Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Kelapa Sawit
Dana Sawit Bermasalah, Komisi XI Usulkan Bentuk Panja BPDPKS
2020-07-17 09:13:27
 

Ilustrasi. Kebun Kelapa Sawit.(Foto: BH /sya)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada Rapat Paripurna (14/7) ke-18, mengungkap adanya permasalahan terkait penyaluran dana peremajaan kelapa sawit pada 2016-2019. Anggaran yang diatur oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dinyatakan belum sepenuhnya terjamin penggunaannya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, mengingat penerimanya belum sepenuhnya valid dan masih ada dana yang belum dipertanggungjawabkan.

Pada Rapat Dengar Pendapat antara Komisi XI DPR RI dengan Dirut BPDPKS dan Dirjen Pembendaharaan Kementerian Keuangan, pada Rabu (15/7), disepakati akan segera dibentuknya Panitia Kerja (Panja) sebagai bentuk pengawasan DPR terhadap kinerja BPDPKS. Turut menyuarakan pembentukan Panja, Anggota Komisi XI DPR RI Jon Erizal mempermasalahkan skema pendanaan yang terdapat pada menjalankan tujuan utama BPDPKS yakni replanting, seharusnya berbentuk subsidi bukan biaya.

"Awal berdirinya BLU (Badan Layanan Umum) ini saya termasuk yang mendorong, saat itu Pak Bambang Brodjonegoro (Menteri Keuangan 2014-2016) sampaikan ada 3 tujuan utamanya, nanti Bapak (Dirut BPDPKS) bisa lihat dokumen awalnya, dalam salah satunya terdapat tujuan replanting yakni untuk mendukung penanaman kembali kebun-kebun masyarakat yang sudah mature. Perlu dicatat ini konsepnya subsidi bunga, jadi bukan pembiayaan bunga, saya masih ingat betul itu," papar Erizal dalam rapat yang membahas tentang kinerja dan akuntabilitas keuangan tersebut.

Lebih lanjut, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mempertanyakan dasar hukum yang digunakan dalam mengubah dari subsidi ke pembiayaan tersebut. "Menswitch ini dasar hukumnya apa? Karena yang mengagetkan lagi, dalam mindset saya waktu ini biofuel ini diajukan, itu bentuknya pinjaman lunak atau apa. Tetapi saat kami buat Panja BPDPKS di Palembang, saya kaget itu jadi biaya Rp 34 triliun. Ini kita enggak tahu juga padahal sebelumnya kita pernah FGD (Focus Group Discussion)," cecarnya.

Perlu adanya detail, Erizal melanjutkan, dalam hal penyaluran biaya serta mekanisme terkait penyaluran dana replanting, atau lebih dikenal dengan peremajaan lahan sawit tersebut. "Padahal dulu pernah saya sampaikan saat FGD perlu ada detail ini ke perusahaan mana saja, siapa yang memproduksinya, terus yang belinya siapa lagi, karena di lapangan masyarakat bertanya dan jadi beban mereka," paparnya.

Di tengah semakin menurunnya harga minyak dunia akibat pandemi, dari yang sebelumnya berkisar 61,8 hingga 66,25 dollar AS per barrel (Januari 2020) dan anjlok menjadi 24,38 hingga 27,86 dollar AS per barrel (April 2020), Erizal mempertanyakan efisiensi. Menurutnya, di saat penurunan seperti itu mengapa subsidi masih jalan terus. "Karena enggak sedikit ini uang negara yang dipakai untuk kepentingan ini. Kemudian seperti apa dampaknya, tadi disampaikan ada penurunan, nah itu dimana letak efisiensinya, tolong disampaikan salam hitungan yang jelas," lanjutnya.

Sebelumnya dalam sesi pemaparan, Kepala BPDPKS Eddy Abdurrachman menyebut total pendapatan yang diperoleh dari pungutan ekspor sawit tahun 2015-2020 mencapai Rp 51 triliun. Total pendapatan yang diperoleh dari pungutan ekspor dan pengelolaan dana ini, kemudian didistribusikan untuk program peremajaan sawit rakyat sebesar Rp 2,7 triliun, pengembangan dan penelitian sebesar Rp 284,4 miliar, biodisel sebesar Rp 30,2 triliun, dan sebagainya.

"Dengan demikian total penggunaan dana yang berasal dari pungutan ekspor dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 adalah sebesar Rp 33,6 triliun pada akhir 2019. Kami mendapatkan saldo akhir pada tahun 2019 sebesar Rp 16,59 triliun yang menjadi saldo awal dari tahun anggaran kami tahun 2020," papar Eddy.(alw/sf/DPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Pemerintah Tetapkan Awal Ramadhan 1444 Hijriah Jatuh pada 23 Maret 2023

Hanura Usul Pembentukan UU Pembuktian Terbalik Soal Harta Kekayaan Pejabat Negara

HNW, Wakil Ketua MPR: Putusan PN Jakarta Pusat Untuk 'Menunda Pemilu', Melanggar Konstitusi dan UU Pemilu, Harus Dikoreksi

Legislator Ajak Masyarakat Hindari Isu SARA di Pemilu 2024

 

ads2

  Berita Terkini
 
Kuasa Hukum Budi Hartono Linardi Ungkap Bahwa Kliennya Seharusnya Bebas

Benny Rhamdani Dukung Instruksi Presiden Jokowi Larang Pejabat Pemerintahan Adakan Bukber

Larangan Bukber bagi Pejabat Berpotensi Mengalami Perluasan Makna

Kemenhub Diingatkan Agar Mudik Lebaran 2023 Harus Lebih Lancar dan Terkendali

Agar Adil, HNW Usulkan Cuti Bersama dan Libur Idul Fitri 1444 H Dikoreksi dengan Dimajukan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2