BEKASI (BeritaHUKUM.com) – Meski telah berhasil didamaikan pejabat Muspida Bekasi, ketegangan masih tetap mewarnai dua kubu yang bentrok di Bekasi, Jawa Barat. Puluhan aparat keamanan gabungan dari Polsektro Medan Satri dan Polrestro Kota Bekasi masih berjaga-jaga. Hal serupa juga dilakukan dua kelompok yang berseteru itu.
Hingga Rabu (21/3) siang, polisi masih terlihat disebar untuk berjaga-jaga di sejumlah titik yang dianggap rawan bentrok. Sedangkan kedua jubu tersebut, berjaga-jaga di sekitar wilayah pemukimannya sendiri. Pihak keamanan masih mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya serangan balasan dari masing-masing kelompok tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun BeritaHUKUM.com.com, perseturuan antara warga Rawa Bambu, Kali Baru, Bekasi dengan kelompok pemuda etnis Ambon yang dikenal sebagai anak buah John Refra alias John Kei ini, tak hanya terjadi pada Minggu (18/3) dan Senin (19/3) lalu. Ternyata sebelumnya juga pernah terjadi. Bahkan, sudah yang kesekian kalinya.
Namun, bentrokan pada akhir pekan lalu itu, merupakan bentrokan paling berdarah. Selain menyebabkan sejumlah korban dilarikan ke RS untuk menjalani perawatan akibat luka serius, juga menelan dua korban jiwa. Sedangkan sejumlah lainnya diamankan polisi, karena diduga terlibat dalam bentrokan berdarah itu.
Meski telah didamaikan aparat Muspida Bekasi, dari pihak warga Rawa Bambu belum merasa puas. Pasalnya, keberadaan kelompok pemuda itu masih dianggap meresahkan warga sekitar. Alasannya, anak buah John Kei itu kerap berbuat onar dan memancing keributan dengan warga. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran dan kerasahan warga tersebut.
Hal diakui tokoh masyarakat Rawa Bambu, Ustad Murhali Badar. Menurut dia, meski telah ada pertemuan perdaiman dengan kelompok pemuda Ambon yang diwakili Tito Kei yang dimediasi pejabat pemerintah setempat, warga masih belum puas. Warga tetap menghendaki kelompok itu angkat kaki dari wilayah Bekasi.
"Kalo mau menyelesaikan masalah harus ditarik dari akar permasalahannya. Ini bukanlah yang pertama kalinya bentrokan terjadi. Sebelumnya, dua bulan lalu juga pernah terjadi bentrok. Mereka kerap mengundang keresahan, karena sering berbuat onar. Kami ingin mereka (kelompok John Kei-red) itu, tidak ada lagi di daerah Bekasi,” jelas dia.
Masih Rentan
Murhali merasa kesepakatan damai itu masih rentan. Ia pun berkeyakinan bahwa untuk mencapai perdamaian harus ada pihak yang rugi. "Kalo namanya damai, memang harus ada yang merasa dirugikan. Tetapi itulah jalan satu-satunya. Warga tetap ingin mereka tak lagi berada di wilayah Bekasi. Kalau keinginan ini dipenuhi, barulah perdamaian benar-benar terwujud ," ujar dia yang berencana menemui pejabat Pemkot Bekasi untuk membicarakan tuntutan warga tersebut.
Pendapat Murhali dibenarkan tokoh pemuda Rawa Bambu, Budi. Ia pun mengakui bahwa warga sudah jengah dengan ulah anak buah John Kei tersebut. Bahkan, mereka selalu membuat resah kampung mereka. Apalagi jika sudah dalam keadaan mabuk, mereka selalu memancing keributan dengan warga sekitar.
Keributan akhir pekan lalu, imbuh dia, dapat dikatakan sebagai akumulasi dari kekesalan warga Rawa Bambu. “Bentrokan berdarah itu merupakan akumulasi masyarakat Bekasi yang kesal dengan perbuatan pemuda Ambon itu. Mereka tidak pernah belajar kultur dan adat istiadat warga Bekasi," jelas Budi.
Sementara dari John Kei belum bisa dimintai keterangan atas permasalahan tersebut. Namun, hingga hari ini, pihak kepolisian masih tetap disiagakan. Warga setempat serta kelompok pemuda etnis Ambon juga masih menjaga dengan ketat akses jalan menuju tenpat pemukimannya masing-masing. (bhc/biz)
|