Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Legislatif    
Kasus e-KTP
DPR Pertanyakan Kredibilitas Ketua KPK
2017-03-19 11:20:20
 

Ilustrasi. Gedung DPR RI, Senayan Jakarta.(Foto: BH /mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah kembali mempertanyakan kredibilitas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dalam mengusut dugaan korupsi proyek e-KTP yang tidak transparan dan terkesan mengada-ada. Sebab, pemegang proyek itu mantan Mendagri Gamawan Fauzi, menurutnya bersih, berkomitmen, dan bahkan mendapat Bung Hatta Awards.

Gamawan sendiri sudah memberi kesaksian jika dirinya tidak menerima satu rupiah pun dari proyek tersebut. Bahkan sebelum tender, Gamawan menggandeng 15 kementerian negara untuk mendapatkan kesepakatan agar proyek e-KTP ini sukses dan berjalan dengan baik karena akan digunakan untuk pemilu 2014.

"Jadi, saya lebih percaya Gamawan Fauzi dibanding Agus Rahardjo. Apalagi dalam audit BPK 14 Juni 2014, tender e-KTP itu dinyatakan bersih, dan hanya ada potensi kerugiakan negara sebesar Rp 45,9 miliar. Tapi, kini tiba-tiba Agus Rahardjo bilang ada kerugian negara Rp 2,3 triliun. Dari mana itu audit?," tanya Fahri Hamzah saat diskusi dialektika demokrasi "'Perlukah Pansus e-KTP?" bersama pengamat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (16/3).

Sama dengan kasus Hambalang, lanjutnya, KPK sibuk ngurus uang yang Rp 25 miliar (bukan uang APBN), sedangkan kerugian negara Rp 2,5 triliun malah tidak diurus. Demikian pula skandal bank Century. "KPK banyak menyebut nama-nama yang diduga terlibat. Tapi, sampai sekarang yang dipidana hanya Budi Mulya dan Robert Tantular yang tak mengerti soal baillout. Lalu, nama-nama yang lain kemana?" tanya politisi PKS ini kecewa.

"Apalagi sebelumnya konsersium Agus Rahardjo kalah tender dan meski proyek e-KTP ini jalan terus, namun dia terus berusaha 'ngrecoki'. Padahal, audit yang dipakai KPK dari BPKP bukan BPK, dan yang membuat kerugian negara itu BPK. Tapi, kasus ini tiba-tiba diblow up besar-besaran dengan arah yang tidak jelas. Bagaimana dengan 15 kementerian yang terlibat. Betulkah ada korupsi? Kalau tidak, berarti sengaja menyerang DPR," jelas Fahri.

Untuk itu Fahri mengusulkan angket e-KTP, agar semuanya terbuka dan kita menonton drama apa yang terjadi sebenarnya di dalam proyek e-KTP ini? Seharusnya semua mendukung ini, karena nama-nama tersebut hanya berdasarkan nyanyian Nazaruddin (eks Bendum Demokrat) itu. "Jadi, Nazaruddin ini bukan justice collaborator, melainkan justice kalkulator. Apa seperti ini cara mengelola negara. Semua dirusak dengan intimidasi?" ujarnya.

Fahri mempertanyakan kenapa tidak suka dengan investigasi yang dilakukan oleh DPR RI? Bahwa angket DPR itu perintah UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan aturan DPR RI. "Jadi, tidak usah alergi dengan angket DPR," pungaksnya.

Sementara, Yenti Garnasih berharap KPK menyampaikannya dengan benar. Baik konstruksi maupun struktur orang-orang yang menerima dan mengembalikan itu justru lebih mudah dibuktikan. Dimana orang yang mengembalikan uang korupsi itu tidak serta-merta bebas dari pidana. "14 orang yang mengembalikan uang itu justru ditersangkakan dengan UU TPPU. Sementara 60 orang yang disebut akan menerima itu belum tentu menerima," katanya.

Namun, Yenti tidak mau disalahkan selaku anggota Pansel anggota KPK dengan memilih Agus Rahardjo. Mengapa? Karena menurut dia, yang menentukan keanggotaan KPK tersebut juga Komisi III DPR RI. "Jadi, tanpa keterlibatan DPR, Pak Agus juga akan terpilih," ungkapnya.(sc/DPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Kasus E-KTP
 
  Agus Rahardjo Ungkap Saat Jokowi Marah, Minta KPK Setop Kasus E-KTP
  KPK Tahan 2 Tersangka Korupsi Pengadaan e-KTP, Diduga Merugikan Rp2,3 Triliun
  Ganjar Dilaporkan ke KPK, PDIP Anggap Sebagai Dinamika Pilpres 2024
  KPK Tetapkan 4 Orang Tersangka Baru dalam Perkara E-KTP
  Pemberian KTP-el Kepada WNA Harus Ditinjau Ulang
 
ads1

  Berita Utama
Pemerintah Akui Kepengurusan Ikatan Notaris Indonesia Kubu Irfan Ardiansyah

Dasco Gerindra: Prabowo dan Megawati Tak Pernah Bermusuhan, Saya Saksinya

Pengadilan Tinggi Jakarta Menghukum Kembali Perusahaan Asuransi PT GEGII

Presidential Threshold Dihapus, Semua Parpol Berhak Usulkan Capres-Cawapres

 

ads2

  Berita Terkini
 
Oknum Satreskrim Polres Bekasi Dituding Arogan kepada Seorang Warga Taman Beverly Lippo Cikarang Bekasi

Persidangan PKPU Kondotel D'Luxor Bali, Pengacara: Proposal Perdamaian Jauh dari Keinginan Investor

Pemerintah Akui Kepengurusan Ikatan Notaris Indonesia Kubu Irfan Ardiansyah

Diungkap Mintarsih Abdul Latief: Banyak Perusahaan Didirikan Purnomo Prawiro Sudah Bangkrut!

Dasco Gerindra: Prabowo dan Megawati Tak Pernah Bermusuhan, Saya Saksinya

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2