Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
UU Ormas
Baru Sebulan Disahkan, UU Ormas Digugat PP Muhammadiyah
Sunday 13 Oct 2013 09:22:29
 

Saiful Bakhri, Ketua Tim Kuasa Hukum PP Muhammadiyah menyampaikan permohonan agar MK membatalkan sejumlah pasal dalam UU Ormas yang dianggap telah menghalangi hak konstitusional Pemohon pada sidang pendahuluan, Kamis (10/10).(Foto: mk/ganie)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah kembali mengajukan permohonan terhadap produk legislasi. Kali ini salah satu ormas tersebar di Indonesia ini mengajukan gugatan terhadap UU Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang baru disahkan bulan lalu. Dalam tuntutan setebal 20 halaman, Saiful Bakhri selaku ketua tim kuasa hukum PP Muhammadiyah menuntut agar MK membatalkan sejumlah pasal dalam UU Ormas yang dianggap telah menghalangi hak konstitusional Pemohon.

“Kami menggugat Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat 2, Pasal 33 ayat (1) dan (2), pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3) huruf a UU No 17 tentang Ormas,” urai Saiful Bakhri.

"Dalam UU ini memang ada 90 pasal, hampir 25 pasal kita 'judicial review', dan itu jantungnya. Jadi dengan pasal itu saja UU ini bisa berhenti," ujar Ketua Tim Kuasa Hukum PP Muhammadiyah Syaiful Bakhri.

Dalam alasan permohonan pengujian konstitusionalnya PP Muhammadiyah menilai sejumlah pasal tersebut bertentangan dengan paragraf keempat pembukaan UUD 1945 dikarenakan memberikan pembatasan hak asasi manusia untuk berserikat dan berkumpul.

"Muhammadiyah merasa dirugikan, karena Muhammadiyah bukan ormas lagi, tapi sudah naik pangkat, karena lahir sebelum republik ini berdiri yaitu pada 1912 pada waktu kolonial Belanda dan gerakannya demokrasi bukan ormas," kata Syaiful.

Selain itu, kata dia, Muhammadiyah dalam perannya sebagai bagian sistem sosial penguatan demokrasi akan terganggu karena harus mengikuti perubahan anggaran dasar dan lain-lain.

"Undang-undang Ormas ini menggantikan undang-undang lama tetapi jauh lebih represif. Undang-undang lama hanya 23 pasal, ini hampir 93 pasal. Krn itu kita tdk menghendaki, Muhammadiyah nanti terganggu," ucapnya.

Lebih jauh dia mengungkapkan bahwa pihaknya menginginkan seluruh Undang-undang Ormas dibatalkan, namun upaya itu hanya bisa ditempuh melalui uji formil. Sedangkan pengajuan uji formil harus disertai bukti bahwa proses penyusunan undang-undang tersebut tidak benar atau cacat.

"Bisa uji formil kalau ada bukti misalnya prosesnya cacat seperti ada pembagian uang kepada anggota dewan dan lain-lain, dan itu bisa dibatalkan MK. Sedangkan pengujian beberapa pasal yang kami lakukan ini namanya uji materiil, karena kami tidak mampu mencari data-data (bukti) untuk mengajukan uji formil," ujar dia.

Meskipun hanya mengajukan uji materiil, Syaiful menyatakan pengajuannya tetap bisa membatalkan seluruh undang-undang, sebab pasal-pasal yang digugat merupakan jantung dari undang-undang tersebut, seperti yang dikutip dari Antaranews.

Yang menjadi dasar keberatan PP Muhammadiyah adalah UU tersebut telah membatasi hak asasi manusia untuk berserikat dan berkumpul, sebagaimana yang dijamin sepenuhnya oleh UUD 1945. Pengekangan tersebut dibungkus melalui UU yang bersifat represif dan bernuansa birokratis.

Selain itu, Iwan Satriawan, salah satu anggota tim kuasa hukum menyebut, banyak keanehan yang terdapat dalam UU Ormas yang baru disahkan bulan lalu tersebut. Keanehan yang dimaksud karena adanya pertentangan dan kontradiksi yang terjadi. “Pasal-pasal ini menggunakan definisi yang absurd. Di mana ormas yang dimaksud adalah sebagai organisasi yang bersifat nirlaba, namun dalam pasal 39 UU tersebut justru memperbolehkan adanya pendirian badan usaha ormas,” tegasnya. Karena itu, dalam tuntutannya, PP Muhammadiyah meminta MK membatalkan pasal-pasal yang terdapat dalam UU Ormas.

Menanggapi tuntutan Para Pemohon, majelis hakim meminta Pemohon untuk lebih mempertegas kerugian yang telah secara nyata dirasakan oleh PP Muhammadiyah, serta menguraikan lebih spesifik pasal-pasal yang minta dibatalkan. “Terlalu banyak pasal yang minta dibatalkan, dan itu bisa berarti membatalkan keseluruhan UU. Dari 21 pasal yang dituntut, Pemohon baru menguraikan 10 pasal. Mohon agar Pemohon dapat memperjelas keseluruhan pasal akan dimohonkan,” ucap Hamdan Zoelva.

Pemohon memiliki waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya sebelum MK menjadwalkan sidang lanjutan.(jul/mh/mk/ant/bhc/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2