Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Cyber Crime    
Perang Cyber
China Tuding Balik AS Biang Kerok Serangan Cyber
Saturday 02 Mar 2013 09:24:23
 

Ilustrasi.(Foto: Ist)
 
CHINA, Berita HUKUM - Kementerian Pertahanan China mengklaim, hampir dua pertiga serangan cyber yang menyasar situs militernya terdeteksi berasal dari Amerika Serikat (AS).

Dalam pernyataan resmi yang dirilis pekan ini, Kementerian tersebut juga mengatakan serangan cyber ke situs militer China terus meningkat selama beberapa tahun terakhir.

Dilansir Cnet.com, Jumat (1/3), berdasarkan pengecekan alamat IP (Internet Protocol), Kementerian Pertahanan China mengklaim, rata-rata terdapat 144 ribu serangan cyber setiap bulannya. Dari jumlah tersebut, hampir 63 persen di antaranya berasal dari AS.

Pernyataan China ini seakan menjadi serangan balasan atas laporan dari firma keamanan cyber AS Mandiant. Seperti diketahui, Mandiant sebelumnya menuding militer China adalah dalang di balik serangan cyber yang dialami sejumlah perusahaan besar di AS.

Sebanyak 60 halaman laporan yang mereka rilis, memperlihatkan adanya keterkaitan serangan dengan sekelompok hacker China dan pemerintah Negeri Tirai Bambu tersebut.

China langsung bereaksi terkait dengan laporan ini. Satu hari setelah dugaan itu mengemuka, Kementerian Pertahanan China membantahnya dan menyebut laporan firma keamanan cyber Mandiant salah besar.

Berikut beberapa contoh aksi yang dikaitkan dengan aktivitas para peretas dari China seperti dikutip dari PCMag.com, Senin (25/2):

Pada tahun 2013, Google mengungkap adanya serangan yang disebut berasa dari China. Tujuan dari aksi diklaim untuk mencuri intelektual properti dari raksasa internet itu.

Investigasi lebih lanjut kemudian menjabarkan bahwa serangan tersebut diketahui tak hanya menyasar Google seorang. Namun juga melandar sekitar 20 perusahaan lain dari aksi yang sama.

Tak berhenti sampai di situ, setahun berselang atau di tahun 2011, Google juga dilaporkan diserang oleh peretas yang mengincar data akun dan password di Gmail.

Lebih khusus, data-data yang diincar merupakan milik pejabat pemerintah, aktivis, dan jurnalis.

Satelit milik pemerintah Amerika Serikat juga sempat dilaporkan menjadi aktivitas penyusupan oleh peretas dari China.

Kejadian ini berlangsung dalam kurun waktu 2007 hingga 2008 dan terjadi setidaknya selama empat kali.

Menurut sebuah laporan yang diungkap di tahun 2011, pelaku diduga kuat juga berasal dari jaringan hacker China.

Tidak disebutkan apa tujuan dari serangan itu, namun yang pasti hal ini kembali menyudutkan para peretas dari Negeri Tirai Bambu.

Tak cuma lembaga pemerintah dan raksasa internet, hacker China juga diketahui pernah membidik perusahaan minyak yang sebagian besar milik negara-negara barat.

Menurut laporan dari perusahaan keamanan McAfee, suatu perusahaan minyak dan gas yang tidak disebutkan namanya sempat disusupi sistemnya pada November 2009 silam.

Pelaku dilaporkan coba menyusup demi mendapatkan informasi rahasia dari perusahaan tersebut. Sayang, tidak disebutkan lebih lanjut oleh McAfee, soal data apa yang diincar.

Namun diketahui bahwa pelaku menerobos dari server yang berada di Amerika Serikat dan Belanda.

Chamber of Commerce United States of America alias Kadin Amerika Serikat juga sempat diketahui menjadi korban penyusupan hacker China.

Aksi tersebut dilaporkan terjadi pada bulan Mei 2010 dan menyasar informasi-informasi yang tersimpan di sitem Kadin AS.

Tentu saja, Kadin AS patut khawatir terhadap data yang kemungkinan dicuri. Sebab dilaporkan, informasi yang berpindah tangan itu termasuk proses dan hasil lobi-lobi bisnis dari organisasi tersebut.

Hubungan pemerintah China dengan Dalai Lama yang kurang akur memang sudah jadi rahasia umum.

Akibatnya, tokoh dunia dari Tibet itu pun sempat jadi sasaran aksi peretasan.

Grup hacker yang diketahui berbasis di barat daya China dilaporkan mencoba mencuri dokumen di kantor Kementerian Pertahanan China dan kantor Dalai Lama.

Kejadian ini dilaporkan oleh sekelompok peneliti dari kanada pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, aksi peretas menyasar kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) China dengan serangan distributed denial of service (DDoS).

Bahkan situs milik kelompok Chinese Human Rights Defende dilaporkan diserang hingga 16 jam oleh para pelaku.

Kelompok lain yang juga menjadi korban adalah Civil Rights & Livelihood Watch, Canyu, New Century News, dan The Independent Chinese Pen Center.

Baru-baru ini, berturut-turut sejumlah perusahaan Amerika Serikat (AS) menjadi korban hacking. Di antara korban tersebut merupakan perusahaan sekelas Facebook, Twitter dan Apple.

Nama lain yang juga tak kalah mentereng adalah The New York Times, The Wall Street Journal, The Washington Post dan Departemen Energi AS pun jadi sasaran. Belum ada pernyataan resmi mengenai siapa di balik serangan ini. Namun sejumlah temuan mengarahkan tudingan pada China.

Perusahaan keamanan cyber Mandiant menduga, militer China melakukan operasi spionase cyber yang canggih terhadap puluhan perusahaan AS dan Kanada. Kesimpulan sementara ini didapat berdasarkan hasil temuan mereka.

Sebanyak 60 halaman laporan yang mereka rilis, memperlihatkan adanya keterkaitan serangan dengan sekelompok hacker China dan pemerintah Negeri Tirai Bambu tersebut.

Seperti dilansir CNN.com, Rabu (20/2), hasil pelacakan Mandiant bermuara pada jaringan spesifik di Shanghai. Beberapa di antaranya bahkan mengarah pada markas salah satu kelompok militer rahasia China.

Satu hari setelah dugaan diarahkan ke China terkait aksi hacking yang menimpa sejumlah perusahaan besar Amerika Serikat (AS), pemerintah China langsung merespons tudingan tersebut.

Dilansir The New York Times.com, Departemen Pertahanan China membantah tudingan itu salah besar. Menurut juru bicara Departemen tersebut, laporan firma keamanan cyber Mandiant salah besar.

Pada konferensi pers di Beijing, Departemen Pertahanan China mengatakan tuduhan tersebut telah mencoreng reputasi mereka. Juru bicara Departemen itu bahkan menantang untuk membuktikan hasil riset Mandiant.

Disebutkan sang juru bicara Geng Yansheng, justru China yang telah menjadi korban serangan cyber yang berasal dari AS. Menurutnya, Mandiant telah salah dalam mengenali aktivitas cyber China.

"Militer China memerintahkan untuk tidak mendukung aktivitas hacking apapun. Klaim yang disebutkan Mandiant bahwa militer China menjadi dalang spionase internet tidak punya bukti kuat," tegasnya.(dbs/bhc/opn)



 
   Berita Terkait > Perang Cyber
 
  Ketua DPR: Perang Masa Depan ke Arah Perang Cyber
  Serangan Siber Global 'Bisa Terjadi Lagi Hari Senin'
  Panglima TNI: Serangan Cyber Membahayakan Keutuhan Negara
  Inggris dan AS akan Jalani Simulasi Perang Siber
  November: Isu Penyadapan dan Perang Cyber Memanas
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2