JAKARTA, Berita HUKUM - Diketemukannya cabai yang telah ditanam di Indonesia oleh warga China, merupakan pukulan berat bagi negara Indonesia. Karena hal tersebut disinyalir bisa berujung pada perang ekonomi untuk menjajah Indonesia. Cabai tersebut mengandung bakteri berbahaya yang mengancam kelangsungan tanaman pangan lokal.
"Ini merupakan bentuk perang biologis yang dilancarkan negara asing kepada Indonesia," tandas Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin dalam rilis yang diterima Parle pada, Selasa (13/12).
Akmal mengatakan, Undang-undang Karantina yang saat ini dibahas DPR dengan Pemerintah, harus memuat pasal-pasal pertahanan negara yang sangat kuat. Sebab bila pertahanan karantina ini lemah, sama saja membuka peluang negara ini dihancurkan dengan mudah oleh negara lain dengan cara perang biologis yang dampak kerusakan terhadap negara sangat mengerikan.
"Aksi warga asing yang menanam cabai dengan melibatkan bakteri Erwinia Chrysanthemi merupakan bentuk tindakan "Bioterorism". Sebab jenis bakteri ini belum ada di Indonesia. Jika ini menyebar ke seluruh negeri, maka akan membawa bencana fatal, karena negara kita belum mampu mengendalikannya kecuali dengan cara pemusnahan," tegasnya.
Ia juga menyampaikan, perang ekonomi melalui perang biologis tanaman pangan saat ini meskipun samar, namun sudah mulai terlihat antara Amerika dan Eropa. Isyu transgenik sangat gamblang dilancarkan negara-negara maju dunia yang berawal pada isu kesehatan yang kemudian berdampak pada perang ekonomi. Indonesia sebagai produsen pangan yang sekaligus konsumen bibit merupakan negara yang secara langsung terdampak.
Dengan adanya cabai yang ditanam langsung di Indonesia oleh warga asing ini sudah merupakan kegiatan secara terbuka hendak menghancurkan tatanan masyarakat Indonesia melalui perang biolagis. Kronolgis kerusakan yang akan ditimbulkan adalah berawal dari musnahnya tanaman pangan lokal tanpa mengetahui bagaimana cara mengatasi.
"Sudah saatnya negara ini memperkuat komisi pengawas keanekaragaman hayati dan serius membentuk Badan Karantina Nasional yang mampu mengakses bea cukai. Segala pengamanan berlapis harus sudah mulai diterapkan. Ini merupakan peringatan keras bagi negara ini. Karantina, imigrasi dan pengawas transgenik saling sinergis berlapis mengamankan serangan biologis yang sudah mulai dilancarkan negara luar kepada Indonesia", tutup Andi Akmal Pasluddin.
Sementara, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mempertanyakan motif warga negara Cina menanam cabai di Indonesia. Apalagi, benih yang ditanam itu mengandung bakteri mematikan buat tanaman lain.
"Anehnya lagi, bibit cabai itu dibawa oleh TKA (tenaga kerja asing) dari Cina. Apa maksud mereka menanam cabai yang mengandung bakteri berbahaya di Bogor?," tanya Saleh.
Menurutnya masih banyak pertanyaan lain yang harus dijawab. Ia pun merasa baru kali ini ada kejadian seperti itu.
Ia meminta pemerintah dan pihak kepolisian menindaklanjuti temuan tersebut. Temuan ini harus ditelusuri sampai tuntas. Para pelaku dan oknum di belakangnya perlu dimintai keterangan.
Sebelumnya, benih dan tanaman cabai, bawang daun, dan sawi hijau yang dibawa dan ditanam oleh warga negara Cina dimusnahkan. Pemusnahan dua kilogram benih cabai, 5.000 batang tanaman cabai dan satu kilogram benih bawang daun dan sawi hijau dilakukan dengan cara dibakar dengan incinerator di Instalasi Karantina Hewan Kantor Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta.
Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, Antarjo Dikin menyebutkan, Kantor Imigrasi telah kecolongan atas kegiatan berbahaya tersebut.
Mengingat bibit dan tanaman itu membawa bakteri yang belum pernah ada di Indonesia dan belum bisa diberikan perlakuan apa pun terhadap tanaman yang terindikasi.(dep,mp/DPR/republika/bh/sya) |