JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan komitmennya untuk menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam masa jabatan MPR periode 2019 - 2024. Bila MPR sudah memutuskan soal PPHN, maka presiden dan wakil presiden serta kepala daerah yang terpilih pada Pemilu Serentak 2024 akan mengacu pada visi misi negara ini.
"Saya memiliki komitmen bahwa hadirnya kembali PPHN ini adalah sebuah keniscayaan yang harus kita wujudkan dalam periode saya bersama-sama pimpinan MPR lainnya dari perwakilan partai politik dan DPD," kata Bambang Sosatyo dalam peluncuran buku "Cegah Negara Tanpa Arah, Restorasi Haluan Negara dalam Paradigma Pancasila, Reposisi Haluan Negara Sebagai Wadah Aspirasi Rakyat" di Media Center MPR/DPR, Lobi Nusantara III, Senayan, Jakarta, Jumat (28/5).
Sebagai pembahas buku ke-19 karya Ketua MPR ini adalah Prof Dr Arief Satria, SP, MSi (Rektor IPB dan Ketua Forum Rektor), Prof Dr Didin S. Damanhuri, SE, MS, DEA (Ketua Dewan Pakar BS Center), Dr. Andi Irmanputra Sidin, SH, MH (Advokat dan pakar hukum tata negara).
Bamsoet, sapaan Bambang Soesatyo, mengungkapkan PPHN ini adalah "pekerjaan rumah" dua masa jabatan MPR (MPR periode 2009 - 2014 dan MPR periode 2014 - 2019) yang belum terselesaikan. "Mungkin pada MPR dua periode lalu, Pimpinan MPR belum lengkap karena tidak semua partai politik terwakili sebagai pimpinan MPR. Tetapi sekarang semua partai politik dan DPD sudah terwakili dalam Pimpinan MPR sehingga komunikasi politik yang kami lakukan jauh lebih lancar," ujarnya.
Karena itu, lanjut Bamsoet, menjadi tugas MPR untuk meyakinkan partai politik dan pemerintah bahwa penting bagi bangsa Indonesia mempunyai pegangan agar mencegah negara tanpa arah. Untuk itulah Bamsoet meluncurkan buku "Cegah Negara Tanpa Arah". “Kalau nanti kita sudah memutuskan PPHN maka presiden dan kepala daerah yang akan memimpin pasca 2024 harus mengacu pada visi misi negara ini," katanya.
Bamsoet memastikan bahwa amandemen UUD NRI Tahun 1945 terkait dengan restorasi haluan negara ini tidak akan membuka kotak pandora dan menimbulkan perdebatan seperti isu perubahan periodesasi masa jabatan presiden, perubahan pemilihan presiden, MPR kembali menjadi lembaga tertinggi. Amandemen UUD NRI Tahun 1945 hanya pada pasal 3 saja.
"Hanya ada penambahan satu ayat pada pasal 3 UUD NRI Tahun 1945, dengan memasukkan kewenangan MPR untuk menyusun dan membuat PPHN. Dan, satu ayat pada pasal 23 UUD NRI Tahun 1945, dengan memasukkan kewenangan DPR untuk menolak RAPBN jika tidak sesuai dengan PPHN," jelas Bamsoet.
Amandemen terbatas UUD NRI Tahun 1945, lanjut Bamsoet, tidak akan melebar. Sebab, ketentuan pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 sudah mengatur secara ketat tentang tata cara perubahan UUD yaitu harus mengusulkan pasal yang akan diubah, ayat yang akan ditambah. "Usulan perubahan pasal dan penambahan ayat itu sudah ada dalam usulan awal yang didukung sepertiga anggota MPR. Jadi perdebatannya hanya di situ. Jika usulan disetujui maka tidak ada pembahasan lain dan tidak akan melebar kemana-mana. Hanya penambahan dua ayat di dua pasal tadi," terang Bamsoet.
Bamsoet juga menambahkan isi PPHN akan menggambarkan tentang dinamika jaman serta megatrend dunia, termasuk kemajuan teknologi, geopolitik, ekonomi dan lainnya. MPR akan menyusun PPHN dengan melibatkan semua stakeholder, seperti partai politik, pemerintah, akademisi, praktisi. "PPHN ini akan menjadi hukum negara dan bintang pengarah bagi kepemimpinan yang akan datang. PPHN ini berlaku mulai tahun 2024. Visi misi presiden dan kepala daerah pada Pemilu Serentak 2024 akan mengacu pada PPHN," ujarnya.
Dalam pembahasannya, Rektor IPB Prof Dr Arief Satria mengatakan perencanaan yang sistematis merupakan hal yang sangat penting. Dia mencontohkan perencanaan pembangunan pertanian pada masa Orde Baru yang dilakukan secara bertahap dengan membangun prasarana dan sarana hingga mencapai swasembada beras pada tahun 1984 merupakan suatu perencanan jangka panjang yang sangat matang. "Karena itu saatnya kita mempunyai dokumen direktif yang menjadi arah agar proses pembangunan bisa berlangsung dengan baik," ujarnya.
Arief Satria juga berpendapat bahwa perencanaan jangka panjang yang sifatnya mengikat kepemimpinan baik nasional maupun daerah menjadi sebuah keniscayaan. Karena itu perlu sebuah terobosan berupa produk turunan dari konstitusi yang mengamanatkan adanya PPHN. "PPHN bisa dibuat dalam Ketetapan MPR. Tap MPR adalah produk hukum di atas UU. Bola sekarang ada di tangan Ketua MPR. Kalau Ketua MPR sudah memberi lampu hijau, maka semua tinggal jalan. MPR hanya tinggal ketok palu. Maka tahun 2024 kita memiliki perencanaan jangka panjang yang terintegrasi. Saya optimistis Indonesia akan maju ketika memiliki perencanaan yang sangat matang," katanya.
Ketua Dewan Pakar BS Center Prof Dr Didin S. Damanhuri mengusulkan perlunya roadshow PPHN (buku “Cegah Negara Tanpa Arah”) ke daerah-daerah dan kampus-kampus "Karena nanti bukan hanya partai politik yang menjadi pemutus final, tapi juga perlu public opinion di pusat dan daerah," tuturnya.
Menurut Didin S Damanhuri, PPHN ini sangat penting bagi sebuah negara. Berdasarkan hasil riset ditemukan bahwa negara yang mempunyai perform adalah negara yang mempunyai perencanaan jangka panjang. Dia mencontohkan Tiongkok yang mempunyai perencanaan pembangunan 50 tahun, dan sekarang 100 tahun. "Tiongkok sekarang sudah melewati Jepang, bahkan melampaui Amerika Serikat. Secara empiris negara-negara yang mempunyai perencanaan jangka panjang adalah negara-negara yang perform (mempunyai performance unggul)," katanya.(MPR/bh/sya) |