Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Defisit
Banggar: Jangan Sampai Terlena Pelebaran Defisit Lewati 3 Persen di 2023
2021-06-11 13:52:56
 

 
JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Badan Anggaran DPR RI Hamka Baco Kady meminta pemerintah jangan sampai terlena pada pelebaran defisit melewati 3 persen sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19, khususnya pada tahun 2023.

Sebab, kata Hamka dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR RI bersama pemerintah, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (10/6), UU tersebut memperbolehkan defisit APBN terhadap PDB lebih dari 3 persen dengan syarat hanya tiga tahun. Tahun 2020, dari target 6,34 persen, realisasi defisit sebesar 6,09 persen. Adapun, tahun ini batas maksimum defisit diturunkan menjadi 5,7 persen.

"Saya menelusuri satu-persatu ini, sejauh mana (penerimaan perpajakan, red) yang bisa mendorong sedikit (pendapatan, red). Jangan sampai masa transisi di 2022 ini kita tidak bisa take off, dan kita tidak bisa masuk pada 2023. Walaupun kita sadar juga jangan sampai terlena dengan dimanjakan oleh pelebaran defisit berdasarkan amanah UU yang kita sepakati," ujar Hamka.

Diketahui, pertumbuhan perpajakan tertinggi terjadi pada tahun 2018, sebesar 13 persen, seiring tingginya harga minyak dunia dan komoditas pertambangan lainnya. Namun pada tahun 2019, pertumbuhan perpajakan mengalami perlambatan cukup tajam, yaitu 1,8 persen, atau terendah selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2020, pandemi Covid-19 menekan pertumbuhan penerimaan perpajakan yang mengalami kontraksi 16,9 persen.

"Karena itu kita perlu menyisir satu-persatu barangkali, karena (kebijakannya) maju kena mundur kena. Tapi, apapun itu kita perlu menyisir satu persatu untuk mendapatkan penerimaan pajak yang bisa membantu menerima keuangan negara," papar politisi Partai Golkar tersebut.

Ditinjau dari berbagai sektor, khususnya tersier dan sekunder, dalam periode 2016-2019, penerimaan pajak utamanya disumbang dari penerimaan PPh nonmigas (49 persen-46, 1 persen), dan PPN (32,1 persen-34,4 persen). Capaian tersebut pada 2020 mengalami penurunan khususnya di sektor PPh nonmigas, sehingga hanya berkontribusi 43,7 persen, namun tetap pada sektor PPN yang berkontribusi 35 persen.(rdn/sf/DPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
5 dari 6 Orang Terjaring OTT KPK Ditetapkan Tersangka Kasus Proyek Jalan di Sumatera Utara

Pengurus Partai Ummat Yogyakarta Buang Kartu Anggota ke Tong Sampah

Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

 

ads2

  Berita Terkini
 
5 dari 6 Orang Terjaring OTT KPK Ditetapkan Tersangka Kasus Proyek Jalan di Sumatera Utara

Psikiater Mintarsih: Masyarakat Pertanyakan Sanksi Akibat Gaduh Soal 4 Pulau

Terbukti Bersalah, Mantan Pejabat MA Zarof Ricar Divonis 16 Tahun Penjara

Alexandre Rottie Buron 8 Tahun Terpidana Kasus Pencabulan Anak Ditangkap

Pengurus Partai Ummat Yogyakarta Buang Kartu Anggota ke Tong Sampah

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2