JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Chandra Marta Hamzah menegakan, takkan mundur dari posisinya sebagai Wakil Ketua KPK. Bahkan, ia akan tetap bertahan hingga masa jabatatannya berakhir. Hal ini merupakan jawabannya atas komitmen untuk tetap memberantas korupsi terhadap isurencana pengunduran dirinya yang berkembang sejak awal pekan ini.
"Saya merasa tidak ada yang salah dengan saya. Nantinya saya akan memilih apa yang terbaik untuk KPK. Dan saya tidak akan bergeser sedikit pun dari keputusan itu. Ini keyakinan saya. Saya tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan kepada saya," kata Chandra dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/9).
Menurut dia, cara M Nazaruddin menyerangnya mirip yang pernah dilakukan Anggodo Widjojo terhadap dirinya pada akhir 2009 lalu. Penilaian itu disampaikan Chandra saat menanggapi derasnya tudingan Nazaruddin kepadanya. "Ingat kasus kriminaliasi (kasus Anggodo), lihat tuduhannya. Apakah ada kemiripan? Anda bisa menilainya sendiri," selorohnya.
Chandra membeberkan beberapa kemiripan yang dimaksudkannya itu. Pertama, soal rekaman CCTV (close circuit television) yang menunjukkan dirinya menerima uang. Ketika kasus Anggodo, pernah suatu kali terpidana Ari Muladi dan Anggodo mengancam akan menayangkan rekaman CCTV pertemuan di Pasar Festival. Namun, hingga kini tak kunjung terlaksana. "CCTV-nya sampai sekarang tidak ada,” tegasnya.
Untuk tudingan Nazaruddin pun demikian. Hingga kini, Nazar tak pernah mampu menunjukkan CCTV yang dimaksudnya. Kemiripan lain, berupa dokumen-dokumen kasus. "Kalau dulu Dokumen sekarang CD (Compact Disk). Perhatikan polanya," imbuhnya.
Lokalisir Kasus
Dalam kesempatan itu, Chandra juga memastikan dirinya tak pernah melokalisir penanganan kasus suap pembangunan Wisma Atlet. Ia pun membantah pertemuannya dengan Anas Urbaningrum bersama dengan Ade Rahardja untuk keperluan melokalisir kasus itu. "Tudingan yang menyebut saya ketemu Anas agar kasus ini dilokalisir, saya katakan itu fitnah," tandasnya dnegan nada tinggi.
Sejak Anas menjadi anggota DPR RI, kata Chandra, dirinya tak pernah lagi bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut. Terakhir kali dirinya bertemu Anas, terjadi sebelum Mabes Polri menahannya.
Pertemuan itu berlangsung di sebuah restoran di Jakarta. Turut hadir dalam pertejmuan itu adalah Wakil Sekjend Partai Demokrat Saan Mustofa dan Nazaruddin. Anas sendiri, ada di sana lantaran diajak Saan. Dalam pertemuan itu, mereka menanyakan permasalahan hukum yang tengah dihadapinya saat itu terkait perang ‘Cicak vs Buaya’.
Chandra mengaku tak hanya sekali bertemu Anas. Sebelum pertemuan ini, dirinya pernah bertemu Anas di lokasi yang tak diungkapkannya. Saat itu, Anas juga dibawa Saan. Pertemaun itu juga tak membahas kasus yang ditangani KPK. "Semua yang disampaikan Nazaruddin adalah tidak benar. Tanpa data, tanpa fakta, hanya asumsi, itu adalah fitnah," tutur Chandra lagi.
Sebelumnya, Nazaruddin menyebutkan Chandra Hamzah mendapatkan aliran dana darinya terkait proyek pengadaan seragam hansip di Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan program e-KTP (KTP elektronik).
Dalam jumpa pers ini, Chandra juga menyampaikan seluruh kronologi terkait penanganan kasus Nazaruddin dan meluruskan seluruh tudingan Nazar yang menyeret nama dirinya terlibat kasus wisma atlet. "Jika ada tudingan bahwa saya pernah bertemu dengan Anas untuk melokalisir kasus wisma atlet itu fitnah. Kasus ini masih berjalan dan terus ditangani tim penyidik KPK," tandasnya.
Terdeteksi
Seperti diberitakan sebelumnya, Nazaruddin terdeteksi KPK terlibat dalam kasus korupsi pada 14 Desember 2010. Saat itu, KPK tengah menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kemennakertrans. Pada ekspos pertama, penyelidik menyatakan bahwa dalam akta perusahaan, ada nama Nazar sebagai pemilik PT Mahkota Negara. Ini perusahaan yang mengikuti tender.
Setelah ekspos ini, nama Nazaruddin intens terdeteksi berbagai kasus korupsi yang ada. Namanya, terdeksi sejak Desember 2010 hingga April 2011. Dalam penanganan kasus korupsi pengadaan PLTS di Kemennakertrans ini, KPK akhirnya menetapkan Timas Ginting dan Neneng Sri Wahyuni sebagai tersangka.
Timas menjadi tersangka pada 24 Maret 2011 berdasarkan surat perintah penyidikan nomor 07/01/III/2011 tertanggal 24 Maret 2011. Sementara Neneng dijadikan tersangka pada 10 Agustus 2011 berdasarkan surat perintah penyidikan nomor 25/01/VIII/2011.
Selanjutnya, melalui kasus ini, KPK pun menemukan jejak Nazaruddin lagi di kasus suap pembangunan Wisma Atlet. Dugaan korupsi dalam proyek itu mulai diselidiki KPK pada 28 Maret 2011 berdasarkan surat perintah penyelidikan bernomor 15/01/03/2011. Sebelumnya, sama sekali tak ada kasus Wisma Atlet.
Dalam penggeledahan usai penangkapan tangan ketiga tersangka kasus ini (Wafid Muharram, Mindo Rosalina Manulang dan Muhammad El Idris), KPK kemudian menemukan petunjuk yang mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi lain di beberapa kementerian.
Nama Nazaruddin tidak hanya terdeteksi di dua kasus korupsi ini. Di kasus korupsi revitalisasi Sarana dan Prasarana Pendidikan pada Ditjen PMPTK Kemendiknas dan kasus korupsi pengadaan alat bantu belajar mengajar pendidikan dokter atau dokter spesialis di RS pendidikan dan RS rujukan pada badan PPSDM Kesehatan Kemenkes pada 2009, nama Nazaruddin juga terdeteksi ada di sana.
Kasus korupsi revitalisasi Sarana dan Prasarana Pendidikan di Ditjen PMPTK Kemendiknas mulai diselidiki KPK pada 22 Maret 2011 berdasarkan surat perintah penyelidikan nomor 12/01/03/2011. Sedangkan kasus korupsi pengadaan alat bantu belajar mengajar pendidikan dokter atau dokter spesialis di RS penidikan dan RS rujukan pada badan PPSDM Kesehatan Kemenkes pada 2009 dan mulai diselidiki KPK pada 22 Maret 2011 berdasarkan surat perintah penyelidikan Nomor 13/01/03/2011.(tnc/spr)
|