JAKARTA, Berita HUKUM - Sejumlah aktivis dari Indonesia Corruption Watch (ICW) ramai-ramai menggeruduk gedung Kementerian Agama di area Lapangan Banteng. Aksi unjuk rasa damai ini dilakukan tidak lain menyoroti carut marutnya penyelenggaraan ibadah haji yang berindikasi adanya korupsi.
Berdasarkan kajian dari Komisi Pemberantasan Korupsi, ada inefisiensi dari penyenggaraan haji mencapai Rp 36 triliun, kata Koordinator Divisi Monitoring dan Analisa Anggaran ICW, Firdaus Ilyas di Kantor Kemenag, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (2/11).
Dalam melaksanakan aksinya, puluhan aktivis ICW ini kompak mengenakan baju ihram. Turut serta dalam unjuk rasa, Koordinator Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti dan Lingkar Studi Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI).
Menurut Firdaus, sudah sejak tahun 2009, pihaknya (ICW-red) memang menelisik laporan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji.
"Namun, laporan itu tidak ditindaklanjuti oleh KPK melalui bidang pencegahan. Atas laporan ICW itu, KPK malah melakukan kajian yang hasilnya, dalam bentuk rekomendasi harus dijalankan oleh Kementerian Agama," ujarnya.
Padahal, kata peneliti ICW, Ade Irawan, korupsi penyelenggaraan haji diduga melibatkan pimpinan Kementerian Agama maupun DPR, ujarnya.
Ade sendiri tidak menjelaskan lebih detail mengenai keterlibatan menteri dan DPR yang ia maksud. Namun, dikatakannya, berdasarkan laporan tahun 2010 ke KPK, ICW melaporkan ke KPK adanya dugaan penyalahgunaan biaya penyelenggaraan haji oleh Kementerian Agama dan DPR.
ICW menemukan adanya kenaikan ongkos haji yang tidak masuk akal, yaitu dari 3.844 dolar AS menjadi 4.043 dolar AS.
Terkait hal tersebut, Ade mengatakan pihaknya berharap KPK lebih serius menangani dugaan korupsi haji yang diduga melibatkan menteri.
Bentuk korupsi yang disoroti juga oleh para aktivis ini terkait keberangkatan rombongan VIP bersama Menag pada 17 Oktober lalu.
Selain bertentangan dengan nilai agama, perbuatan Menag memotong antrian itu secara langsung menyakiti dan merugikan calon jamaah, tandas Ray Rangkuti.
Tempat yang selama ini diperebutkan ribuan orang, kata Ray, justru ditempati rombongan keluarga, sahabat, dan kolega Suryadharma Ali.
Ray juga menyesalkan, hingga kini belum ada penjelasan resmi Kemenag terkait sumber keuangan untuk membiayai rombongan menteri tersebut.
Firdaus Ilyas kembali menyoroti fenomena ini sebagai pengulangan kebiasaan Menag sebelumnya. Yakni, selalu memberi jatah politisi maupun tokoh agama untuk berhaji gratis.
Agar tidak terulang kembali, para aktivis antikorupsi ini meminta Menag meminta maaf secara terbuka pada calon jamaah haji yang antriannya diserobot. Ditambah pula penjelasan tentang sumber pendanaan rombongan.
Kemenag harus membuka laporan keuangan mengenai total setoran awal calon jamaah reguler dan khusus per bank penerima setoran dan total dana jasa optimasi setoran awal, kata Firdaus dengan tegas.
Mereka pun mendesak Kemenag membuka akses laporan keuangan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) serta laporan realisasinya. Upaya transparansi ini, kata Firdaus, agar penyelenggaraan ibadah haji tidak dimonopoli Kemenag.
"Kami mengusulkan pembentukan badan khusus yang lebih independen. Kami juga minta KPK untuk segera menindaklanjuti laporan terkait korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji oleh Kemenag," tandasnya.(rm/ipb/bhc/opn) |