JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang lanjutan terdakwa Siti Hartati Murdaya terkait suap terhadap Bupati Buol, Amran Batalipu digelar kembali di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (13/12). Adapun agenda sidang kali ini menghadirkan tiga saksi yakni mantan Bupati Buol, Amran Batalipu, Yani Anshor, dan Gondo Sudjono.
Amran Batalipu dalam kesaksiannya mengatakan, memang meminta uang senilai Rp 3 miliar pada Hartati Murdaya. Pada tanggal 11 Juni, ada pembicaraan masalah Pilkada Buol dengan Hartati, Ari, dan Totok di salah satu hotel. "Tapi kemudian ibu Hartati ketemu tamu dari luar negeri, jadi saya ketemu dengan Pak Toto dan Pak Ari saja. Tanggapan Totok, karena ibu sudah setuju untuk bantuan Pilkada, dia bilang nanti kita tindak lanjuti lagi," kata Amran Batalipu.
Amran mengatakan tidak pernah membuat surat rekomendasi. Hanya saja ia pernah membuat surat minta arahan pada Gubernur setempat. Alasannya, karena Gubernur adalah kepanjangan pemerintah pusat. Selain itu, Amran juga menyurati badan pertanahan.
"Saya minta petunjuk, karena 1994 ibu Hartati sudah mendapatkan surat rekomendasi dari pusat. Isi surat itu mengenai permasahan PT HIV, tapi sekarang tidak dibalas sampai ada penanggkapan KPK," tambahnya.
"Saya pernah komunikasi melalui telepon pada ibu Hartati, tapi saya bicara dengan Pak Arim. Saya bilang, tolong sampaikan pada ibu minta bantuan Pilkada Rp 3 miliar. Nah grand hyatt itu saya sampai langsung ke ibu Hartati. Ibu (Hartati) sampaikan pada saya. Ada kata barter, beliau pernah bilang barter, tapi saya tidak tahu maksudnya barter itu apa," jelasnya.
Lalau ketua Mejelis Hakim menanyakan, kenapa harus meminta bantuan pada Hartati, kenapa tidak pada pengusaha lain?, "Karena ibu Hartati salah satu dermawan, beliau investasi ke daerah-daerah," jawab Amran.
Yani Anshor, saksi lainnya menerangkan, ia mengaku yang membuat surat rekomendasi itu. Isi BPN mohon arahan pada permasalahan yang ada di PT HIV.
Sementara, Gondo Sudjono merinci proses pencairan dana sebasar Rp 2 Miliar. Prosesnya dimulai 21 Juni itu karena permintaan Pak Totok. "Totok bilang siapkan uang Rp 2 miliar untuk Amran. Uang 2 miliar pecah-pecah, Rp 500 juta ke rekening, dan 500 juta ke Pak Dede, kemudian ada lagi 250 juta ke Benhard. Kemudian saya bawa lagi 250 juta, pak Dede 250 juta, katanya.
Uang itu diserahkan pada Amran, tapi ditaruh didua kardus air mineral. "Pak Anshori telepon Pak Amran, yang menyerahkan saya dan Pak Anshori. Dimasukkan dalam 2 kardus air minum. Yang saya tahu, uang itu untuk Pilkada," kata Gondo.
Akhirnya, Hakim Gus Rizal menunda persidangan, selanjutya akan digelar kembali pada Senin (17/12) dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi.(bhc/put) |