JAKARTA, Berita HUKUM - Tim Litigasi Judicial Review DPD RI, hari ini menghadiri sidang Gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendengarkan keterangan saksi ahli dari Pemohon dan Pemerintah atas uji materi UU MD3 dan UU P3, UU No. 27 tahun 2009, Rabu (19/12).
Saksi Irsan Noor, yang merupakan saksi Fakta, mengatakan UU No. 27 tahun 2009, Anggota DPD RI dipilih secara langsung oleh rakyat, dengan suara lebih dari suara yang dimiliki oleh anggota DPR RI, hingga sebagai tanggungjawab politik mendukung konstituennya.
"Saya dapat pesan dari teman Walikota dan Gubernur, dalam hal ini DPD RI bukan hendak memiliki peran dan kekuasan. Yang ingin para Bupati, Gubernur, dan selurah rakyat agar peran lebih banyak dalam membangun bangsa kita ini," ujar Irsan Noor.
"Diskriminasi Treatment, peran DPD mengalami kegagalan peran dan fungsinya dalam menjalani peran dan fungsinya di daerah?," tanya Tudong Mulia Lubis.
Dijawab Irsan Noor, kerugian banyak, tidak ada keterkaitan, emosional dan keinginan serta kenyataan daerah tidak tergambar di UU No. 27 tahun 2009.
Saksi ahli lainnya, Prof Saldi Isra dari kontroksi konstitusi mengatakan, "yang kita miliki tidak ada satu pun sistem lembaga perwakilan Jamak atau 2 kamar. Melalui 2 kamar, akan banyak mengangu berjalan legeslasi, bila 2 kamar," katanya.
Seperti dikemukakan oleh Jimly Aslidyki, dengan dua kamar akan menguntungkan, dan menjadi doble cek dalam revisi dan seleksi Undang-Undang.
"DPR bukan lagi lembaga kamar tunggal atau Uni Kameral," jelas saksi ahli Saldi Isra ahli dari Tata Negara.
Pasal 20 a ayat 1 UUD 1945 bahwa, kekuasan dalam pembuatan UU menjadi hak mutlak DPR, tidak ada kewenangan DPD.
"Ini merupakan sistem yang tidak lazim, dimana pun di sistem legeslatif di dunia, dan DPD menjadi lembaga, antara ada dan tiadanya," pungkasnya.
Sidang ini dihadiri oleh Ketua DPD RI Wa Ode, Rahmat Syah, Tim pengacara dari kantor Todung Mulia Lubis, dan Perwakilan dari Pemerintah RI. Serta, sidang ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Mahfud MD.(bhc/put) |