JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Anis Byarwati meminta pemerintah mengantisipasi maraknya rokok ilegal setelah ada kenaikan tarif cukai hasil tembakau. Hal ini disampaikannya merespons aspirasi dari para pengusaha rokok yang menyampaikan bahwa produksi rokok mereka menurun drastis seiring dengan diberlakukannya kenaikan cukai rokok.
Aspirasi tersebut mengemukan dalam pertemuan Tim Kunjungan Kerja BAKN DPR RI dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Kudus, Kanwil Bea dan Cukai dan perusahaan rokok dalam rangka menerima masukan terkait penelaahan Cukai Hasil Tembakau di Kudus.
"Kami mendapatkan banyak masukan diantaranya terkait kenaikan tarif cukai rokok ini sangat memberatkan para pengusaha rokok, dan tentu saja ini juga terkait dengan daya beli masyarakat juga terganggu. Tapi sisi lain, maksud dari kenaikan cukai rokok dari pemerintah adalah untuk supaya masyarakat lebih sehat," kata Anis usai pertemuan di Kanwil Bea dan Cukai Jateng-DI Yogyakarta, Semarang, Rabu (13/4).
Anis mengatakan, kenaikan cukai rokok tersebut menyebabkan masyarakat beralih mengkonsumsi rokok ilegal. Menurutnya, hal ini meleset jauh dari tujuan diterapkannya kenaikan cukai rokok yaitu untuk mengendalikan konsumsi rokok karena alasan kesehatan. Sebab dampak lainnya adalah maraknya produksi rokok ilegal.
"Ketika tarif cukai dinaikkan. Kemudian, rokok legal menjadi mahal akhirnya masyaraka justru beralih ke rokok ilegal. Terbukti tadi dari kinerja salah satu kriteria salah satu kriteria dari DJBC Jawa Tengah itu banyak sekali menyita rokok-rokok ilegal di Jepara," jelas Anis.
Lebih lanjut, Anggota Komisi XI DPR RI tersebut memastikan aspirasi tersebut akan menjadi masukan BAKN dalam melakukan penelaahan. "Hal ini kan menjadi perhatian dan masukan yang penting bagi kami," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Selain itu, Anis juga menyampaikan komposisi pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang akan diberlakukan mulai tahun depan seiring diberlakukannya Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) yang baru disahkan.
"Adanya fleksibilitas penggunaan dana untuk kesejahteraan masyarakat dan penegakan hukum membuat alokasi untuk bidang kesehatan berpotensi meningkat. Pada 2021, pemerintah mengalokasikan 25 persen DBH CHT untuk bidang kesehatan, yakni terkait penanganan dari dampak rokok terhadap kesehatan masyarakat," jelas Anggota Komisi XI DPR RI itu.
Lalu, terdapat alokasi 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat yang bersifat fleksibel dan 25 persen untuk penegakan hukum terkait rokok ilegal. Alokasi dana untuk kesejahteraan masyarakat mencakup 15 persen untuk peningkatan kualitas bahan baku dan peningkatan keterampilan kerja, dalam rangka alih profesi atau diversifikasi tanaman tembakau bagi petani tembakau. 35 persen lainnya untuk pemberian bantuan.
Anis menambahkan, alokasi dana untuk kesejahteraan masyarakat berlaku fleksibel, sehingga dapat dialihkan ke bidang kesehatan jika anggaran telah melebihi kebutuhan daerah. Berbeda dengan alokasi dana untuk penegakan hukum yang bersifat baku atau tidak dapat dialihkan. Pada tahun 2022, terdapat perubahan alokasi anggaran untuk kesejahteraan masyarakat dan penegakan hukum dapat dialihkan ke bidang kesehatan.(ann/sf/DPR/bh/sya) |