JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Keinginan pimpinan DPR untuk melibatkan KPK dan BPK dalam rapat-rapat Banggar diduga sebagai upaya untuk menjerumuskan kedua lembaga tersebut dalam kepentingan politik. Seharusnya, DPR melakukan pembenahan mekanisme anggaran.
Pembenahan tersebut dapat dilakukan dengan tidak memberikan anggaran yang besar terhadap kementerian yang bermasalah. Demikian kata peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam di Jakarta, Minggu (18/9).
Menurut dia, jika menteri dalam menyampaikan dokumen ke DPR tidak memberikan informasi yang jelas, berarti tidak bisa dibahas dan lebih baik dihentikan. “DPR bisa memberikan sanksi dengan menghentikan pembahasan anggaran atau anggaran kementerian itu dikurangi," jelasnya.
Roy memberikan contoh rapat kerja antara Komisi IX DPR dengan Kemenakertrans beberapa waktu lalu. Menakertrans Muhaimin Iskandar tidak menghadiri undangan tersebut. Padahal, Menteri seharusnya bertanggungjawab dalam keuangan di kementeriannya.
"Yang disampaikan oleh kementerian hanya selembar kertas. Apa yang mau dibahas? Tapi pimpinan rapat menganggap seolah ini bukan masalah. Bagaimana rakyat bisa tahu turunan anggaran itu untuk apa. Padahal UU Keuagan Negara mewajibkan setiap kementerian menyusun anggaran secara rinci,” tutur Roy.
Meragukan
Sementara itu, Koordinator Invetigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi merasa yakin bahwa mafia anggaran yang beredar dalam Banggar tak hanya melibatkan satu orang anggota. "Tidak mungkin hanya satu orang. Saya yakin pasti semua anggota Banggar itu bisa dibilang ikut bermain,” kata dia.
Uchok membeberkan, mafia di Banggar ini sebenarnya secara kasat mata dapat dilihat. Ia pun mengaku memiliki daftar nama anggota Banggar yang diduga kuat menjadi mafia anggaran. Pemainnya sendiri terdiri atas tiga pihak, yakni di Kementerian terkait, di Kementerian Keuangan, dan di Banggar. Permainan anggaran ini, juga melibatkan sejumlah calo.
Uchok memberi contoh kasus suap Kemenakertrans. Menurutnya, calo yang bermain di Kemeakertrans adalah Ali Mudhori, di Kemenkeu adalah Sindu Malik, dan di tingkat Banggar adalah Acos.
Setiap anggota Banggar, katanya, berusaha menggolkan misi anggaran yang berbeda yang merupakan usulan dari daerah. Pasalnya, anggota Banggar akan kecipratan pula dana itu bila berhasil menyalurkannya. "Rata-rata mereka dapat 5%-7% dari dana ke daerah," ungkapnya.
Uchok juga mencurigai adanya upaya pengalihan isu dengan memberkan 21 transaksi mencurigakan milik seorang anggota Banggar DPR. Hal ini sudah jelas untuk menyudutkan satu pihak dan menutup kasus yang lebih besar yang akan membayakan semua partai yang ikut bermain. "Sangat mungkin ini dipolitisasi pimpinan dewan," selorohnya.
Seperti diketahui, Wakil Ketua DPR Pramono Anung dan Priyo Budi Santoso di gedung DPR, Jumat (16/8) lalu, sempat mengungkapkan adanya 21 transaksi keuangan mencurigakan dari anggota Banggar. Data itu sendiri diklaimnya berasal dari Ketua PPATK Yunus Husin dalam surat rahasianya. Anehnya, sasaran tembak mereka adalah seorang anggota Banggar yang akan membongkar kebobokan atas permainan mafia anggaran dalam badan kelengkapan DPR tersebut.(mic/irw/bie)
|