MEDAN, Berita HUKUM - Hadi Semar M Noor harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi. Majelis hakim menjatuhkan hukuman selama tiga tahun penjara kepadanya. Pelatih karate dari Institut Karatedo Nasional (Ikanas) ini dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pencabulan anak di bawah umur yakni muridnya sendiri.
"Menyatakan terdakwa Hadi Semar M Noor terbukti scara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja dan tipu muslihat untuk melakukan perbuatan cabul kepada anak di bawah umur. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama tiga tahun, denda Rp 60 juta dan subsider tiga bulan kurungan," ujar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, Senin (26/8).
Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa menimbulkan trauma, meresahkan masyarakat dan terdakwa tidak mengakui perbuatannya selama di persidangan. Majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 82 UU RI No23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam amar putusannya, majelis hakim yang diketuai Sarpin menyatakan terdakwa melakukan pencabulan itu atas dasar kesadaran dan menyadari akan dampak perbuatannya. Majelis tidak melihat motif apapun pada korban untuk melakukan fitnah. Selama persidangan, majelis tidak menemukan alasan pemaaf dari yang dilakukan terdakwa.
Hasil visum ginekologi ditemukan luka lecet pada bibir kemaluan bagian dalam dan luka robek pada kemaluan korban adalah bukti yang sah dalam perkara ini. Semua unsur pidana dalam dakwaan jaksa terbukti. Majelis menolak seluruhnya dalil pledoi yang disampaikan terdakwa dan penasehat hukum terdakwa.
Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim, sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yunitri yakni tiga tahun denda Rp 50 juta dan subsider tiga bulan penjara.
Usai persidangan, keluarga terdakwa langsung mengamuk sembari melontarkan kata-kata tidak senonoh kepada keluarga korban. "Anaknya yang memancing-mancing suami orang. Tak ada keadilan di negara ini. Merusak rumah tangga orang saja kau," ujar keluarga terdakwa.
Riah, selaku ibu korban, menyatakan putusan itu sebenarnya terlalu ringan tidak sebanding dengan apa yang di lakukan terdakwa pada putrinya. "Saya tidak ada unsur dendam. Karena saya hanya ingin menunjukkan harga diri saya jangan di injak-injak. Tiga tahun itu memang terlalu rendah. Tapi yang penting dia divonis bersalah. Saya selalu minta sama anak saya fikirkan saja masa depan. Setiap dia ikut persidangan dia selalu muntah," ujar Riah menangis.
Berdasarkan pengakuan Riah, putrinya adalah atlet karate. "Anak saya belajar karate sejak lama dan gurunya adalah terdakwa. Dia biasanya memanggil pelaku dengan sebutan sinse. Hubungan mereka hanya antara guru dan murid tidak lebih. Saat itu, Ayu belajar karate PPLP di dekat galon Petronas Sunggal. Kemudian, atas suruhan terdakwa, Ayu pindah belajar karate di Nutricia Jalan Pondok Kelapa. Anak saya mengalami trauma. Dia juga nggak berani ikut karate lagi," ujarnya, seperti dikutip dari beritasumut.com.
Sementara, Muslim Harahap selaku Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitas Pelayanan KPAID Sumut yang selama ini mendampingi korban mengatakan langkah mereka selama dua tahun untuk mencari keadilan dalam perkara itu akhirnya terbayarkan. Sebab selama proses perkara itu di kepolisian hingga kejaksaan, perkara itu nyaris di-peti-es kan.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yunitri, kejadian itu berawal saat pelaku menyuruh Ayu datang cepat untuk latihan. Ketika Ayu datang, tempat latihan itu masih sepi. Setelah perempuan cantik itu latihan, si pelaku dengan tiba-tiba menolaknya ke dinding. Lalu pelaku menciumi leher dan pipi Ayu. Dia juga memegang payudara korban, ucap jaksa.
Namun kejadian itu terus berlanjut. Pelaku meminta Ayu agar pulang latihan dengannya. Awalnya Ayu menolak. Tapi pelaku terus memaksa agar Ayu ikut naik mobil dengannya. "Di dalam mobil, kejadian itu terulang kembali. Ayu sempat melawan dan berontak. Saat itu Ayu bilang, apa-apaan ini, udahlah sinse. Tapi pelaku menjawab udah, nggak apa-apa, cuma antara sinse dan Ayu saja yang tahu," ujar jaksa menirukan perkataan pelaku.
Akan tetapi, pelaku tidak mengantar Ayu pulang sampai tujuan, melainkan hanya sampai di Simpang V Helvetia. Saat itu betor langganan korban sudah menunggu. Sesampainya di rumah, Ayu belum berani menceritakan kejadian itu pada ibunya. Kemudian pada 31 Oktober 2011, Ayu ditelepon pelaku dan mengatakan kalau dia sudah menunggu Ayu di Simpang Gaperta. Awalnya Ayu tetap menolak, tapi pelaku memaksa untuk mengantarnya latihan di Nutricia.
"Selanjutnya, Ayu menaiki mobil Kijang Innova BK 461 NI warna silver milik pelaku. Pada saat itu hari hujan deras, namun pelaku membawa Ayu ke Hotel Sri Buena Indah Jalan Jamin Ginting. Pada saat perjalanan Ayu bertanya kepada sinse. Mau kemana lagi sinse? Pulang aja sinse, kan banyak tempat latihan di tempat lain. Tapi pelaku menjawab, udah tenang saja," urai jaksa menirukan perkataan pelaku.
Sesampainya di hotel tersebut, pelaku menyuruh Ayu latihan di dalam kamar. Setelah latihan, tiba-tiba pelaku menarik tangan Ayu dan langsung merebahkannya ke atas tempat tidur. Disanalah, pelaku melampiaskan nafsu bejatnya. "Setelah melakukan perbuatannya, pelaku meminta korban agar tak menceritakan kejadian tersebut kesiapapun.
Selanjutnya pelaku mengantar korban sampai depan perumahan pondok surya dan memberikan uang Rp50 ribu kepada korban. Namun korban menolaknya," beber jaksa.(bsc/bhc/rby) |