JAKARTA, Berita HUKUM - Rencana pembentukan holding atau Holdingisasi untuk beberapa sektor pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero) menurut Aria Bima, Anggota DPR RI Komisi VI dari PDI Perjuangan bahwa, "Ada baiknya ditunda terlebih dahulu, dan dilakukan setelah ada perubahan Revisi UU BUMN, supaya ada payung hukum yang tetap," ungkapnya, pada awak media, saat diwawancarai usai acara seminar nasional bertajuk,"Arah Revisi Undang-undang BUMN dalam Memperkuat Perekonomian Nasional" yang digelar oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI) di bilangan kawasan jalan Sudirman. Jakarta, Selasa (23/8) kemarin.
Kondisinya, menurut Aria, kalau selama ini antar-BUMN kerap terjadi saling bersaing lantaran memiliki anak usaha yang bergerak di berbagai sektor. Dan patut disadari kalau BUMN membuat anak usaha yang tidak terkoneksi dengan induk usaha dari perusahaan BUMN. Adapun rencana holding untuk 6 sektor BUMN, sektor migas, tambang, keuangan, jalan tol, perumahan, konstruksi serta rekayasa konstruksi.
Selaku inisiator skema Holdingisasi BUMN, Kementerian Badan Usaha Milik Negara diminta untuk menunda dahulu. "Nah, kalau nantinya draf RUU BUMN sudah masuk Prolegnas, sejauh ini sudah dalam bentuk draft yang diserahkan nantinya akan sinkronisasi dalam Badan Legislasi (Baleg). Hingga pada masa persidangan selanjutnya dapat diputuskan sebagai RUU inisiatif DPR dan segera dilakukan pembahasan," ujar anggota DPR RI dari wakil Daerah Pemilihan Jawa Tengah V (Kota Surakarta (Solo), Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten) itu menyampaikan.
Aria mengatakan perlunya beberapa poin yang mesti menjadi perhatian dalam revisi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, sebagai pijakan yuridis atau 'payung hukum' formalnya, sekarang sebagai bentuk penterjemahan amanat konstitusi baik dari aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis.
Hal-hal yang menyangkut perintah konstitusi juga harus masuk, dimana yang harus mengilham pasal-pasal dalam UU BUMN yang baru, lewat pemerintah dan UU BUMN baru. "Bukan hanya terukur dalam aspek permodalan saja, namun juga tugas konstitusional yang dilaksanakan oleh Pemerintah lewat perintah UU BUMN," ungkap Aria.
"Rencana Pemerintah untuk Holdingisasi atau membuat super holding BUMN perlu ditunda terlebih dahulu, dan dilakukan setelah ada perubahan UU BUMN, supaya ada payung hukum yang tetap," ujarnya, menyarankan.
"Yang mudah-mudahan, lebih mengatur dimana terutama menyangkut Sumber Daya Alam (SDA), hajat hidup orang banyak. Itu yang harus diperhatikan, nanti kan bakalan terjadi monopoli," cetusnya.
Sejatinya, Pemerintah mesti memiliki ruang untuk memenuhi hajat hidup masyarakat sebagai implementasi kewajiban negara terhadap kesejahteraan rakyatnya sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 45 bahwa, salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum. Seperti termaktub dalam Pembukaan dan ketentuan di dalam pasal 33 UUD 45 itu merupakan legitimasi dalam keberadaan berbagai perusahaan dimiliki negara yang kemudian dikenal dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Soalnya, kalau monopoli harus ada yang memberikan 'payung hukum untuk memperbolehkan. Dimana negara hadir, karena itu menyangkut hayat hidup orang banyak, kalau tidak langsung akumulasi pasar dimana dikuasai lebih dari 50% sesuai dengan UU monopoli," pungkasnya.(bh/mnd) |