JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Wajah Menteri Riset dan Teknologi (Ristek), Prof. Gusti Muhammad Hatta terlihat sumringah. Pasalnya ia menerima 295 hasil penelitian yang telah diseleksi melalui program insentif riset kompetitif dan insentif riset strategis selang 2011 lalu.
“Sejumlah hasil ini membuktikan bahwa para periset kita memiliki potensi dan keunggulan yang dahsyat jika didukung penuh. Pemerintah telah memberi jalan, akademisi melalui penelitian. Kini pihak Industri harus disambungkan. Saat ini pekerjaan rumah sekarang adalah mengundang dan mengenalkannya kepada sejumlah industri,” ujar Gusti di Kantor Kementrian Ristek, Jakarta, Rabu (29/2).
Untuk itu, Gusti menyarankan produk teknologi ini, dikemas semenarik mungkin. Agar menarik para pembisnis mengunakan produk hasil para periset. “Ini kita coba rubah cara mengemasnya. Jika kelapa sawit menghasilkan minyak sayur, ya coba kita bikin agar lokasi pengolahannya juga menjadi daya tarik wisata,” ungkapnya dihadapan sejumlah wartawan.
Gusti menambahkan, bahwa hasil penelitian selain berpotensi menghasilkan uang tentunya membuka kesempatan kerja seluas-luasnya. “Pokoknya kita ajak dan yakinkan pihak industri bahwa banyak bisnis unggulan di sektor Iptek,” tambahnya.
Guna menghindari tumpang tindih, ratusan penelitian pun dibagi dalam beberapa bidang. Yaitu pangan, Kesehatan, Obat, Social Kemanusiaan, Energy, Transportasi, Informasi, Pertahanan serta Material maju. Di tahun 2010 Kementrian Ristek telah memiliki 33 hak cipta.
2011 : Dana Riset Minim Indeks Prestasi Rendah
Sementara itu, rendahnya penerapan hasil riset dan teknologi nasional dalam Industri Lokal maupun International, menjadi titik pangkal pembangunan teknologi berjalan ditempat. Selain itu minimnya dana bantuan bagi periset pun dinilai kurang. Hingga berbuntut rendahnya indeks peneliti Indonesia. Berdasarkan peringkat yang dikeluarkan World Economy Forum menempatkan peneliti Indonesia berada di posisi 46 di tahun 2012 dari 124 negara.
Seperti diketahui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 yang sekitar 1.000 triliun rupiah itu, Kementrian Ristek menerima Rp100 miliar guna kegiatan penelitian, atau sebesar 0,8% dari nilai APBN. Jauh dibandingkan dengan Jepang yang dianggarkan sebesar 3% guna peningkatan penelitian teknologinya.
”100 miliar itu harus dibagi lagi untuk 7 lembaga non kementrian dibawah Kementrian Ristek. Tapi itulah tantangan kami, agar tak menghambat kami berkarya. Dengan menghindari tumpang tindih penelitian dan terus bersosialisasi kepada industri adalah solusinya,” papar Deputi Iptek, Teguh Rahardjo.
Untuk itu Kementrian Ristek telah menjalankan sejumlah instrument kebijakan melalui Program Inovasi Nasional maupun Inovasi Daerah. “Kebijakan ini bukan penghambat, tapi sebagai keleluasaan agar pihak industri juga akademisi semakin dekat kepada Iptek,” ungkap Teguh yakin. Kini bola Iptek telah digulirkan. Pebisnis tinggal memilihnya. Karena majunya Iptek adalah cermin majunya suatu Bangsa. (bhc/biz/boy)
|