JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengingatkan agar jangan sampai vaksinasi booster yang direncanakan akan mulai diberikan pada 12 Januari 2022 mendatang membuat fokus target 70 persen vaksin dosis kedua Covid-19 terabaikan. Sebab, menurut data Kementerian Kesehatan per Senin (3/1/2022), vaksinasi nasional dosis pertama mencapai 79,87 persen dan dosis kedua baru mencapai 54,88 persen.
"Rencana vaksin booster jangan sampai melalaikan fokus pencapaian vaksinasi nasional. Dosis kedua baru 54,88 persen dari target 70 persen. Artinya prioritas utama belum selesai," kata Mufida, sapaan akrabnya, kepada media, Rabu (5/1). Selain itu, Mufida juga mengatakan bahwa kebutuhan vaksin booster harus dikaji lebih seksama, termasuk soal kelompok sasaran spesifik yang membutuhkannya.
"Harus dikaji betul seberapa besar kebutuhan booster. Karena sebagian epidemiolog mensinyalir Indonesia sudah mencapai herd immunity yang di antaranya berasal dari kekebalan yang muncul dari dalam tubuh para penyintas Covid-19. Jumlah penyintas Covid-19 ini diyakini cukup banyak di luar data resmi yang dilansir pemerintah," imbuh politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Lebih lanjut, Mufida mengimbau pemerintah agar tidak menjadikan vaksin booster sebagai ajang bisnis. Untuk itu, Mufida menyarankan jika memang bisa, semua vaksin booster diberikan secara gratis. "Pemerintah jangan berbisnis dengan rakyat. Kalau memang harus dilakukan booster vaksin, maka sedapat mungkin digratiskan bagi rakyat terutama menengah ke bawah," ujarnya.
Selain itu, Mufida juga mengingatkan agar data vaksinasi nasional benar-benar di-update dengan tepat. Permasalahan joki vaksin, data cakupan vaksinasi antar daerah yang kurang tepat, dan pemberian vaksin booster kepada orang yang bukan prioritas harus diperbaiki dan jangan sampai terulang kembali.
Terakhir, Mufida meminta agar pengembangan vaksin di dalam negeri lebih dioptimalkan. Seperti pengembangan vaksin Merah Putih yang baru menuju uji klinis fase satu pada awal Februari 2022 harus dipercepat agar bisa digunakan sebagai booster. Sehingga nantinya vaksinasi booster tidak lagi bergantung pada vaksin impor.
"Perlu ada intervensi untuk mempercepat produksi vaksin Merah Putih agar tidak bergantung dengan vaksin booster impor. Terlebih ada peleburan Lembaga Eijkman yang dikhawatirkan semakin mengulur waktu produksi vaksin merah putih," tutup legislator dapil DKI Jakarta I ini.(bia,rnm/sf/DPR/bh/sya) |