkan kewajiban bahasa Indonesia saja dihapuskan. Selain itu masuknya ke Indonesia tenaga kerja Unskill (tidak memiliki kemampuan)," tambah Said Iqbal, mencontohkan seperti yang sudah terjadi di beberapa daerah, seperti di Manokwari (Papua), Bayah (Banten), Buleleng (Bali), Batam.
"Kita akan terus melawan, jika tenaga kerja Indonesia terancam," tegasnya.
"Kita akan lihat setelah implementasi dilaksanakan. Karena hasil konferensi ini baru penjelasan. Kalau ditanya kepuasan, pertemuan yang berlangsung tidak memuaskan. Karena mereka hanya menempatkan pembicaraan di posisi masing-masing," ungkapnya.
Sementara itu, Mudofir sebagai Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) mengatakan, "Yah ada beberapa hal yang positif hasil pertemuan dan nanti akan kami diskusikan dan issue-issue lain akan ditindaklanjuti. Kondisi ekonomi yang dipaparkan oleh pak luhut. tentunya kami memahami itu," katanya, menceritakan apa yang mereka bicarakan selama 3 jam saat pertemuan di kantor Kemenkopolhukan berasama Menkopolhukan Luhut Panjaitan, yang didampingi dengan dua anggota Kabinet Kerja Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri dan Menteri Kesehatan, Nina Moeloek, serta Letjen Agus Sutomo Pangdam Jaya, Irjen Pol Tito Karnavian Kapolda Metro Jaya serta bersama perwakilan Federasi/elemen buruh Jakarta. Selasa (1/9).
"Tersendatnya ekonomi, menyangkut untuk sementara kita bertiga, jika nanti ada tambahan. Untuk sementara 3 konfederasi." jelas Mudofir.
Karena dari pertemuan ini belum menemui kesepakatan, masih menunggu proses arah perbaikan ekonomi. Ini tentunya untuk membantu masalah buruh.
"Kan ini baru awal, ada beberapa perbedaan tafsiran, pendapat saya rasa wajar. Sementara di dalam hanya membahas PHK saja. Aada beberapa hal untuk diskusi nanti akan ditindaklanjuti," tutup Mudofir.(bh/mnd) |