JAKARTA, Berita HUKUM - Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), M. Rusdi menyampaikan bahwa bagian kebijakan paket ekonomi jilid IV dirasakan tidak pro-rakyat. Ini PP yang didesain upah minimum, berlakunya upah murah, dimana PP nomor 78 /2015 sebagaimana dimaksud pada pasal 44 tidak mengindahkan dan menggunakan acuan utama yang diatur dalam pasal 84 ayat 4 UU 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
Kami akan menyerukan kepada semua unsur serikat pekerja / buruh untuk segera membentuk komite-komite persiapan pemogokan, yang terpimpin dan terorganisir di masing masing wilayah dan kawasan industri.
"Kami akan all out melakukan serangkaian aksi pada 30 oktober adalah puncak aksinya bertahan di Istana hingga menang," kata Rusdi menjelaskan, Kamis (29/10).
Adapun, "untuk aksi dan mogok di daerah untuk melumpuhkan daerah akan dilangsungkan kisaran tanggal 2 hingga 10 November 2015 nanti." paparnya.
Pada pasal 84 ayat 13 tahun 2013 tersebut mengatur mengenai Gubernur / Bupati menetapkan upah minimum berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan berbasis survey kebutuhan hidup layak (KHL), dan angka pertumbuhan ekonomi, serta produktivitas dan tentu saja angka inflasi, karena survey KHL yang dilakukan berdasarkan survey KHL di tahun sebelumnya.
PP ini terasa sekali seperti sesuatu yang dipaksakan sekali, dimana PP ini tidak melibatkan elemen serikat buruh. Pemerintah mengundang Pimpinan Buruh 3 (tiga) hari sebelum ditentukan. "Setelah diberitahu para perwakilan buruh spontan menolak, bahkan sebelum diumumkan mayoritas semua menolak. Menteri dengan entengnya tetap menjalankan padahal unsur buruh menolak, namun tetap dipaksakan," kata Rusdi.
Semenjak tiga (3) tahun yang lalu, kaum buruh sudah menuntut penyesuaian upah dari negara sekitar, dengan melakukan perubahan item KHL baik dari sisi kualitas ataupun sisi kuantitas, dari 60 item menjadi 84 item.
Namun, menurut pandangan KSPI, bukannya merespon keinginan buruh merevisi KHL, Pemerintah malahan menghilangkan komponennya dalam formula penetapan kenaikan upah minimum. "Melalui PP no 78 ini, kenaikan upah menggunakan formula perhitungan berdasar angka pertumbuhan ekonomi dan angka inflasi saja tidak lebih 10-11 persen ( inflasi 6%, pertumbuhan ekonomi 5 %)," ujarnya lagi.
Sementara, di gedung aula Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada, Kamis (29/10), perwakilan buruh dan mahasiswa serta aktivis Komite Aksi Upah (KAU) Gerakan Buruh Indonesia menyuarakan bahwasanya akan melakukan perlawanan kepada pemerintahan Jokowi- JK, hingga membatalkan PP pengupahan tersebut.
Selanjutnya mereka juga menolak formula dan mekanisme penetapan upah minimum yang hanya berbasis dari pertumbuhan ekonomi, serta menapikan survey KHL (Kebutuhan Hidup Layak) dan akan mendesak serta mengajak para Gubernur dan Bupati / Walikota untuk melawan Jokowi, dan menetapkan kenaikan UMP / UMK sebesar 25% dari survey KHL yang benar.
"Tak luput juga berbagai bentuk kampanye perlawanan melalui parade, konvoi; Nusa tenggara barat (NTB) / Bali - Jawa, maupun kegiatan long march dengan jalan kaki dari kota Bandung menuju Jakarta akan kami lakukan," jelas M. Rusdi sebagai Sekjen KSPI.
Berbagai bentuk aksi dengan melakukan kampanye melalui; media sosial (baik facebook / FB, wassap (WA), twitter) serta melakukan Petisi Online yang juga turut dilancarkan.
Kemudian, "mogok nasional melumpuhkan kawasan Industri, pelabuhan, jalan tol, dan Bandara pada 18 hingga 20 November 2015 nanti," pungkasnya.(bh/mnd) |