JAKARTA, Berita HUKUM - Terkait pembatalan seluruh UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Alam (SDA), Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Wilem Wandik menegaskan, keluarnya UU tersebut dahulu diiringi dengan berbagai konflik antar warga dengan beberapa Perusahaan Air seperti Cirebon, Klaten, Salatiga, Magelang maupun Sukabumi.
"Hampir 200 perusahaan mengkooptasi SDA, dan kondisi privatisasi SDA mirip terjadi dalam penguasaan alam skala besar seperti ribuan hektar dengan dalil kontrak karya seperti penguasaan lahan freeport Indonesia yang luasnya jutaan hektar,"jelas Anggota Dapil Papua ini, saat Raker Komisi V DPR dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadi Muljono dan Menteri LH dan Kehutanan Siti Nurbaya, dipimpin oleh Ketua Komisi V DPR Fahri Djemi Francis di Gedung Nusantara, Selasa Sore, (31/3).
Dirinya mengaku senang dengan keluarnya keputusan MK yang membatalkan UU No. 7 Tahun 2004 karena memang UU tersebut bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. "Yang paling parah prakteknya yaitu mengabaikan peran masyarakat adat setempat yang bermukim didaerah situ. Dalam kasus perkebunan itu juga hampir sama. HGU perkebunan kerap berada di dalam pemukiman warga peribadatan," jelasnya.
Dia menambahkan, Kita juga bisa melihat bersama bahwa di Papua khususnya di Wilayah Kerja PT Freeport, kerap kali mengabaikan hak ulayat adat atas hak tanahnya sendiri. "peran negara sudah tidak lagi berpihak kepada masyarakat. Dimana peran negara beralih dan berbalik melegitimasi dan kaum pemilik modal atau individual," katanya.
Menurutnya, kita semua perlu mempertanyakan peran negara dalam mendukung atau melegitimasi masyarakat yang semakin terpinggirkan ini.
Komisi V DPR Desak Pemerintah Keluarkan Perppu
Sementara, Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P Yoseph Umar Hadi mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan Perppu terkait keputusan MK yang membatalkan seluruh UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Alam.
"Saya sangat prihatin yang mendalam atas keputusan MK yang membatalkan seluruh UU No. 7 tahun 2004 tentang SDA yang telah dipakai selama kurun waktu 11 tahun dan telah menghasilkan produk bagi masyarakat," ujarnya saat Raker Komisi V DPR dengan Menteri PUPR, Basuki Hadi Muljono dan Menteri LH dan Kehutanan Siti Nurbaya, dipimpin oleh Ketua Komisi V DPR Fahri Djemi Francis di Gedung Nusantara, Selasa Sore, (31/3).
Menurutnya, dengan pembatalan seluruh UU No. 7 tahun 2004 ini berakibat semua produk turunannya batal demi hukum atau dianggap ilegal. "UU itu sebenarnya berdampak baik bagi masyarakat, namun karena persoalan mata air ini menyebabkan UU itu dibatalkan," jelasnya.
Akibat UU tersebut dibatalkan oleh MK, lanjutnya, maka memiliki implikasi hukum yaitu adanya kekosongan hukum. Pasalnya, didalam amar MK itu berlaku UU No. 11 tahun 1974. "Itu atas dasar apa MK memberlakukan UU itu berlaku kembali, dimana letak kewenangan MK memberlakukan UU itu kembali," terangnya.
Dia menambahkan, apabila UU lama tetap berlaku tentunya PP yang merujuk UU No. 11 tahun 1974 keabsahannya patut dipertanyakan. "Seharusnya pemerintah segera mengeluarkan Perppu karena keadaan mendesak yaitu untuk mengisi kekosongan terkait pembangunan SDA kedepan," kembali dia menegaskan.(sugeng/dpr/bh/sya) |