JAKARTA-Komisi I DPR berencana dalam waktu dekat memanggil Menteri Pertahanan dan Panglima TNI serta pejabat terkait dengan kondisi yang terjadi di Papua. Kisruh yang kerap terjadi di sana, akibat dari ketidakberhasilan pemerintah membangun wilayah tersebut sebagai bagian dari NKRI. Dengan kondisi ini, seharusnya pemerintah lebih proaktif dan terbuka dalam mempercepat pembangunan infrastruktur di daerah paling timur Indonesia itu.
"Komisi I DPR bisa mengundang Menham dan Panglima TNI, meski anggota Dewan dalam masa reses. Pertemuan itu untuk melkaukan evaluasi bersama tentang tata dan pola gerakan komando di Papua. Pemerintah harus proaktif mengundang masyarakat atau tokoh masyarakatnya untuk berdialog dan diajak bekerja sama. Aspek kesejahteraan dan pemerataan serta percepatan pembangunan infrastruktur khususnya pendidikan yang diharapkan," kata anggota Komisi I DPR Tjahjo Kumolo saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat, (5/8).
Kelompok separatis, lanjut dia, harus ditindak tegas. Namun, harus tetap dilakukan pendekatan sosial yang komprehensif, mengingat luasnya wilayah di Papua. Kinerja aparat penegak hukum juga harus ditingkatkan dalam upaya mencegah gangguan dan ancaman integrasi. “Untuk Papua sebaiknya dibentuk 3-4 provinsi untuk mempercepat serta pemerataan pembangunan," kata Ketua Fraksi PDIP DPR ini.
Di tempat terpisah, Gubernur Lemhanas Budi Susilo Soepandji menyatakan, pemerintah perlu format baru untuk menjaga stabilitas di Papua. Maraknya aksi kekerasan di Papua menunjukkan kebutuhan penataan stabilitas. Atasa hal ini, Lemhanas tengah melakukan kajian untuk mencari format stabilitas di Papua. “Format baru ini membutuhkan pandangan dari kalangan akademisi dan media. Kami akan meminta masukan dari berbagai kalangan, termasuk media,” jelasnya, usai bertemu Presiden SBY di kantor Presiden.
Presiden sendiri, menurut Budi, sudah memberikan arahan bahwa cara-cara kekerasan tidak dapat mengendalikan kondisi di Papua. Lemhanas pun mulai mengarahkan penyelesaian secara horisontal dan vertikal dalam penanganan Papua. Secara horisontal hubungan antar masyarakat Papua harus didukung. "Secara vertikal, ada kebijakan otonomi daerah yang dapat dilaksanakan secara efektif," imbuh dia.
Sedangkan pengamat Politik LIPI Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, pemerintah harus mengedepankan upaya dialog untuk menyelesaikan konflik di Papua. Upaya campur tangan asing dalam konflik ini, harus diwaspadai. “Pemerintah harus mencari informasi secara rinci apa yang terjadi, dan mengapa itu terjadi. Kemudian harus tahu kira-kira siapa yang dianggap sebagai representasi kelompok-kelompok yang bisa diajak dialog," ujarnya.
Penyelesaian dengan cara militer, menurut Ikrar, tidak bisa lagi menjadi jalan keluar untuk menyelesaikan masalah. Pendekatan kemerdekaan di Papua sendiri tidak lagi menggunakan cara militer sporadis seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) di masa lalu. “Mereka mulai melakukan unjuk rasa damai untuk menarik empati internasional. Ini harus dipahami pemerintah Indonesia," jelas Ikrar.
Ia melihat, ada dua kelompok yang memanas-manasi persoalan di Papua sehingga tidak pernah selesai. Yang pertama adalah kelompok yang ingin mendukung Papua merdeka. Kelompok kedua justru aparat keamanan sendiri, termasuk dari TNI. “Pemerintah jangan menganggap remeh dukungan asing terhadap kelompok-kelompok yang menyuarakan kemerdekaan Papua,” tandasnya.(mic/rob)
|