Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Pidana    

Arsyad Akui Bertemu Masyhuri dan Andi Nurpati
Thursday 17 Nov 2011 23:38:30
 

Arsyad Sanudi (Foto: Ist)
 
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang perkara dugaan pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK), dengan terdakwa Mashyuri Hasan. Sejumlah saksi dihadirkan penuntut umum untuk dimintai keterangan.

Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsyad Sanusi mendapat kesempatan pertama diperiksa keterangannya. Selain mengakui pernah bertemu dengan terdakwa Masyhuri Hasan di rumahnya, Arsyad tidak menolak dikatakan pernah politisi Partai Demokrat Andi Nurpati. Mantan anggota KPU itu bertemu dengannya di ruang kerjanya saat perayaan ulang tahun MK pada 13 Agustrus 2009.

Saat itu Andi, menurutnya, hanya meminta izin untuk menumpang salat. Arsyad mengakui bahwa dirinya juga memang sempat berbincang-bincang dengan Andi Nurpati. "Pembicaraan saya dengan Andi hanya basa-basi. Dia itu teman saya, karena sama-sama dari Bugis, Makassar. Wajar sebagai pejabat mempersilakan masuk, apalagi mau numpang salat," tegas Arsyad.

Arsyad tampak tidak suka, ketika penuntut umum menanyakan kedekatan dengan Andi Nurpati. Sekali lagi ia menyatakan hanya sesama satu daerah. Menurut Arsyad, pertemuan dirinya dengan Masyhuri dan Andi Nurpati itu, sama sekali tak ada kaitan dengan surat Nomor 112/PAN.MK/2009 tertanggal 14 Agustus 2009 berisi tentang penjelasan yang tidak sesuai dengan putusan MK Nomor 84/PHPU.C/VII/2009 tentang perselisihan pemilu DPR RI di Dapil Sulsel I.

Dalam sidang yang diketuai majelis hakim Herdi Agusten ini, Arsyad terlihat kesal dengan pertanyaan para hakim yang terus mencecarnya soal surat putusan MK serta kedekatannya dengan Andi Nurpati. Tapi berlaki-kali pula, Arsyad menyatakan tidak mengetahui bahwa surat itu palsu dan tidak ada pembicaraan istimewa antara dirinya dengan Andi Nurpati. "Saya tidak tahu, karena saya tidak pernah saya lihat surat KPU itu,” jelas dia.

Arsyad juga mengakui pernah bertemu dengan dirinya, di kediamannya pada tanggal 14 Agustus 2009. Sempat makan bersama dengan Hasan. "Saya makan sama beliau. Setelah itu, saya nonton di ruang tv dan beliau menghampiri saya dan menanyakan kasus Dapil Sulsel (putusan MK sengketa kepemilikan kursi Dapil Sulsel). Singkatnya, saya tanya kenapa dipertanyakan, kata dia, dirinya disuruh Zaenal (Panitera MK, Zaenal Arifin Hoesin). Saya heran dan curiga," imbuh Arsyad.

Bantah Kesaksian
Namun, setelah Arsyad bersaksi, Mashyuri Hasan yang diberikan kesempatan hakim ketua Herdi Agusten untuk menanggapi kesaksian tersebut, terdakwa langsung membantah bahwa ia pernah datang ke rumah Arsyad pada 14 Agustus 2009.

Menurutnya pada hari itu, ia berada di gedung MK hingga pukul 22.15 WIB. "Berdasarkan absensi saya, saya pulang pukul 22.15. Sedangkan menurut keterangan saksi, saya ke rumahnya setelah maghrib (sekitar pukul 19.00 WIB). Itu tidak benar majelis," kata terdakwa Masyhuri. Hakim ketua Herdi Agusten meminta panitera mencatat keberatan Masyhuri itu.

Dalam dakwaan Mashyuri diketahui, Andi Nurpati yang kini menjadi seorang petinggi Partai Demokrat pernah menerima dua surat dari MK yang merupakan jawaban atas permintaan penjelasan KPU terkait sengketa kepemilikan kursi Daerah Pemilihan (Dapil) I Sulawesi Selatan (Sulsel).

Surat pertama diterima Andi, pada tanggal 14 Agustus 2009 dan difax Mashyuri Hasan. Setelah itu, Andi Nurpati menerima surat lainnya dalam substansi yang sama pada tanggal 17 Agustus 2009. Surat diantar langsung oleh Mahsyuri Hasan, dan seorang rekannya di MK ke Andi di gedung Jak TV.

Dikemudian hari, surat tertanggal 14 Agustus 2009 itu diketahui merupakan surat palsu, karena kendati ditandatangani Panitera MK saat itu Zaenal Arifin Hoesin dan berstempel resmi MK, substansi isi surat tak sesuai dengan putusan MK terkait sengketa kepemilikan kursi Dapil Sulsel I.

MK menilai surat yang asli adalah yang dikirimkan pada tanggal 17 Agustus 2009. Hal itu diketahui MK, setelah KPU melalui rapat plenonya yang diketuai Andi Nurpati telah menetapkan Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura sebagai pihak yang berhak kursi DPR dari Dapil Sulsel I. Seharusnya yang berhak untuk kursi tersebut berdasarkan putusan MK dalam sengketa kepemilikan kursi Dapil I Sulsel, adalah Mestariani Habie dari Partai Gerindra.

Namun, Andi saat memimpin rapat pleno penetapan Dewi Yasin Limpo itu, menggunakan surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus 2009. Padaha, ia juga sudah mengantongi surat MK tertanggal 17 Agustus 2011. Atas hal tersebut, Andi mengaku kesalahannya kepada Abdul Hafiz. KPU pun harus menggelar rapat pleno untuk merevisi hasil rapat pleno dan menetapkan Mestariani Habie sebagai pemilik yang sah.(dbs/wmr)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

 

ads2

  Berita Terkini
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu

Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur

Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket

Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2