JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi XI DPR RI Masinton Pasaribu memberi kritik tajam terhadap kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya. Masinton melihat selama ini OJK terkesan asyik dengan diri sendiri layaknya berada di menara gading yang enggan membumi dalam melaksanakan tupoksinya, sementara berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, OJK berkewajiban untuk melakukan edukasi, perlindungan dan pembelaan.
Berkaca dari berbagai kasus keuangan yang muncul di tengah masyarakat, politisi PDI-Perjuangan tersebut pun mempertanyakan keberadaan OJK selama ini dalam hal memberikan pengawasan terhadap lembaga perbankan dan perlindungan kepada masyarakat, mengingat sebagian besar kasus yang muncul adalah ketika sudah ada laporan kepada aparat penegak hukum.
"Dari berbagai kasus yang muncul itu semua sebagian besar itu kita ketahui ketika berada di instansi di luar OJK. Yang kami tanyakan, peran pengawasan dan perlindungan OJK di mana? Kita tahu-tahu sudah ada laporan di aparat penegak hukum. Nah ini harus menjadi catatan," tegas Masinton saat mengikuti RDP Komisi XI DPR RI dengan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso beserta jajaran di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (13/12).
Ia mengaku kaget atas adanya data bahwa kerugian masyarakat akibat investasi bodong di Indonesia melebihi APBD DKI Jakarta. "Kalau kita membuka data, saya harus sampaikan, angka-angka ini bukan angka statistik saja Pak. Saya baca data dari OJK sendiri, ngeri. OJK ungkap kerugian masyarakat gegara investasi bodong di Indonesia kalahkan APBD DKI Jakarta. Dari Satgas Waspada Investasi, praktek investasi bodong telah merugikan masyarakat Indonesia hingga Rp117,4 triliun dalam kurun waktu 10 tahun," tuturnya.
Lebih lanjut, pada forum rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto tersebut, secara gamblang Masinton menegaskan kinerja OJK tidak optimal. "Kami menyatakan bahwa tidak optimal, bahkan dalam bahasa yang sangat ekstrim, kesimpulan tersebut tidak berkualitas pengawasan itu," tegas Masinton.
Masinton berharap hal itu dapat menjadi cambuk bagi OJK untuk memperbaiki kinerjanya. Dalam hal ini, ia menginginkan ada perbaikan kualitas dari OJK menjadi lebih positif. Ia meminta kantor perwakilan OJK di berbagai daerah cepat dan responsif terhadap aduan-aduan dari masyarakat. "Kita minta bapak-bapak sebagai pimpinan (OJK) bisa memberikan arahan dan panduan kepada seluruh insan OJK dalam menjalankan tugas dan fungsi pokoknya sesuai Undang-Undang," pungkasnya.
Sementara, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin juga mengkritisi kinerja OJK sepanjang tahun yang masih menyisakan sejumlah catatan. Mulai dari perkara asuransi, pengaduan nasabah hingga masalah pinjaman online (pinjol) ilegal. Puteri mengatakan, menindaklanjuti aduan dari korban sejumlah asuransi unit-link, ia kembali mengingatkan OJK untuk mengevaluasi sistem pengaduan dari nasabah agar memudahkan masyarakat untuk menyampaikan keluhannya.
"Terutama, mereka yang tinggal di daerah yang memiliki keterbatasan untuk mengakses informasi pengaduan ini. Apalagi ternyata beberapa korban kemarin mengaku justru dipersulit ketika ingin menyampaikan aduannya di kantor regional OJK di daerah," urai Politisi Fraksi Golkar itu dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Senin (13/12).
Lebih lanjut, Puteri juga meminta OJK bersama perusahaan asuransi untuk terus meningkatkan literasi di sektor perasuransian. Hal ini mengingat tingkat literasi keuangan di Indonesia masih sangat rendah sebesar 38,03 persen. Namun, pada sektor perasuransian justru nilainya lebih rendah lagi, yaitu hanya 19,40 persen atau di bawah dari sektor perbankan yang berada pada 36,12 persen.
"Hal ini memicu persoalan kesenjangan pemahaman konsumen atas produk asuransi yang ditawarkan oleh para agen asuransi," terang Puteri.
Apalagi, mungkin para agen ini pun juga tidak memiliki pemahaman yang mumpuni terkait produk yang mereka tawarkan. "Karenanya, peningkatan literasi ini juga agar dibarengi dengan evaluasi terhadap pengetahuan dan kemampuan agen dalam memasarkan produk sesuai ketentuan yang berlaku," tegas Puteri.
Selain itu, legislator dapil Jawa Barat VII tersebut juga meminta OJK bersama kementerian/lembaga lainnya untuk terus memberantas pinjaman online ilegal. Apalagi menurutnya, data OJK menunjukkan jumlah aduan terkait teknologi finansial (fintech) mencapai 115.818 pengaduan, per November 2021.
"Bisa jadi jumlah aduan ini lebih banyak lagi karena mungkin para korban tidak mengetahui harus melapor kemana. Makanya, OJK harus semakin aktif mensosialisasikan layanan pengaduan. Termasuk, sosialisasikan juga daftar layanan fintech resmi yang terdaftar untuk mencegah masyarakat terjerumus ke pinjol ilegal," ungkap Puteri.
Menutup keterangannya, Puteri berpesan agar program/kegiatan dalam RKA OJK Tahun 2022 dilandasi dengan perencanaan yang memadai untuk meningkatkan kinerja OJK dalam hal pengawasan dan perlindungan konsumen, sekaligus meminimalisir refocusing anggaran terhadap kegiatan yang tidak strategis.(ah/es/fit/sf/DPR/bh/sya) |