KENDARI, Berita HUKUM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadiri Rapat Koordinasi Pembentukan Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu Tahun 2024 serta Launching SIAKBA pada KPU RI, Kamis (20/10). Rakor yang berlangsung di Hotel Claro Kendari, Sulawesi Tenggara turut dihadiri Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana secara daring, para pimpinan KPU RI tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta para tamu undangan.
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana mengatakan korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) terutama korupsi pada sektor politik. Dampak yang ditimbulkan dari korupsi tersebut sangat luar biasa, dan menjadi penghalang pada berbagai sektor, yaitu pembangunan ekonomi, sosial politik, dan budaya bangsa.
Sambungnya, tantangan yang perlu mendapat perhatian pemangku kepentingan pemilu adalah gangguan terhadap hak pilih berupa praktik jual beli suara (vote buying), serta penyebaran misinformasi dan disinformasi yang bisa memengaruhi publik sehingga membuat keputusan yang salah pada pemilu dan pilkada.
“Tingginya praktik vote buying pada akhirnya akan berdampak negatif bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Dan beberapa penyebab dari fenomena vote buying di Indonesia adalah maraknya oknum dalam kegiatan pemilu, budaya personal, serta sistem yang kurang baik,”tutur Wawan.
Lanjutnya, salah satu faktor pemicu yang membuat vote buying adalah besarnya anggaran untuk kegiatan kampanye dalam kontestasi demokrasi. Hal ini pada akhirnya mendorong para peserta melakukan segala cara untuk menang, sehingga membuat modal politik menjadi lebih besar dari yang seharusnya.
“Karena itu, KPK berupaya mengelola risiko yang terjadi pada korupsi sektor politik, baik pada peserta pemilu maupun penyelenggara pemilu. Sebagai pilihan strategis dalam membangun politik cerdas yang berintegritas untuk parpol, berbagai rekomendasi telah KPK berikan untuk perbaikan sistem, salah satunya melalui Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) dan peningkatan dana bantuan pemerintah untuk partai politik, serta melakukan langkah konkret untuk mengedukasi Parpol tentang antikorupsi.” kata Wawan.
Menjaga integritas diri, menurut Wawan dapat dilakukan dengan menghindari konflik kepentingan yang menjadi salah satu cara pencegahan korupsi. Sebagai contoh, konflik kepentingan tersebut bisa dalam bentuk menerima gratifikasi, penggunaan aset jabatan atau instansi, informasi rahasia, akses khusus, maupun penilaian suatu objek kualifikasi.
“Selain itu, upaya pencegahan korupsi perlu terus dilakukan dengan menyulut partisipasi publik. Masyarakat menjadi salah satu faktor penentu utama keberhasilan pemberantasan korupsi, karena peningkatan partisipasi publik berbanding lurus dengan semakin cepatnya bangsa ini melenyapkan korupsi,” terang Wawan.
Menutup sambutannya, Wawan menjelaskan KPK tentunya membutuhkan kontribusi dan kolaborasi dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi khususnya pada sektor politik, dengan membangun SIPP yang sehat dan terbebas dari korupsi, serta berkomitmen untuk membangun integritas agar menghindari praktik korupsi.(KPK/bh/sya) |