JAKARTA, Berita HUKUM - Anas Urbaningrum dalam wawancara di program Primetime News Metro TV, Jakarta, Rabu (27/2) mengatakan dirinya tidak pernah menutup diri terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dan Perihal ia berhenti dari Ketua Umum Partai Demokrat dan tidak terlebih dahulu menemui SBY selaku Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat, ia mengungkapkan lebih cepat lebih baik.
"Saya belum (ada komunikasi dengan SBY). Keputusan saya untuk berhenti berdasarkan istikharah, karena lebih cepat lebaih baik," ujarnya.
Selain itu, Anas yang saat itu mengenakan baju kemeja hitam lengan panjang dengan pasangan sarung dibawahnya mengatakan, ia berharap kasus yang membelitnya benar-benar melalui proses penegakan hukum yang murni, dan bukan karena desakan dari berbagai pihak dan elemen masyarakat.
"Harapan bahwa prosesnya betul proses-proses penegakkan hukum murni, dan jangan ada desekan dari berbagi pihak," tuturnya.
Sementara itu belakangan muncul kabar yang menyebut Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas turut menikmati aliran dana Hambalang. Ibas sendiri sudah membantah mengetahui apalagi menerima uang terkait Hambalang. Namun, apakah ini merupakan kelanjutan lembaran seperti apa yang Anas ungkapkan?
"Saya tidak tahu apa ada pihak lain yang terlibat. Saya sendiri yakin betul tidak terlibat kasus Hambalang. Biarkan KPK bekerja untuk mengetahui apakah ada pihak lain yang terlibat," kata Anas.
"Seperti saya bilang, saya pelajari lebih lanjut apa sebetulnya peristiwa yang disebut sebagai kasus Hambalang," tambahnya.
Namun setelah ditetapkan sebagai sebagai tersangka, Anas Urbaningrum seolah mengarahkan tuduhan terhadap dirinya ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini terlihat dari pernyataannya yang menyebut dirinya sudah mengetahui akan menjadi tersangka dan juga menyebut adanya desakan ke Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memperjelas status Anas. Sebelumnya, Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sempat meminta KPK memperjelas status Ketua Umum Demokrat.
"Itu keyakinan saya berdasarkan informasi dan rumusan kalimat yang keluar (dari pidato Presiden SBY)," jelas Anas dalam wawancara di program Primetime News Metro TV, Jakarta, Rabu (27/2).
Sementara itu mundur jauh tiga tahun ke belakang, saat Demokrat menggelar Kongres di Bandung, Anas Urbaningrum sempat mengatakan dirinya bak bayi yang tidak dikehendaki. Padahal ketika itu, Anas terpilih menjadi Ketua Umum Demokrat. Lantas, mengapa Anas tidak dikehendaki Demokrat?
"Saya tidak tahu persisnya. Saya sendiri masih mau mencari tahu kenapa saya tidak dikehendaki," ucapnya.
Anas mengatakan semua ini merupakan dinamika politik. Setelah sudah tidak lagi menjabat Ketua Umum, Anas berharap Demokrat tumbuh menjadi partai bersih dan santun. Hal ini sedikit bertentangan pada konferensi pers pengunduran dirinya. Ketika itu ia sempat mengucap Demokrat akan menghadapi ujian menjadi partai santu atau partai sadis. Ada kesadisan di tubuh demokrat?
"Kalau tusuk menusuk itu bukan hal yang menjelaskan politik santun. Apa yang saya rasakan ini tidak bisa semuanya dijelaskan," tegas Anas.
"Saya korban sadisme? Untuk menjawab itu, akan semakin jelas dalam perjalanan ke depan," kata Anas.
Sedangkan, terkait dengan peryataan Anas Urbaningrum tentang 'lembaran baru', akhirnya mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu angkat bicara. Anas menegaskan, dirinya tidak akan jadi juru fitnah.
"Saya itu bukan pemegang kasus. Karena itu jangan pernah berharap saya menjadi pengungkap kasus, tetapi saya akan berjalan dari hari ke hari ibaratnya lembaran-lembaran hidup. Saya tidak akan jadi juru fitnah," kata Anas dalam Primetime News, Metro TV, Jakarta, Rabu (27/2).
Ia menjelaskan, di dalam hidup itu harus mempunyai makna dan tidak boleh mengalir begitu saja.
"Di dalam perjalan atau episode baru tentu harus mempunyai makna, tidak boleh mengalir begitu saja, harus ada makna yang saya harapkan. Saya bukan tipe pembuka kasus atau melakukan sesuatu yang tidakada maknanya," tuturnya.
Serta, Anas Urbaningrum juga mengaku dirinya tidak terlibat dengan kasus Hambalang, termasuk menerima mobil Harrier untuk kasus tersebut. Ia mengatakan, biar nanti kasus tersebut akan terungkap di dalam persidangan.
"Kalau Harrier itu saya terima dan mulai saya pakai sejak 12 September 2009. Saya dilantik menjadi anggota DPR tanggal 1 Oktober 2009. Tentu nanti proses persidangan," kata Anas dalam Primetime News, Metro TV, Jakarta, (27/2).
Ia juga menegaskan, untuk membayar uang muka cicilan mobil Harrier tersebut menggunakan uangnya sendiri. Hanya saja, ia tidak mempunyai bukti kwitansinya.
"Dibeli. DP-nya dengan uang saya, DP-nya Rp 200 juta. Kelemahan saya, bahwa DP itu tidak ada tanda terimanya, karena proses pertemanan (dengan Nazarudin), kemudian ada cicilan. Karena sesuatu hal, Harrier itu dijual pada Juli 2010, hasilnya sepenuhnya diserahkan ke Nazarudin," jelas mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu.
"Saya tidak tahu (dari dana Hambalang). Karena memang saya minta ditalangkan dengan status pinjaman, saya yang tahu dikaitkan dengan Hambalang itu tidak relevan. Karena dari sejarah, faktanya tanggal 12 September itu masih Kabinet Indonesia Bersatu, Menporanya masih Pak Adiyaksa Daud, dari segi waktu itu," tambahnya.
Dan saat ditanya, "Satu Rupiah saja Anas korupsi, gantung Anas di Monas!", Itulah kira-kira ucapan yang dilontarkan Anas di masa lalu saat dirinya terus dikait-kaitkan dengan kasus megaproyek Hambalang. Kini, saat Anas sudah benar-benar ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, apakah Anas masih berkomitmen terhadap ucapannya?
"Saya ingat dong, sangat ingat," tegas Anas lagi.
"Itu statement yang menegaskan keyakinan saya bahwa Anas tidak ada urusan dengan Hambalang. Satu Rupiah pun. Yakin," tambahnya.
Anas mengatakan ucapannya itu didasarkan atas ajaran orangtua di masa lalu. Ketika itu, Anas kecil diajarkan untuk selalu berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara. "Ajarannya begitu, menurut saya masih relevan dan akan terus relevan," kata Anas.
Sementara itu setelah menjadi tersangka, Anas banyak menghabiskan waktu di rumah. Sejumlah pihak berdatangan, mulai dari masyarakat biasa hingga ke berbagai tokoh negara. Sebagian pihak menilai Anas sedang menggalang kekuatan. Benarkah demikian?
"Anas tidak punya kekuatan kok disebut menggalang kekuatan. Anas di rumah saja, ngopi, cerita-cerita, itu hal lumrah. Banyak teman yang telepon dan SMS belum bisa jenguk karena banyak kamera. Takut kedatangannya disalahartikan, lebih banyak yang begitu."
"Tolong dibedakan lah. Itu (kedatangan teman) kamar berbeda. Itu kamar persahabatan, berbeda dengan penegakan hukum.(bhc/opn) |